NovelToon NovelToon
Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Janda / Konflik etika / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Mampukah janda muda menahan diri saat godaan datang dari pria yang paling tabu? Setelah kepergian suaminya, Ayana (26) berjuang membesarkan anaknya sendirian. Takdir membawanya bekerja di perusahaan milik keluarga suaminya. Di sana, pesona Arfan (38), paman direktur yang berkarisma, mulai menggoyahkan hatinya. Arfan, duda mapan dengan masa lalu kelam, melihat Ayana bukan hanya sebagai menantu mendiang kakaknya, melainkan wanita memikat yang membangkitkan gairah terpendam. Di antara tatapan curiga dan bisikan sumbang keluarga, mereka terjerat dalam tarik-ulur cinta terlarang. Bagaimana Ayana akan memilih antara kesetiaan pada masa lalu dan gairah yang tak terbendung, di tengah tuntutan etika yang menguji batas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15: Ciuman di Atas Jurang

Udara di antara Ayana dan Arfan menipis, memanas, penuh dengan ketegangan yang nyaris memekakkan telinga. Detak jantung Ayana bertalu-talu di dadanya, seolah ingin mendobrak keluar. Bibir Arfan semakin dekat, nyaris menyentuh bibirnya, berhenti hanya sepersekian inci. Aroma maskulinnya memenuhi paru-paru Ayana, memabukkan dan menguasai segala akal sehatnya.

“Arfan…” Hanya itu yang bisa Ayana bisikkan, sebuah campuran antara protes dan permohonan, saat Arfan memiringkan kepalanya, siap untuk menciumnya di tengah keramaian restoran mewah itu. Dunia Ayana seolah berhenti berputar. Ini bukan sekadar undangan makan malam. Ini adalah awal dari badai yang sesungguhnya.

Dan badai itu datang. Bibir Arfan menempel lembut pada bibirnya. Bukan ciuman terburu-buru, melainkan sentuhan perlahan, menguji, meresapi. Semua keraguan Ayana runtuh dalam sekejap. Ia menutup mata, menyerah pada sensasi yang mengalir deras, membakar setiap sarafnya.

Rasa manis yang mematikan. Rasa terlarang yang selama ini hanya berani ia bayangkan dalam mimpinya, kini menjadi nyata. Ada gejolak asing yang menjalar di hatinya, memadamkan sejenak suara nuraninya yang menjerit tentang kesetiaan, tentang mendiang suaminya, tentang Vina, tentang segalanya.

Arfan menarik diri perlahan, hanya cukup untuk melihat reaksinya. Mata Ayana masih terpejam, napasnya tersengal. Saat ia membuka mata, pupil Arfan membesar, dipenuhi kobaran api hasrat yang tak lagi bisa disembunyikan. Senyum tipis terukir di bibirnya yang baru saja mencium Ayana.

“Bagaimana, Ayana? Manis?” Suaranya serak, rendah, dan penuh kemenangan. Kata-katanya menusuk Ayana, membuatnya tersadar dengan kasar. Manis? Ya, manis. Terlalu manis sampai memuakkan.

“Arfan, apa yang kau lakukan?” Suara Ayana bergetar, lebih seperti bisikan yang nyaris tak terdengar di antara riuhnya musik dan obrolan di restoran. Ia mendorong kursi sedikit menjauh, seolah ingin menciptakan jarak fisik dari pria itu, dari dosa yang baru saja ia alami.

Arfan hanya tertawa kecil, seperti seorang pemburu yang puas dengan tangkapannya. “Melakukan apa yang seharusnya sudah kulakukan sejak lama, Ayana. Membawamu ke garis batas. Dan sepertinya… kau cukup menikmati perjalanannya.”

Wajah Ayana memanas, bukan karena malu, tapi karena amarah dan rasa bersalah yang membakar. Ia merasa kotor, sekaligus marah pada dirinya sendiri yang tidak menolak dengan lebih keras. Atau mungkin, yang paling menyakitkan, ia marah karena sebagian dirinya benar-benar menikmati sentuhan Arfan.

“Kita harus pergi dari sini,” ucap Ayana, suaranya lebih tegas kali ini. Ia meraih tasnya, berdiri tanpa menunggu persetujuan Arfan. Pria itu menyeringai, lalu tanpa banyak bicara, berdiri dan mengikutinya.

Perjalanan pulang terasa canggung dan mencekam. Di dalam mobil, Ayana bersandar ke jendela, menatap jalanan yang dilewati tanpa benar-benar melihat. Pikirannya kalut, berputar-putar antara ciuman tadi, wajah mendiang suaminya, dan bayangan Vina yang entah mengapa selalu muncul.

“Apa yang akan terjadi setelah ini, Arfan?” Akhirnya Ayana memecah keheningan, suaranya nyaris putus asa. “Kau tahu, ini salah. Semua ini salah.”

Arfan menoleh sekilas, senyumnya menghilang, digantikan ekspresi serius. “Salah? Mungkin. Tapi apakah kau menyesalinya, Ayana?”

Pertanyaan itu seperti pedang yang menusuk langsung ke jantungnya. Apakah ia menyesal? Sebagian besar dirinya berteriak ya, menyesal setengah mati. Tapi ada bagian kecil, bagian paling gelap dan tersembunyi, yang diam seribu bahasa, menolak untuk menyesal.

“Aku tidak tahu,” jawab Ayana jujur, suaranya lirih. “Aku tidak tahu apa yang kurasakan. Aku bingung.”

Arfan meraih tangan Ayana yang tergeletak di pangkuannya. Sentuhannya hangat, menenangkan, sekaligus menggetarkan. “Tidak perlu bingung, Ayana. Rasakan saja. Biarkan hatimu yang bicara. Bukan pikiranmu, bukan orang lain.”

Ayana menarik tangannya pelan. “Tapi aku punya anak-anak, Arfan. Aku punya tanggung jawab. Aku punya nama baik keluarga yang harus kujaga. Apalagi… kau ini paman dari mendiang suamiku.”

Arfan menghela napas. “Aku tahu. Dan aku menghargai itu. Tapi hidup terus berjalan, Ayana. Kita tidak bisa hidup dalam bayang-bayang masa lalu selamanya. Kebahagiaanmu juga penting.”

“Ini bukan kebahagiaan, Arfan. Ini adalah… bencana yang tertunda.” Ayana menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ia melihat hasrat, tetapi juga ada sedikit kesedihan di mata pria itu. Seolah Arfan pun tahu risikonya, namun tetap memilih untuk menanggungnya.

Mobil Arfan berhenti di depan gerbang kompleks perumahan Ayana. Lampu-lampu jalan memantulkan bayangan mereka di kaca jendela. Arfan mematikan mesin, memutar tubuhnya menghadap Ayana. Ruangan mobil terasa semakin sempit.

“Aku tidak memaksamu, Ayana,” ucap Arfan, suaranya melembut, kontras dengan nada dominannya tadi. “Tapi aku juga tidak akan melepaskanmu. Aku melihat sesuatu dalam dirimu, sesuatu yang membuatku… tertarik. Terlalu tertarik.”

Ayana menelan ludah. Jantungnya kembali berdegup kencang. Ia tahu apa yang Arfan inginkan, dan entah kenapa, tubuhnya seolah merespons di luar kendalinya. Ada bagian dari dirinya yang ingin lari, namun ada bagian lain yang ingin tetap tinggal, menikmati bahaya manis ini.

“Ayana…” Arfan mendekat lagi. Kali ini ia tidak meminta izin, tidak menunggu. Tangannya terulur, menyentuh pipi Ayana dengan ibu jarinya, membelai lembut kulitnya. Lalu, tanpa peringatan, ia menarik Ayana mendekat dan menciumnya lagi.

Ciuman ini berbeda dari yang di restoran. Lebih dalam, lebih menuntut, lebih memabukkan. Arfan memiringkan kepalanya, memperdalam ciuman itu, dan Ayana, yang semula kaku, perlahan membalas. Bibirnya bergerak mengikuti irama Arfan, tangannya terangkat ragu-ragu untuk mencengkeram kemeja pria itu.

Seluruh dunia Ayana berputar, akal sehatnya hilang ditelan badai gairah yang bergejolak. Ia merasakan lidah Arfan bermain-main, mengundang, dan ia menuruti. Rasa bersalah sejenak terlupakan, digantikan oleh sensasi memabukkan yang merasuk hingga ke tulang sumsum. Ini berbahaya, sangat berbahaya. Tapi, oh, betapa nikmatnya dosa ini.

Saat Arfan melepaskan ciuman, Ayana terengah-engah, matanya berkaca-kaca, bibirnya bengkak dan merah. Ia menatap Arfan, yang juga terlihat sama tersengalnya. Ada tatapan kepuasan di mata pria itu, tapi juga keseriusan yang tak terbantahkan. Ia tahu, Ayana sudah terjerat.

“Ini baru permulaan, Ayana,” bisik Arfan, suaranya serak. “Dan aku berjanji… kau akan menyukainya.”

Arfan kemudian mencium kening Ayana, sentuhan yang lembut namun penuh makna. “Pikirkan baik-baik. Ini bukan sekadar tarik-menarik biasa. Ini… tentang kita.”

Ayana hanya bisa mengangguk, terlalu kalut untuk berbicara. Ia membuka pintu mobil, kakinya terasa lemas saat melangkah keluar. Ia bahkan tidak berani menoleh saat Arfan mulai menjalankan mobilnya, meninggalkan Ayana sendirian di kegelapan malam, dengan hati yang bergejolak dan pikiran yang dihantui oleh ciuman terlarang itu. Ia tahu, garis batas telah benar-benar robek. Dan tidak ada jalan kembali.

1
zaire biscaya dite
Gw trs trg bingung dgn jln ceritanya novel ini, selain berganti2 nama para tokoh yg ada, jg perbedaan rahasia yg diungkapkan oleh Arfan kpd Ayana
Benar2 membingungkan & bikin gw jd malas utk membaca novel ini lg
panjul man09
bosan
panjul man09
sudah janda koq ,bisa memilih jalan hidup , siapa vina , bisa bisanya mengatur hidup orang .
panjul man09
siapa nama anak ayana , maya , kirana atau raka ?
zaire biscaya dite
Tolong perhatikan dgn benar ttg nama tokoh dlm novel ini, spt nama anak yg selalu berganti2 nama, Arsy, Maya, Raka, Alisha
Jgn membingungkan pembaca yg berminat utk membaca novel ini
panjul man09
mereka boleh menikah, karna mereka bukan mahrom
panjul man09
lanjuut
zaire biscaya dite
Betul, tlg diperhatikan dgn baik nama yg ada di dlm novel ini. Nama suami itu Adnan atau Daniel, nama anaknya itu Arsy, Maya, Kirana atau Raja ? Jgn smpe ceritanya bagus, tp malah bikin binging yg baca krn ketdkkonsistenan penyebutan nama tokoh di dlmnya, y
Bang joe: terimakasih atas masukannya kak 🙏
total 1 replies
Greenindya
yg bnr yg mana ya kok nama anaknya gonta ganti Kirana maya raka
Bang joe: mohon maaf atas kekeliruannya kak
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!