Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Susu, Gauri suka
Agam akhirnya mendorong segelas air putih ke hadapan Devan.
"Minum. Kau kelihatan kayak mau nyundul tembok."
Devan mengambil gelas itu tanpa protes. Tenggorokannya terasa kering sejak keluar dari rumah tadi, tapi ia terlalu sibuk memikirkan wajah kosong Gauri untuk sadar kalau ia haus.
"Jadi, kenapa tiba-tiba jadi guru?"
Agam duduk di sofa seberang. Ia pikir Devan akan jadi pengusaha perfume karena bakatnya kuat sekali di bidang itu. Ternyata ... Guru adalah sesuatu yang di luar espektasi dia dan Gino, sebagai sahabat sehidup sematinya.
Devan mengangkat gelas, meneguk air itu perlahan. Ia butuh beberapa detik sebelum mengalihkan pandangan pada Agam.
"Karena aku bosan." sahutnya asal. Padahal ia tahu benar kenapa dia memutuskan jadi guru.
Devan memutar gelas di tangannya, tapi matanya tak benar-benar melihat ke arah siapa pun. Jawabannya terdengar ringan, tapi gestur kecilnya, bahu yang menegang, jari yang mengetuk kaca, mengatakan hal sebaliknya.
Gino yang tadinya asyik memainkan ponselnya langsung mendongak.
"Bosan? Kau serius? Kau tidak lihat kakekmu hampir membagi warisanmu pada aku dan Agam karena tindakan tidak masuk akalmu itu?"
Devan tertawa kecil.
"Setidaknya kakek tidak memberikannya secara cuma-cuma pada orang lain."
Agam dan Gino menghela nafas panjang. Dari semua tingkah Devan yang aneh, ini yang paling jauh. Gak ada angin gak ada ujan, tiba-tiba jadi guru. S3 bisnis, teknik informatika AI , Sains data, kerjanya malah jadi guru SMA swasta. Bukannya profesi guru itu tidak baik, hanya saja untuk seorang Devan yang dulu bercita-cita lain ...
Agak aneh.
"Selain bosan, apalagi alasannya?" tanya Agam lagi. Ia belum puas.
"Guru itu tenang."
Agam menaikkan satu alis.
"Tenang? Murid SMA? Kau lagi mabuk air putih?"
Devan menahan senyum tipis, tapi tak bertahan lama. Wajahnya kembali datar. Pandangannya menoleh ke pintu kamar Agam yang tiba-tiba terbuka.
Gino dan Agam juga melihat ke arah yang sama. Lalu seorang gadis keluar dari dalam kamar itu. Rambutnya acak-acakan, matanya di kucek-kucek. Wajahnya tidak begitu jelas dari tempat ketiga laki-laki itu, terhalang tangannya yang mengucek-ngucek matanya juga.
Gino yang melihat ada perempuan di apartemen Agam segera melirik sahabatnya itu dengan wajah penuh arti.
"Waaah, kamu hebat juga Gam. Menyembunyikan seorang wanita dalam rumah?"
"Itu adikku."
Perkataan Agam justru membuat Gino makin tersenyum lebar.
"Sejak kapan kau punya adik perempuan? Adikmu cuma ada satu, Ares. Jangan mengada-ngada."
Agam menghela nafas panjang dan menggeleng. Biar saja si Gino gak percaya. Sementara Devan, ia terus menatap ke gadis itu. Matanya menyipit seperti mengenalinya. Perawakannya familiar. Saat gadis itu berjalan makin dekat, Devan langsung mengenalinya.
Gauri?
Lagi? Sudah tiga kali dalam sehari ia melihat gadis itu. Gauri masih mengucek matanya. Dan Devan menggunakan kesempatan itu menghadap ke arah lain, jangan sampai terlihat oleh gadis itu. Bisa-bisa ia naik ke pangkuannya lagi, seperti biasanya.
Gadis itu dekat dengan Ares, Ares adik Agam, wajar dia ada di sini. Tapi kenapa harus bertemu lagi?
Ini pertama kalinya Devan dikacaukan oleh seorang perempuan. Bahkan ia tidak bisa mengendalikannya.
"Gauri, kamu kenapa bangun sayang? Haus? Mau kakak ambilin minum?" suara lembut Agam yang tidak pernah Gino dan Devan dengar membuat Gino tertawa geli.
"Kau memanggilnya sayang dan masih mengelak dia bukan pacarmu?"
Agam menghela nafas panjang, merasa lucu karena perkataan Gino yang salah besar mengira dia pacar Gauri, masih menggoda pula. Agam memang selalu membawa Gauri pulang bersama dia kalau lelaki itu tidak sedang kerja di rumah sakit. Gauri akan tantrum kalau tidak melihatnya terlalu lama. Dan kalau sudah tantrum parah, bahkan Ares tidak bisa menenangkan dia.
"Mata Gauri gatel kakaaak ..." Gauri berhenti di depan Agam, duduk di samping pria itu dan merengek seperti anak kecil. Matanya masih di kucek-kucek.
Devan sesekali melihat ke arah depan, tapi dengan cepat membuang muka ke samping lagi. Dia tidak percaya akan ada hari di mana dirinya akan bersikap bodoh seperti ini.
Agam langsung meraih kepala Gauri dan memiringkannya sedikit.
"Jangan dikucek terus. Nanti iritasi," gumamnya sambil meniup pelan kelopak mata gadis itu, gestur yang spontan, lembut, dan sepenuhnya bukan gaya Agam yang biasanya keras seperti batu.
Gino menutup mulutnya, tak mampu menahan tawa.
"Bro … kau meniup mata perempuan sambil manggil sayang. Itu level pacar, bukan level kakak angkat."
Agam memelototi Gino.
"Diem."
Namun Gauri tak memberikan perhatian pada perdebatan mereka. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Agam, masih merengek kecil.
"Matanya gatel banget …"
Gino masih menahan tawa. Tetapi ia memperhatikan tingkah laku gadis itu mirip anak kecil. Gino merasa wajah gadis itu familiar. Ia terus menatapnya dan mengingat-ingat di mana ia pernah lihat sebelumnya.
"Udah gak gatel?" Agam bertanya lagi dengan nada yang lembut sekali. Gauri mengangguk.
"Nanti kalo gatel lagi jangan di kucek ya. Bilang ke kakak." Gauri mengangguk patuh. Lalu ia mengendus-endus, seperti mencium bau yang familiar sebelum suara Gino membuatnya kaget.
"Ah! Aku ingat sekarang!" Gino berseru kencang.
Gauri kaget sekali dan Agam langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya, menepuk-nepuk punggungnya sambil memberikan tatapan membunuhnya ke Gino. Dia pikir nenangin Gauri yang tantrum gampang apa?"
Gino mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sebagai tanda menyerah.
"Oke, oke! Sorry! Tapi serius, aku inget dia!"
Agam mendesis,
"Pelan kan suara, idiot."
Namun Gino tidak bisa menahan diri. Ia mencondongkan tubuh, memicingkan mata ke arah Gauri yang kini meringkuk di pelukan Agam seperti anak kucing ketakutan.
"Jangan deket-deket, dia takut sama orang asing." Agam menendang Gino yang justru tertawa kecil.
"Van, coba lihat. Bukankah dia adalah gadis yang masuk ke mobil kamu kemaren, dan tiba-tiba ambil ciuman pertama kamu? Ya, benar dia."
Agam kaget mendengar itu. Devan menutup matanya dalam-dalam. Gino sialan.
"Apa katamu?" Agam menatap Gino seolah tidak yakin dengan apa yang baru dia dengar.
Ketika Gino hendak bicara lagi, Gauri melepaskan diri dari pelukan Agam dan menatap ke depan. Ke Devan yang terus menatap ke arah lain. Tapi percuma, Gauri sudah mengenalnya. Mata gadis itu berbinar.
Sebelum Devan berdiri hendak kabur dari sana, Gauri pun sudah berdiri dari sofa seberang dan kembali duduk di pangkuannya seperti siang tadi. Kali ini langsung mengendus-endus kulit lehernya lalu menyandarkan kepalanya di sana.
"Susu... Suuu-su ... Gauri suka ..."
Agam melongo. Gino hampir tersedak napas sendiri menahan tawa. Dan Devan ingin memaki saat itu juga pada Gino.
Devan Ampe gak tenang disamping Gauri, terlalu banyak hal yg bikin degdegan ya Van 🤭
Tapi gimana Gauri ga tergantung sama bapak,, perhatiannya itu lho...,, Gauri ga tau sj kalo pak Devan sudah dag Dig dug ser....🤭