Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
"Masih ingat perjanjiannya kan? Jangan coba-coba dekat dengan pria manapun! Aku gak mau ada orang lain yang tahu hubungan kita, termasuk ketiga sahabatku!"
"Iya ingat pak. Ya udah Lily mau keluar dulu!"
"Ya udah!" ucap Bima tidak peduli.
Lily membuka pintunya. Sulit. Masih tetkunci!
"Bisa tolong buka kuncinya pak!" Bima segera menekan tombol hingga pintu bisa di buka oleh Lily.
Lily bergegas masuk ke dalam lift yang ada di basement untuk sampai ke ruangannya. Meskipun lift ini di khususkan untuk para petinggi toh ia juga bisa menggunakannya jika terdesak. Dan ini sangat mendesak. Waktu istirahat yang sudah hampir habis membuatnya nekat memakai lift ini.
***
Lily merebahkan tubuhnya di kasur. Rasanya nyaman sekali. Lily harus berterima kasih kepada Dena karena sudah membelikan kasur yang super nyaman untuknya.
'Mbak Dena! Apa aku harus tanya soal pak Bima?'
Lily menggelengkan kepalanya, Aku juga gak boleh ganggu kan kalau mereka sedang bersama. Memangnya aku ini siapa?
Suara telfon membanggakan Lily yang sedang melamun.
"Iya pak?"
"..."
"Eh?"
"..."
"Tapi aku gak ada kewajiban ikut pak!"
"..."
"Ya sudah. Aku mandi sebentar."
"..."
"Iya."
Telfon di tutup.
Orang yang baru saja di fikirkannya menelfon dan memintanya bersiap untuk berangkat ke Bali. Padahal Lily yakin kalau Bima bisa melakukannya sendiri.
"Apa pak Bima mau sekalian bulan madu ya sama aku?" Lily tersenyum sendiri. "Jangan kegeeran Ly. Pak Bima kan udah bilang gak akan pernah nyentuh kamu!"
Lily menggelengkan kepalanya lalu segera bangkit menuju kamar mandi.
Telfon sedari tadi berbunyi, sudah dua puluh tiga kali hp Lily mati nyala karena panggilan.
"Iya?" tanya Lily karena nomor baru yang masuk di panggilannya.
"Ly, sudah siap makan malam?"
"Eh, mas Adit?"
"Aku akan jemput kamu jam tujuh nanti. Kamu share alamat kamu oke?!"
"Tapi setengah jam lagi Lily harus ke Bali mas."
"Bali?"
"Iya, anu, Pak Bima meeting soal hotel yang ada di sana malam nanti. Lily di minta ikut."
"Dasar si Bima ngeselin. Kayaknya dia sengaja gak bolehin kita makan malam romantis!" Lily tertawa mendengar nada Adit yang manja di seberang sana.
"Kapan-kapan aja ya mas. Maaf." sesal Lily.
"It's OK. Ini juga bukan salah kamu, tapi salah bos kutu kupret itu!"
"Mas dia bos aku loh, dia kan juga sahabat Mas Adit!" Adit tertawa.
"Ya sudah, hati-hati disana. See you next later!"
"Oke. Makasih mas."
Telfon di tutup. Lily memandang hpnya yang sudah gelap layarnya.
***
Malam begitu dingin, angin pantai yang bersemilir membawa beberapa dedaunan beterbangan ke sembarang arah. Jam sudah menunjukan waktu ke angka sembilan, tapi hiruk pikuk di jalanan dekat pantai Kuta masih saja ramai oleh aktifitas orang-orang yang sekedar mencari udara segar maupun yang sedang berkumpul dengan para sahabatnya.
Lily berjalan cepat mengikuti langkah kaki Bima yang lebar. Langkah kakinya terseok-seok karena lelah yang menderanya, setelah seharian ini bekerja dan sekarang Lily harus ikut dengan Bima ke Bali.
Lily memang sudah lama ingin ke Bali, tapi yang Lily mau untuk liburan, bukan untuk bekerja. Apalagi sekarang ini. Tenaganya sudah terkuras habis sedari siang. Lily hanya mau berbaring manja menyambut mimpi sekarang. Bisakah Lily protes? Tapi apakah Bima juga mau mendengar keluh kesah Lily sekarang?
Masuk ke sebuah kafe, di sebuah ruangan privat. Lily diam mendengarkan, sesekali menjelaskan tentang berkas yang ada di hadapannya, tapi lebih banyak Bima yang bekerja daripada Lily. Fokus Lily terbagi antara bekerja dan ingin tidur. Lily berusaha menahan kantuknya.
Meeting selesai hampir tengah malam. Lily melemparkan dirinya di atas kasur dengan kasar. Berguling ke kanan dan ke kiri, mencari posisi ternyaman untuk tidur.
Baru beberapa detik hampir terlelap Lily terbangun karena seseorang membuka pintu kamarnya.
"Pak Bima?" Lily mengucek matanya, takut salah lihat. Tapi benar yag di lihatnya adalah bosnya, suaminya.
"Bapak ngapain disini?" tanya Lily. Bima tidak menjawab, dia membuka kasar dasinya dan kemudian membuka satu persatu kancing kemejanya, lalu setelah itu melemparkan kemejanya ke sembarang arah. Dan yang membuat Lily terkejut adalah Bima membuka kancing celananya. Lily mengambil bantal dan menutupi wajahnya dari Bima.
"Bapak mau apa?" takut Lily, jantungnya sudah berdentum dengan keras. Beberapa detik kemudian, Lily merasakan kasurnya bergoyang yang membuat detak jantung Lily semakin hebat tak karuan.
Lily terkejut saat bantal yang di pakai untuk menutupi wajahnya di rebut paksa oleh Bima. Lily refleks menoleh dan terpaku karena melihat wajah Bima yang sangat dekat dengan dirinya. Mata Bima sangat tajam namun lembut saat pandangan mereka berpapasan.
"Bapak... Inget perjanjian pak." ucap Lily takut, Lily mulai mundur bersamaan saat Bima memajukan tubuhnya. Tangan Bima terulur melewati pinggang Lily yang membuat mereka semakin dekat. Rasanya Lily sulit bernafas sekarang. Apalagi Bima dengan tubuh polosnya, ah tidak! Bima masih memakai celana boksernya, tapi tubuh Bima sangat menggoda!
"Apa ini waktunya? Apa pak Bima akan..." Lily memejamkan matanya karena gugup.
"Apa yang kamu fikirin? Aku cuma mau ngambil bantal di belakang kamu!" .
Semangat thor 💪💪