Ketika sabar menjadi sadar, peduli menjadi diam maka kamu bebas sekarang.
Ketika Ia kecelakaan hampir merenggut nyawa dan kritis beberapa waktu,suaminya justru tidak peduli dan merawat wanita lain yang hanya demam biasa di rumah sakit yang sama.
Pada akhirnya Liliana menyerah karena tak pernah di anggap dan tak pernah mendapatkan respon balik, sekalipun nyawanya hampir melayang jadi Ia mengajukan perceraian mereka.
Namun Ketika Ia sudah memutuskan menyerah dan bercerai, suaminya tiba-tiba berubah dan ingin mempertahankan pernikahan mereka.
Akankah Liliana berubah pikiran untuk bertahan?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hantari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertengkar
"Bik Inah,papa sama mama belum turun?"
Liliana baru saja keluar dari kamarnya setelah selesai membersihkan diri dan berpakaian rapi,tentu saja semua Ia mandi dan berpakaian di kamar pribadinya karna Bara tidak akan pernah mengijinkannya.
"Nyonya besar dan tuan Besar pergi ke luar nyonya tadi pagi-pagi sekali,katanya pergi ke rumah sakit dan nyonya besar berpesan tidak perlu menunggu mereka sarapan",jawab Bi Inah sembari menyiapkan sarapan dengan telaten.
"Kenapa tidak memanggil dokter ke rumah saja"Ucap Lily bergumam hingga Ia tidak bisa fokus dengan sarapannya, karna masih kepikiran tentang kondisi Papa Maxwell apakah sudah separah itu?
Tiba-tiba kursi di depannya muncul Bara yang sudah rapi dengan setelan kerjanya, seperti biasa dengan wajahnya yang datar dan dingin benar-benar seperti merasa tidak ada siapapun di sana.
Namun Liliana juga tidak peduli, cepat-cepat Ia menghabiskan sarapannya tanpa mempedulikan Bara yang juga tak mempedulikan keberadaannya di sana, setelah selesai menghabiskan sarapannya Ia langsung bangkit dan pergi dari sana mengambil tasnya yang di letakkan di kursi sampingnya.
"Mau pergi kemana?"
"Bukan urusan mu",setelah mengatakannya Ia langsung melangkah pergi dari sana.
Bara tersenyum smrik dan masih dengan santai menikmati sarapannya, sembari di dalam hati menghitung angka mundur.
Dan...
"Apa-apaan ini!".Lily kembali dengan langkah cepat dan kesal.
Bara sudah selesai dengan makannya,Ia bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan Lily yang menatapnya dengan raut wajah yang sangat tidak bersahabat."Kenapa?"
Lily sedikit goyah dengan suara bariton pria dengan wajah tampan di hadapannya itu,yang selalu membuatnya terpikat meski memang segala sesuatu hal tentang Bara memang selalu membuatnya terpikat dan jatuh cinta.
"Ke...kenapa aku tidak di ijinkan keluar?,aku bukan tahanan mu!aku ingin keluar dan kau tidak berhak menghalangi ku!"
"Apakah kau lupa kau baru saja keluar dari rumah sakit dan baru selesai operasi,dan kau ingin kelayapan?"
"Kenapa kau tiba-tiba peduli?, lagipula aku keluar untuk ke rumah sakit"
"Dokter yang menangani mu sebentar lagi datang,dan selama beberapa kedepan juga"
Deg...
Kenapa Bara tiba-tiba perhatian padanya,itu adalah pertama kalinya Bara mengkhawatirkannya tapi tidak,Ia tidak akan goyah tekadnya untuk bercerai sudah bulat dan Ia tidak akan jatuh ke lobang yang sama lagi setelah berulang kali.
Sebenarnya bukan hanya ingin pergi ke rumah sakit,Lily juga ingin pergi ke kejaksaan hukum untuk tidak membiarkan Bara melakukan sesuatu yang tidak-tidak dengan surat cerai yang sudah di ajukan, seperti ancamannya semalam.
"Aku pasti bisa keluar nanti bagaimanapun caranya", ucapnya bergumam dalam hati kemudian berbalik untuk melangkah pergi menuju kamarnya karna ada sesuatu yang ingin Ia cari.
"Aku sudah menarik surat pengajuan cerai yang kau serahkan pada kejaksaan hukum"
Seketika langkah Lily terhenti dan langsung berbalik dengan wajah terkejut,di tatapnya tajam wajah tampan Bara yang tetap memasang wajah datar dan dingin."Apa?kenapa kamu melakukan itu?"
"Aku sudah mengatakannya semalam,hanya aku yang akan mengajukan perceraian kita dan itu setelah perjanjian selesai dan selama itu kau tidak bisa pergi kemana-mana sesuka mu karna aku tidak ingin kau mencoreng nama baik ku"
Selesai mengatakan itu Bara tanpa rasa bersalah sedikitpun melewati tubuh Lily yang mematung.
Kemarahan Lily tak terbendung lagi, mencoreng nama baik?bahkan Ia sedikitpun tidak ada kepikiran sejauh itu,Ia hanya ingin pergi jauh tanpa mempermalukan siapapun.
"Kamu egois,bukankah seharusnya kau merasa senang karena kita lebih cepat bercerai,tapi kenapa kau menyiksa ku lagi dengan hal ini !aku juga ingin bahagia atas hidup ku!aku tidak ingin hidup selamanya seperti ini,kenapa kamu begitu Egois Bara!"
Lily berteriak begitu marah sampai tubuhnya bergetar hingga nafasnya naik turun tidak teratur,kedua tangannya terkepal kuat.
Para pelayan di sana membeku di tempat karna itu pertama kalinya mereka melihat Liliana marah,bahkan berteriak dengan begitu menggelegar.
"Kenapa kau harus selalu menyulitkan dan menyiksa ku dalam segala hal!"
Bara tanpa sadar mengepal kedua tangannya ketika melihat Lily yang menangis dengan penuh amarah meneriakinya,apakah perempuan itu benar-benar sudah membenci nya? sebesar apa kebenciannya?
"Aku membenci mu!"
2 kali kalimat benci keluar dari mulut Liliana untuk Bara.
Bara membeku di tempatnya,Ia yang tadinya akan meninggalkan Lily jadi orang yang di tinggal Lily karena perempuan itu pergi ke kamarnya setelah mengucapkan kebencian padanya.
***
"Bos,anda terlihat tidak fokus apakah sedang ada masalah?"
Willy khawatir melihat bosnya yang sejak pagi tadi hanya duduk di kursinya dan diam seperti seorang yang stress hingga duduk sampai berjam-jam tanpa melakukan apa-apa,"Bos kelihatannya lagi banyak pikiran"
"Bos,di depan ada Laura memaksa bertemu"
"Suruh dia pergi,aku tidak ingin menemui siapa-siapa"
Willy tersenyum puas, kemudian akan segera pergi mengusir Laura namun sebelum Ia keluar Laura perempuan dengan pakaian body seksi itu sudah masuk dan langsung menghambur kepada Bara.
"Kenapa kau bisa masuk! keluar,Bos tidak bisa di ganggu sekarang"
Willy berusaha menarik tangan Laura pergi dari sana,namun wanita itu dengan Iicik melepaskan diri kemudian langsung memeluk Bara yan duduk di kursi kebesarannya.
Bara memijat pelipisnya,kenapa akhir-akhir ini pikirannya begitu banyak namun yang memenuhi pikirannya tak lain adalah sikap Liliana yang berubah.
"Willy keluarlah",Bara menyuruh Willy keluar.
Laura begitu senang kemudian langsung duduk di pangkuan Bara dengan mengalungkan tangannya di leher kekasihnya itu.
"Kenapa kau kemari?"
Pertanyaan yang begitu dingin yang baru kali ini di dengar Laura, membuatnya memberengut kesal."Kenapa sih akhir-akhir ini kamu jauhin aku,kamu juga bersikap dingin sama aku!kamu gak cinta lagikan sama aku"
Laura bangkit dengan melipat kedua tangannya kesal.
Hal itu membuat Bara menghembuskan nafas kasar, itulah alasannya tidak ingin bertemu Laura di saat Ia sedang banyak pikiran karena Ia tidak akan punya banyak tenaga membujuk Laura bahkan begitu malas berbicara dengan siapapun jika Ia sedang banyak pikiran seperti sekarang."Maaf,aku memang banyak pikiran akhir-akhir ini"
"Selalu seperti itu,apasih yang emang kamu pikirin, perempuan jalang itu?!"
Ketus Laura masih dengan melipat kedua tangannya dan membelakangi Bara.
"Iya tapi bukan seperti yang kamu pikirkan"
Laura tiba-tiba menangis,"Kau memikirkannya karna kau mulai mencintainya kan!"
"Aku hanya sebatang kara yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari siapapun sejak dulu,dan selamanya aku akan hidup sendiri karena aku tidak pantas mendapatkan cinta...hiks"
Bara menarik tangan Laura hingga duduk di pangkuannya,"Maafkan aku,aku tidak bermaksud begitu!"
Laura senang karna Bara sudah seperti kemarin-kemarin yang mau membujuknya,Ia kembali mengalungkan tangannya di leher Bara dan tersenyum.
"Aku hanya sendirian di dunia ini,jangan tinggalkan aku ya"
"Iya,aku tidak akan meninggalkan mu".Bara mengusap rambut cantik milik Laura.
Laura begitu senang sekarang, karna Bara masih sama seperti dulu"Kalau begitu kapan perceraian kalian akan keluar sayang?"
"Apa masud mu?"
###
Bersambung...
Maaf semalam author ketiduran, seharunya ini semalam di upload 🙂
🤭🤔 di lanjut ya Thor 🙏
lanjut Thor 💪😘🤗
harusnya kamu bilang pertemuan mu dengan laura