Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Oh Keira yang Galak
Sejenak, Keira masih tercenung belum bisa menjawab. Hingga ia menyadari Maggie mendekat dan mengelus punggungnya.
"Keira, tidak perlu dijawab sekarang. Kamu memiliki banyak waktu untuk memikirkannya," ucap Maggie. Ia begitu sabar ketika berbicara dengan Keira. Meskipun seluruh karyawan Revan mengenal betul Maggie adalah pribadi yang tegas bahkan terbilang kasar.
"Ya Tante. Sama mau fokus bekerja dulu. Buat lanjutin kuliah yang terbengkalai. Kalau saya terima begitu saja setiap orang yang meminang, apa jadinya nanti. Bukankah saya perlu banyak membenahi diri?" Bulir bening di pipi gadis itu merembes dengan derasnya.
Tak dapat terbendung. Ia berusaha keras mencambuk sendiri dirinya. Setelah mengetahui pengakuan Bram tentang perusahaan keluarganya yang ternyata masih ada dan berjalan lancar. Di saat itu juga Keira merasa terkhianati oleh sang kakak.
Sejak mengetahui hal itu. Ia bertekad untuk serius menekuni dunia bisnis. Belajar banyak dari bos genitnya adalah salah satu tujuan Keira nantinya. Oke, kembali ke Revan dan Keira.
"Ya. Benar kata mama. Kamu gak perlu jawab sekarang. Karena sekarang kamu lagi kerja sama aku, ikuti semua perintahku sebagai asisten pribadi yang sebenarnya," ujar Revan.
"Saya akan bersikap profesional dan proaktif kok Pak, jika itu menyangkut pekerjaan." Keira segera meraih tas miliknya dan mulai meninggalkan rumah Maggie setelah berpamitan.
Saat itu juga Revan tercenung menatap wajah gadis itu, "Kamu harus menjadi milikku, Keira."
"Pak, jadi pergi ke Bandung apa masih kangen mamanya? Saya tunggu di mobil deh ya Pak," seloroh Keira.
"Hmmm ... cari gara-gara kamu, belum tahu siapa sebenarnya Revan. Aku akan mengatasnamakan pekerjaan sebagai cara mendapatkan kamu," lirihnya, kemudian melangkah pergi.
Licik sekali akalnya. Setelah penolakan yang dilakukan Keira, ia mencari celah untuk mendapatkan gadis itu.
Ia merasa kesal. Tidak ada satu wanita pun yang berani menolak pesonanya selama ini. Selain rupawan, ia juga pria dewasa yang mapan. Tentunya impian semua wanita bukan? Tetapi Keira menilai orang bukan dari segi materi.
Mungkin bagi sebagian orang. Menganggap ini mustahil. Mengingat jaman sekarang semua serba membutuhkan uang. Tapi Keira juga ingin membuktikan bahwa wanita juga bisa berperan mencari uang, bukan hanya kaum lelaki. Prinsip ini telah ada dalam keluarga Keira sejak lama. Dan ia pun berpegang teguh pada prinsip tersebut.
Revan segera duduk di kursi kemudi bersama Keira yang telah menunggu duduk bersandar tepat di sampingnya.
Revan menoleh sebelum menyalakan mesin, kemudian menginjak pedal menelusuri jalanan wilayah Badung - Bali.
"Keira, apa boleh saya mengajukan pertanyaan?" tanya Revan mengusir kesepian.
Sejak tadi ia mengutarakan keinginannya untuk mempersunting wanita di sampingnya, gadis itu jadi pendiam. Cerianya hilang, tak seperti hari-hari sebelumnya.
"Boleh, boss 'kan bebas, Pak. Tanya aja, pasti Keira jawab kok selagi bisa." Pandangan Keira tetap lurus ke depan menatap jalanan yang mulai ramai.
"Kalau nanti kamu menikah, apa kamu masih ingin bekerja?" tanya Revan berhati-hati.
"Tentu saja Pak. Saya gak mau tergantung dengan suami," terang Keira. Masih sama, tidak ada perubahan ekspresi yang ia tampakkan. Pandangannya sama masih lurus ke depan.
"Dan kewajiban kamu sebagai istri—" Revan merasa canggung, sehingga dengan tiba-tiba ia menghentikan kalimat yang diucapkannya.
Keira tersenyum simpul lalu menoleh ke arah Revan yang sesekali mencuri pandang ke arahnya. Gadis itu kini menatap lekat wajah si bos yang playboy-nya pakek banget dalam jarak dekat. Entah kenapa ia ingin memberi pelajaran pada semua pria yang mempermainkan wanita.
Tepatnya, Keira ingin merubah pribadi Revan agar tidak dinilai buruk oleh semua orang yang mengenalnya.
"Saya tentu akan memenuhi semua tugas sebagai seorang istri," balasnya, kemudian ia kembali menatap ke depan dan menyandarkan tubuhnya di kursi mobil.
"Jika kamu ingin memenuhi tanggung jawab sebagai seorang istri, lalu kamu menolak suami memberikan tanggungjawabnya?" Revan tak kalah memasang wajah dinginnya.
"Memang kewajiban suami bekerja dan menafkahi istri beserta keluarga, tetapi alangkah baiknya jika istri bisa membantu meringankan beban. Selain itu, dengan bekerja setidaknya istri akan dinilai berharga."
"Jadi bagi kamu harga diri lebih penting?"
"Bukan masalah penting atau tidak penting, Pak. Tetapi jaman sekarang begitu banyak pria hidung belang. Yang mengandalkan kekayaan meniduri wanita dengan percintaan satu malam juga sudah banyak," sindir Keira, membuat pipi Revan berubah warna.
Malu tentunya. Ingin sekali Revan mengelak. Tetapi ia sadar betul jika Keira pernah menangkapnya basah di kamar bersama wanita binal di apartemennya.
"Sebegitu buruknya aku di hadapan kamu? Tidakkah ada tempat untuk memperbaiki semuanya?" Revan menghentikan mobilnya mendadak di bahu jalan.
"Bukan begitu Pak," sanggah Keira cepat.
Sengaja Keira menghindari tatapan mata Revan yang kian menajam. Ia mendekatkan tubuhnya, membuat Keira gugup dan reflek mundur.
"Kamu, beri aku kesempatan atau tidak?"
"Lihat nanti, Bapak bukannya ngajakin ke Bandung? Atau ini cuma akal-akalan saja?" tukasnya sewot.
"Kamu ngeselin ya. Saya boss kamu loh, kalau saya gak bisa bikin kamu jatuh cinta dalam sebulan, jangan panggil saya Revan dan kamu bebas ngapain aja. Resign sekalipun juga boleh!" tantang Revan menampakkan wajah terdingin yang dia miliki.
Revan kembali menyalakan mesin mobilnya. Kemudian melaju dengan kecepatan tinggi. Sepanjang perjalanan Keira memilih diam. Meski ia tahu Revan tidak mengijinkannya pulang untuk membawa peralatan sekalipun.
**
Revan dan Keira telah sampai di salah satu hotel berbintang di Bandung. Mereka disambut dengan jamuan spesial. Ini adalah pertama kalinya bagi Keira.
Gadis itu terperangah kagum melihat desain elegan nan mewah. Pasti mahal menyewa tempat itu? Berapa banyak yang harus Revan keluarkan? Banyak sekali pertanyaan yang mengganggu pikirannya.
Baginya sudah biasa melihat Revan dikerumuni oleh wanita. Tapi setelah lelaki itu mengutarakan niatnya untuk mempersunting dirinya, sikapnya berbeda. Ada rasa kesal melihat si bos berbicara dengan lawan jenis meski itu hanya terlihat sebagai kolega kerjanya saja.
Saat itu, setelah dikalungi karangan bunga. Revan diantar ke kamar pribadinya. Jengkelnya Revan mengabaikan Keira yang sedari tadi mematung seperti manekin tak terpakai.
Melirik ke arah Keira saja tidak, apa lagi menyapa. Gadis itu benar-benar dibuat seperti kambing congek di sana.
Ini tidak bisa dibiarkan. Keira geram dan berjalan mengikuti kemanapun Revan pergi. Meski sesekali setengah berlari mencoba mengimbangi sang bos. Apa boleh dikata. Semua ia lakukan mengesampingkan perasaannya. Meski akhirnya kesal juga.
Seorang wanita yang bersama Revan berbelok ikut memasuki kamar VVIP. Dada Keira seperti dihujam belati seketika. Dengan gerakan cepat ia berlari menyusul hingga tenaganya tak tersisa.
"Tunggu! Apa-apaan ini! Masuk ke kamar pria karena ia seorang bos?" selorohnya. Membuat Revan malu dan terkejut.
"Keira, ada apa? Ini Ajeng, sekretaris Papa. Ia mengantarku kemari untuk menunjukkan semua barang-barang yang aku pesan," terang Revan.
Keira tercekat. Ia segera meminta maaf kepada Ajeng selaku sekretaris orang tua Revan. Ada yang terasa sakit, tapi tak terlihat. Ada yang terluka tapi tak berdarah. Ya. Hati Keira merasa terluka. Bahkan, ia tidak menyadari apa yang dirasakannya saat ini.
— To Be Continued