Vanesa, Gadis muda yang menerima pinangan kekasihnya setelah melewati kesedihan panjang akibat meninggalnya kedua orang tuanya, Berharap jika menikah sosok Arldan akan membawa kebahagiaan untuknya.
Namun siapa sangka semuanya berubah setelah pria itu mengucapkan janji suci pernikahan mereka.
Masih teringat dengan jelas ingatannya di malam itu.
"Arland, Bisa bantu aku menurunkan resleting gaunku?"
Sahut Vanesa yang sejak tadi merasa kesulitan menurunkan resleting gaun pengantin nya.
Tangan kokoh Arland bergerak menurunkan resleting di punggung istrinya dengan gerakan perlahan.
"Terima kasih"
Sahut Vanesa yang menatap Arland di pantulan cermin yang ada di hadapannya.
Arland menarik ujung bibirnya, Menciptakan senyum mengerikan yang membuat Vanesa melunturkan senyum miliknya.
"Vanesa, Selamat datang di neraka milikku"
Ucap Arldan pada saat itu yang kemudian meninggalkan Vanesa begitu saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pio21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali memarahinya
Setelah pertemuannya dengan Lili, Vanesa segera kembali ke rumah dengan cukup tergesa gesa, Dia cukup takut jika Arldan tau jika dia keluar rumah tanpa sepengetahuannya.
Vanesa berlari kecil, Masuk ke dalam rumah dimana matanya menangkap sosok bibi Sumi di ujung sana.
"Bibi Sum"
Sapa gadis tersebut
Namun wajah bibi Sumi saat ini terlihat ketakutan, Lantas gadis itu segera mengalihkan pandangannya, Dan seketika tubuhnya mematung ketika menyadari sosok pria yang tengah duduk di sofa yang menatapnya dengan tatapan mengerikan.
Vanesa meneguk ludahnya dengan kasar, Ketakutan jelas menghantam dirinya, Tangannya saling meremas dimana terdapat kresek hitam di sana.
"Bibi Sumi mengatakan jika kau sakit, Tapi rupanya kau masih memiliki tenaga untuk berkeliaran di luar sana"
Suara Arland terdengar begitu dingin masuk di indra pendengarannya, Jika dulu dia begitu menyukai suara itu, Kini tersisa ketakutan yang dia rasakan ketika mendengarnya.
Vanesa menundukkan kepalanya, Dia benar benar tidak berani menatap wajah Arland saat ini.
Arland menatap istrinya dengan tatapan yang begitu mengerikan, Entahlah rasanya ketika melihat wajah itu amarahnya terus melonjak tanpa bisa dia kendalikan.
Bayangan tentang kehidupan kelamnya ketika sang adik meninggalkannya, Seolah olah membuat pria itu gelap mata.
Sregggg
Dengan kasar dia menarik tangan gadis tersebut, Bisa di lihat Vanesa terkejut dengan tindakannya.
Bibi Sumi di ujung sana jelas saja merasa panik, Saat ini kondisi nona nya itu belum pulih sepenuhnya, Dan pikirannya berkelana dimana tuannya itu akan memukul istrinya kembali dengan menggila membuatnya ketakutan setengah mati.
"Tuan, Nona baru sadar, Tolong jangan memukulinya"
Ucap Bibi Sumi yang berusaha mengumpulkan keberaniannya.
Bisa dia lihat Arldan menghentikan langkah kakinya yang saat ini menarik paksa Vanesa naik ke atas tangga menuju kamarnya.
"Bibi Sumi, Sebaiknya kau hanya mempedulikan tugasmu, Dan untuk istriku itu menjadi urusanku, Jadi jangan ikut campur dengan yang bukan menjadi tugasmu"
Arldan berkata dengan penuh penekanan, Menatap bibi Sumi dengan tatapan dinginnya.
Vanesa yang mendengar perkataan Arldan seketika melirik ke arah bibi Sumi, Bisa dia lihat wanita tua itu akan membuka mulutnya kembali.
Vanesa dengan cepat menggelengkan kepalanya, Dia tidak ingin bibi Sumi terkena imbas dari kemarahan Arldan untuknya.
Arldan kembali menarik tangan Vanesa dengan kasar, Membuat gadis itu beberapa kali tersandung anak tangga yang membuat kakinya terasa sakit, Namun jelas rasa sakit di tangannya lebih mendominasi.
Vanesa memilih diam, Mengikuti langkah Arldan dengan terseok-seok, Hingga tubuhnya di hempaskan di lantai ketika tiba di kamar pria itu.
Bughhh
"Kau sudah memiliki keberanian keluar tanpa seizin ku"
Suara pria itu terdengar begitu menggelegar di ruangan tersebut.
Vanesa berusaha menguasai tubuhnya, Dimana kini rasa sakit kembali menghantamnya.
"Aku aku bertemu Lili sebentar, Lalu pergi membeli beberapa obat di apotek"
"Aku ingin meminta izin darimu, Tapi aku tidak tau bagaimana cara menghubungimu"
Vanesa berusaha menjelaskan kesalahpahaman ini, Berniat agar pria itu sedikit berbelas kasih untuknya.
Ya, Dia bukan ingin kabur atau bersikap lancang pada Arldan, Hanya saja dia tidak memiliki nomor pria itu untuk bisa di hubungi.
Namun sepertinya dia terlalu berharap banyak pada pria tersebut.
"Kau berani menjawab sekarang"
Arldan terlihat tidak senang menatap Vanesa, Bergerak mendekati gadis tersebut lantas kembali menarik Surai hitam milik Vanesa dengan kasar.
"Kau ingin mengadukan apa yang ku lakukan padamu pada gadis itu ha"
Arldan kembali berteriak dengan marah, Semakin mengencangkan tarikannya pada rambut Vanesa.
"Tidak tidak Arldan, Aku tidak melakukan itu"
"Aku hanya bertemunya sebentar lalu pergi ke apotek"
Jawab Vanesa dengan cepat ke arah pria itu.
Namun saat Arland ingin menimpalinya, Suara bibi Sumi terdengar memecah keadaan.
"Tuan, Tuan besar menelfon, Dia ingin berbicara dengan anda"
Dan ketika mendengar itu bisa dilihat Arldan melepaskan cengkeramannya, Lantas bergerak keluar dari kamarnya untuk menerima panggilan dari kakeknya.
Yah, Saat ini hanya kakeknya yang tersisa dalam hidupnya. Dan dia begitu menghormati dan menyayangi pria tua itu.
Melihat Alrdan yang telah pergi ke lantai bawah, Bibi Sumi lantas bergegas masuk kedalam kamar tersebut, Dia segera menghampiri Vanesa yang terlihat berantakan di bawah lantai.
Tanpa aba aba dia membawa gadis itu kedalam pelukannya, Memeluk gadis itu dengan erat.
"Maafkan bibi karna tidak bisa menolong anda nona"
Suara bibi Sumi terdengar bergetar, Dia merasa bersalah karna tidak mampu melindungi gadis baik itu dari tuannya.
"Bibi selalu menolongku, Jangan mengatakan apapun, Terima kasih karna telah menyayangiku, Bibi"
Timpal Vanesa cepat, Baginya bibi Sumi sudah sangat baik padanya, Mengurusnya ketika sakit, Bahkan terkadang menyelipkan makanan untuknya ketika dia di hukum oleh Alrdan dan tidak di izinkan untuk makan dalam sehari.
Bibi Sumi tidak lagi menjawab, Dia hanya bisa memeluk tubuh gadis tersebut kedalam pelukannya, Dimana isak tangis dari keduanya terdengar begitu lirih dan menyayat hati.
****************
Di bawah sana Arldan terdengar berbincang dengan kakeknya melalui telefon, Beberapa kali membahas tentang perusahaan mereka.
"Lalu bagaimana keadaan cucu menantuku?"
Pertanyaan kakeknya membuat Arldan seketika terdiam beberapa waktu
"Dia baik baik saja"
Pria itu menjawab dengan pelan.
"Aku harap kau menjaga gadis itu dengan baik, Kau tidak akan menemukan gadis sepertinya ketika gadis itu menghilang dari genggamanmu"
Sang kakek di seberang sana kembali mengingatkan dirinya, Entahlah Arldan rasa kakeknya terlalu berlebihan dalam menyayangi Vanesa, Bahkan bisa di katakan pria tua itu lebih menyayangi Vanesa ketimbang dirinya sendiri.
Dan kalimat yang di ucapkan kakeknya itu sering kali dia dengar, Bahkan acap kali di ucapkan ketika mereka bertemu bahkan berbincang melalui ponsel.
Bukankah itu terlalu berlebihan?
"Ya, Aku akan mengingat itu kakek, Kau sudah terlalu sering mengingatkan ku tentang hal itu"
Timpal Arldan kemudian.
Lantas dalam beberapa detik terdengar suara gelak tawa di balik sana.
Kakeknya tertawa untuk beberapa waktu.
"Kakek hanya tidak ingin kau melakukan tindakan yang salah, Dan membuatmu menyesalinya di kemudian hari"
Sahut tuan besar Santoso setelah mengehentikan tawanya.
"Lalu katakan pada kakek, Apakah cucu menantuku sudah hamil?"
Kali ini dia terendah begitu antusias.
Tentu saja dia sama dengan kakek pada umumnya, Menantikan kehadiran cicit di masa tuanya agar hidupnya lebih bewarna. Kadang pria tua itu berdoa, Semoga dia di beri kesempatan melihat cicitnya sebelum tuhan memanggilnya.
"Belum kakek, Itu masih terlalu cepat"
Mendengar jawaban cucunya seketika pria tua itu langsung melayangkan protesnya.
"Kalian telah menikah selama 4 bulan, Aku pikir itu waktu yang cukup lama untuk membuat 1 cicit untukku"
"Tapi tuhan belum memberikannya, Kakek"
Arldan terlihat menghela nafasnya pelan, Dia cukup bingung bagaimana mengatasi kakeknya ketika berbicara menyangkut Vanesa, Istrinya.
"Kau tidak mengkonsumsi alkohol bukan? Itu akan mempengaruhi kualitas S..p..ma mu ketika kau melakukannya"
Tuduh tuan besar Santoso, Tiba tiba pria tua itu merasa curiga ke arah cucunya.
"Tentu saja aku tidak melakukannya, Kakek"
Alrdan memijat pelipisnya yang tiba tiba merasa sakit karna tuduhan tuduhan yang ajukan oleh kakeknya.
"Itu bagus, Setidaknya kau harus menghargai ginjal yang di berikan orang lain untukmu"
Sahut tuan besar Santoso yang terdengar begitu lega ketika mendengar jawaban cucunya.