Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Malam di desa itu masih dipenuhi cahaya lentera yang berpendar lembut, menciptakan suasana hangat dan meriah. Penduduk desa duduk bersama menikmati hidangan hasil panen yang melimpah. Rafael, Liana, dan Luca pun ikut duduk bersama mereka, menikmati momen damai yang jarang mereka rasakan selama ini.
Namun, ketenangan itu sedikit terganggu ketika seorang pemuda desa yang tampan dan bertubuh tegap menghampiri Liana. Dengan senyuman ramah, pemuda itu mengulurkan tangannya.
"Maukah kau menari denganku?" tanyanya sopan.
Liana yang terkejut hanya bisa tersenyum canggung. "Oh... Aku—"
Belum sempat Liana menjawab, Rafael yang sejak tadi memperhatikan interaksi itu merasakan dadanya menghangat dengan perasaan yang tidak nyaman. Ia menggenggam gelas kayu di tangannya lebih erat, seakan-akan itu bisa meredam gejolak hatinya.
Luca, yang duduk di sampingnya, memperhatikan perubahan ekspresi Rafael dengan senyum geli.
"Apa yang kau tunggu?" bisik Luca sambil menyikut Rafael pelan. "Kalau kau terus diam, Liana bisa saja menerima ajakan pria itu, dan kau akan kehilangan kesempatanmu."
Rafael melirik Luca dengan tatapan tajam, tapi pria itu hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum jahil.
Sementara itu, Liana yang merasa tak enak menolak secara langsung akhirnya tersenyum tipis kepada pemuda desa itu. "Aku rasa... aku harus istirahat lebih awal malam ini. Terima kasih atas ajakannya."
Pemuda itu tampak sedikit kecewa tapi tetap tersenyum ramah. "Baiklah, kalau begitu, semoga kau menikmati malam ini."
Saat pemuda itu pergi, Rafael menghela napas lega tanpa sadar. Namun, Luca kembali menyenggol lengannya.
"Kau cemburu, bukan?" godanya.
Rafael mendesah, menatap Luca dengan tajam. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."
Luca tertawa pelan. "Ayolah, Rafael. Semua orang bisa melihat tatapan membunuh yang kau berikan kepada pria itu. Kalau kau memang memiliki perasaan untuk Liana, kau harus segera mengatakannya sebelum ada orang lain yang mendahului mu."
Rafael terdiam. Ucapan Luca ada benarnya. Perasaan yang selama ini ia coba abaikan semakin nyata, terutama saat ia melihat ada orang lain yang mencoba mendekati Liana. Tapi, apakah ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya? Di tengah pelarian dan bahaya yang masih mengintai mereka?
Liana yang sudah kembali duduk di tempatnya menatap Rafael dengan dahi berkerut. "Kenapa kalian berbisik-bisik?"
Luca hanya terkekeh. "Oh, tidak ada. Kami hanya membahas sesuatu yang menarik."
Liana mengernyit bingung, namun memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut kepada Rafael ataupun luca.
Malam itu, setelah perayaan desa mulai mereda dan warga kembali ke rumah masing-masing, Rafael, Liana, dan Luca duduk di teras rumah lelaki tua yang telah menampung mereka. Angin malam berembus lembut, membawa sisa-sisa aroma makanan yang masih tersisa dari perayaan. Liana terlihat sedikit termenung, sementara Luca bersandar di kursi kayu dengan ekspresi puas setelah menikmati berbagai hidangan desa.
Rafael memperhatikan Liana dari sudut matanya. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi—momen ketika pemuda desa itu mengajak Liana menari, dan bagaimana Liana dengan halus menolaknya. Rasa cemburu yang tadi membara masih tersisa di hatinya, tapi dia tidak ingin menunjukkannya secara gamblang.
Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya menoleh ke arah Liana. "Kenapa tadi kau menolak ajakan pemuda desa itu?" tanyanya dengan nada santai, meskipun ada ketegangan tersembunyi dalam suaranya.
Liana mengerjapkan matanya, sedikit terkejut dengan pertanyaan Rafael yang tiba-tiba. "Hmm? Maksudmu?"
Rafael menatapnya lurus. "Kau bisa saja menari dengannya. Aku melihat bagaimana dia berusaha mendekatimu. Tapi kau menolak. Kenapa?"
Liana terdiam sejenak, seakan sedang mempertimbangkan jawabannya. Matanya menatap Rafael dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Aku hanya... tidak ingin," jawabnya akhirnya, mengangkat bahu.
"Tidak ingin?" Rafael mengulanginya, menyipitkan mata. "Bukankah kau menyukai menari?"
Luca yang sejak tadi diam tiba-tiba tertawa kecil. Ia melihat celah untuk menggoda sahabatnya itu. "Rafael, kau terdengar seperti seorang pria yang mencari kepastian dari gadis yang disukainya. Kau ingin tahu apakah dia menolaknya karena dia lebih memilih seseorang yang lain, bukan?"
Rafael menoleh tajam ke arah Luca, sementara Liana hanya menatap mereka berdua dengan ekspresi bingung. "Aku hanya bertanya, Luca. Tidak ada yang lebih dari itu."
Luca semakin terkekeh. "Tentu, tentu saja. Aku hanya heran kenapa kau tidak bertanya saja dengan lebih jujur. Misalnya, 'Liana, apakah kau lebih suka menari denganku daripada dengan pemuda desa itu?'"
Rafael menghela napas panjang, merasa jebakan Luca semakin mempermalukannya. Liana, di sisi lain, masih diam, wajahnya tampak berpikir. Namun, pipinya terlihat sedikit memerah, dan Rafael tidak bisa mengabaikan itu.
Luca, yang menikmati kekacauan kecil ini, melanjutkan, "Atau kau bisa saja langsung berkata, 'Liana, aku ingin kau hanya menari denganku,' dan lihat bagaimana reaksinya."
"Luca, bisakah kau diam?" Rafael mendesah, mencoba menutupi kekesalannya.
Liana tiba-tiba tersenyum kecil. "Jika kau begitu penasaran, Rafael, jawabannya sederhana. Aku menolak menari dengannya karena aku tidak ingin menari dengan sembarang orang."
Rafael menoleh, menatapnya lebih dalam. "Lalu, siapa orang yang kau ingin ajak menari?"
Liana tersenyum samar. "Mungkin seseorang yang cukup berani untuk mengajakku secara langsung, bukan lewat pertanyaan menjebak."
Luca meledak dalam tawa. "Oh! Itu jawaban yang luar biasa! Rafael, aku yakin itu adalah petunjuk besar untukmu."
Rafael tidak bisa menyembunyikan senyum kecilnya meskipun ia berusaha untuk tetap terlihat tenang. Ada sesuatu dalam cara Liana mengatakannya yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.