"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Setelah 5 tahun..
Selama hampir 6 tahun itu, banyak yang berubah dalam hidup Indira. Dia tidak lagi menjadi wanita yang mudah ditindas, selain karena profesinya yang sekarang seorang pengacara. Indira juga memiliki kemampuan publik speaking yang bagus, tidak seperti dulu yang diam saja. Dari cintanya kepada Juno, dia belajar bahwa dia tidak boleh mencintai sesuatu terlalu dalam. Dia juga banyak belajar dari Juno, bahwa rumah tangga itu tidak akan berjalan baik apabila tidak ada cinta diantara keduanya. Semuanya harus seimbang agar berjalan dengan baik.
Menjadi single parents, sebenarnya bukan pilihan Indira. Jikalau bisa ia memilih, ia ingin mempunyai keluarga yang utuh bersama Juno dan anak mereka. Tapi apa daya? Indira tidak bisa kalau dia harus berbagi suami dengan wanita lain dan mengalami rasa sakit seorang diri. Toh, pasti sekarang Juno juga sudah bahagia dengan hidupnya.
Lantas bagaimana dengan status perceraiannya? Apakah dia sudah bercerai dari Juno? Secara agama, mereka sudah berpisah lama dan mereka sudah bercerai. Tapi secara negara, mereka belum resmi bercerai. Jika dia mengajukan gugatan cerai itu sekarang, apa belum terlambat? Pasti Juno dan semua orang tahu kalau dia masih hidup. Lalu bagaimana dengan keselamatan anaknya? Dulu saja ada yang mau mencelakainya dan putranya. Sampai sekarang, Indira tidak tahu siapa orang yang mencelakainya.
Pagi itu di negeri singa, Indira sedang sarapan bersama dengan adik dan putranya. Devan terlihat tampan, senyuman anak itu begitu menawan. Sayangnya wajah Devan mirip dengan lelaki yang sudah menyakiti Indira, sekaligus lelaki yang dia cintai begitu dalam.
"Kata orang sih anak pertama cowok suka mirip mamanya, tapi Devan mirip banget sama papanya. Kakak ngidam apa sih dulu sampe Devan mirip banget sama cowok br*ngsek itu?" kata Hilman mengumpat. Dia kesal melihat wajah keponakannya, tapi anak itu tetap anak dari kakaknya.
"Hilman, jaga bicara kamu. Nanti Devan dengar," ucap Indira yang memperingatkan adiknya agar jangan sembarangan bicara.
"Om Hilman, om Hilman mau selai kacangnya nggak? Ini buat om Ilman! Udah aku pakein selai kacang kecukaan om," ucap Devan seraya menyodorkan roti yang sudah diolesi oleh selai kacang itu.
Bagaimana bisa Hilman tidak luluh pada Devan? Anak itu begitu menggemaskan, dibalik wajahnya yang mengesalkan itu karena mirip seseorang yang Hilman benci.
"Makasih Devan. Kamu emang keponakan om yang baik deh! Semoga kamu tetap baik kayak gini, jangan kayak dia!" ucap Hilman sambil mengunyah roti dari Devan.
"Hilman." Tegur Indira seraya menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau Hilman membahas pria itu didepan putranya.
"Ciapa dia Om? Kenapa aku nggak boleh kayak dia?" tanya Devan dengan rasa penasarannya yang tinggi. Dia menatap omnya itu dengan bertanya-tanya.
"Bukan siapa-siapa kok, hehe. Yuk makan sarapannya. Nanti om yang anterin Devan ke sekolah," ucap Hilman sambil tersenyum, dan mengalihkan perhatian.
"Oce Om!" sahut Devan sambil tersenyum dan mengunyah rotinya dengan lahap. Untungnya Hilman berhasil untuk mengalihkan suasana.
'Ngomong-ngomong siapa yang dimaksud om sama dia? Dia itu capa ya?' kata Devan dalam hatinya.
Setelah sarapan pagi, Indira, Hilman dan Devan bersiap-siap untuk aktivitas mereka hari ini. Indira akan berangkat ke kantor firma hukum tempatnya bekerja yang baru, sementara Hilman akan pergi ke perusahaan tempatnya bekerja, dia adalah seorang sekretaris dari perusahaan terkenal di negeri singa itu. Sementara Devan akan pergi ke TK.
"Man, kakak titip Devan ya!" kata Indira pada adiknya, hari ini dia akan pergi ke kantor firma hukumnya yang baru dan tempat itu sangat berlawanan arah dengan sekolah Devan. Jadi dia menitipkan Devan pada Hilman.
"Siap kak! Hilman anterin sampai ke dalam kelasnya. Terus Hilman titipin ke bu gurunya nanti," ucap Hilman patuh.
"Devan sama Om Hilman dulu ya? Mama mau ke kantor tempat kerja mama yang dulu, Nak." Indira mengusap kepala Devan dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Iya Ma, nggak apa-apa. Aku cama om Hilman. Mama semangat keljanya ya, nanti Devan caliin papa biar mama nggak usah kelja kelja lagi!" celetuk Devan dengan polosnya.
Sontak saja Indira dan Hilman terperangah mendengar perkataan Devan tentang seorang papa. Dada Indira terasa sesak saat mendengar Devan menyinggung soal papanya. Hatinya kembali tersayat bila mengingat siapa ayah kandung Devan.
"Ayo,cepetan masuk mobil! Nanti telat sekolahnya," ujar Indira terburu-buru, dia berusaha mengalihkan perhatian Devan.
"Tapi Ma, nanti Devan caliin papa buat mama. Gimana kalau Om doktel aja yang jadi papa Devan, Ma?" Anak laki-laki itu tidak mau menyerah, dia tetap mengoceh soal papanya.
"Om doktel kan cuka sama Mama!" seru Devan dengan senyuman polosnya. Hingga Indira tidak mampu untuk marah kepada putra tercintanya ini.
"Hilman, bawa Devan masuk!" titah Indira pada adiknya.
Hilman yang peka dengan perasaan kakaknya, langsung membawa Devan masuk ke dalam mobil.
'Pasti kak Indi baper lagi gara-gara si cowok brengs*k itu!' Hilman berkata dalam hati.
Indira pun melihat mobil Hilman pergi dari sana, raut wajah sedihnya tidak bisa disembunyikan lagi. "Maafin Mama nak. Mama tahu kamu ingin Papa, tapi...mama belum bisa mewujudkan keinginan kamu. Kamu masih punya papa, tapi Mama nggak tahu bagaimana reaksinya kalau dia melihat kamu? Papa kamu bahkan tidak menginginkan kehadiran kamu, Nak."
Sebelum Devano lahir dan dia masih berada di dalam kandungan, dia sudah ditolak mentang-mentang oleh Juno. Perkataan menyakitkan yang dilontarkan oleh Juno, membuat Indira tak bisa melupakannya begitu saja.
"Mas Juno... kamu pasti sudah bahagia dengan keluarga kecil kamu?"
****
Di Jakarta, Indonesia.
Kediaman Juno Bastian, pagi itu terdengar ribut-ribut dari dapur yang membuat Juno sakit kepala. Juno pun langsung pergi keluar dari kamarnya untuk melihat apa yang terjadi.
"Mama bilang mama sibuk, mama nggak bisa bawa kamu! Bandel banget sih kamu!"
"Tapi acu mau ikut mama," rengek seorang gadis kecil pada Sheila.
"Nggak bisa!" seru Sheila marah. Lalu gadis kecil itupun emosi dan melempar barang-barang yang ada di dapur. Dia memecahkan gelas, mangkuk, dan piring hingga menimbulkan suara gaduh.
Prang!
Prang!
"Kamu tuh kenapa sih nakal banget!" Sheila yang kesal langsung mencubit pipi gadis kecil itu.
"Aakhh! Sakit Ma!" gadis kecil itu meringis kesakitan, tapi Sheila seperti tidak peduli dengan putrinya itu.
"Sheila, kamu apa-apaan sih! Lepasin!" teriak Juno seraya melepaskan tangan Sheila yang mencubit pipi gadis kecil itu.
***
penyesalan mu lagi otw juno