Fandi, seorang mahasiswa jurusan bisnis, memiliki kemampuan yang tak biasa—dia bisa melihat hantu. Sejak kecil, dia sudah terbiasa dengan penampakan makhluk-makhluk gaib: rambut acak-acakan, lidah panjang, melayang, atau bahkan melompat-lompat. Namun, meskipun terbiasa, dia memiliki ketakutan yang dalam.
BENAR! DIA TAKUT.
Karena itu, dia mulai menutup matanya dan berusaha mengabaikan keberadaan mereka.
Untungnya mereka dengan cepat mengabaikannya dan memperlakukannya seperti manusia biasa lainnya.
Namun, kehidupan Fandi berubah drastis setelah ayahnya mengumumkan bahwa keluarga mereka mengalami kegagalan panen dan berbagai masalah keuangan lainnya. Keadaan ekonomi keluarga menurun drastis, dan Fandi terpaksa pindah ke kos-kosan yang lebih murah setelah kontrak kos sebelumnya habis.
Di sinilah kehidupannya mulai berubah.
Tanpa sepengetahuan Fandi, kos yang dia pilih ternyata dihuni oleh berbagai hantu—hantu yang tidak hanya menakutkan, tetapi juga sangat konyol dan aneh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DancingCorn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15 : Misi Gaib, Penumpang Gelap
"Fan, kau akan pergi menemukan mereka?" Tanya Kyai Jagakarsa dengan wajah tenang.
Fandi mengangguk, "aku harus."
"Tapi mereka ada di dunia gaib. Kita harus cari portal ke dunia sana terlebih dahulu," kata Mbak Lili. Wajah hantunya menunjukkan kerisauan. Sudah setengah jam mereka berdiri di depan kamar Dimas yang kosong. "Di sekitar sini tidak ada. Apakah aku perlu pergi lebih jauh untuk melihat?"
Fandi menggeleng pelan, walau kelopak matanya mulai berat karena ngantuk. "Nggak usah, Mbak. Aku coba pikir caranya sebentar."
Mbak Lili mengangguk.
Raka mengambil ponsel di kamarnya. "Coba gue telepon. Siapa tahu dunia lain masih punya sinyal, jadi HP-nya nyambung."
Dia menempelkan ponsel ke telinga, lalu menunggu. Wajahnya berubah masam setelah beberapa detik. "Mailbox."
Arief menekan kegelisahannya dan mencoba bercanda. "Coba cek Instagram, Rak. Kali aja ada story, #PetualanganMalamJumat.'"
"Mana bisa, Njir." Kata Raka memutar matanya keatas, namun dia masih membuka Instagram untuk melihat-lihat.
Fandi mengabaikan teman-temannya yang mencoba bersikap santai. Dia kemudian mengingat sesuatu. "Gue coba tanya temen gue dulu."
Dia segera mengeluarkan ponselnya dan memanggil nomor Ikhwan. Orang yang memberi saran saat menangani urusan boneka Dek Anis dan memberinya latihan berat 1 bulan kemarin. Hanya butuh beberapa detik sebelum panggilannya tersambung.
Ikhwan langsung menjawab dengan nada santai, "Gue kira siapa. Nggak taunya Lo. Serius deh, Fan. Ini masih jam 12 malem. Kalau lo masih sial gara-gara kosan berhantu itu, pindah aja. Atau kalau Lo nggak punya duit, kerja aja sama gue nangkep hantu. Lumayan tuh duitnya buat pindah kos."
Fandi memutar mata, tapi dia berusaha sabar. Dia butuh bantuan, jadi nggak bisa marah. "Gue nggak punya waktu buat ngomongin pindah. Gue butuh lo sekarang, ini urgent."
Suara Ikhwan langsung berubah serius. "Oke, ada masalah apa sekarang? Nggak biasanya lo pake kata 'urgent'."
Fandi buru-buru menjelaskan situasi tentang pena antik, portal dunia lain, dan Dimas yang hilang. Ikhwan mendengarkan dengan tenang sebelum akhirnya berkata, "Kemarin boneka arwah, sekarang pena antik. Lo mau buka cabang museum barang mistis apa gimana, Fan?"
"Jangan bercanda, Wan. Gue butuh bantuan buat ke dunia gaib," ujar Fandi dengan nada frustrasi.
Ikhwan tertawa kecil. "Oke, oke." Ikhwan terdiam sejenak. "Fan, gue inget lo kenal 'pemandu' dunia lain. Bukannya Lo bisa minta tolong ke dia buat buka portal."
"Aih..." Fandi terdiam sejenak, wajahnya berubah masam. "Lo bercanda? Gue nggak mau ketemu dia lagi!"
"Cuma itu cara tercepat. Kalau nggak mau, ya udah. Gue bisa bantu tapi lokasi gue jauh. Mungkin besok siang baru sampai ke tempat lo. Atau Biar temen lo cari sendiri pintunya. Kali aja dia bisa nemu makhluk buat bantuin. Yah, walaupun kayaknya bakal susah, sih" balas Ikhwan santai.
Fandi mendesah panjang. "Gue nggak bisa nunggu sampai besok. Oke, tapi memangnya dia ada di kota ini?"
"Dimanapun dia, kalau Lo manggil dia pasti dateng," jawab Ikhwan dengan senyum yang tidak diketahui Fandi. Lalu ada kilau main-main di matanya. "Lo masih inget cara manggilnya, kan?"
Fandi menghela napas panjang, merasa dirinya akan menyesal. "Iya, gue inget..."
Dia menunduk sedikit, lalu berkata pelan, "Sang pemandu, oyen gemoy, meow meow meow, Aa nyari kamu." Fandi mendengar tawa Ikhwan dibalik ponselnya dan langsung menutup panggilan.
Raka dan Arief juga langsung terbahak mendengar kata-kata Fandi. Mereka sampai harus memegangi perut karena terlalu keras tertawa.
"Fan? Lo bercanda apa? Ngapain kayak gitu, kita harus cari cara nemuin Dimas ini." ujar Raka di sela tawanya.
Namun, sebelum Fandi sempat membalas, suara mengeong pelan terdengar dari lorong gelap. Ketiganya refleks menoleh, dari bayangan muncul seekor kucing oren gemuk dengan langkah anggun. Mata kucing itu tampak berkilau dalam kegelapan, dan ekornya bergoyang santai, seperti bangsawan yang sedang berjalan-jalan.
Raka langsung terdiam, begitu juga Arief.
"Ada... yang muncul beneran?!" Gumam Arief setengah takut.
Fandi hanya bisa menghela napas sambil menggaruk kepala. "Yah, ini temen gue. Pemandu kita ke dunia lain, namanya Blue."
Fandi berjongkok, menatap kucing oren itu dengan wajah datar. "Yo, lama nggak ketemu, Blue. Kita butuh bantuan lo, oke?" lalu menoleh ke Raka dan Arief, "dan untuk kalian, jangan bikin ribet." Kata Fandi mengingatkan teman-temannya.
Kucing oren itu, Blue, menguap panjang, matanya yang berwarna biru terlihat bosan. Dia memperlihatkan taring kecilnya sebelum duduk santai di depan Fandi. Tatapan matanya tajam, tapi ada aura angkuh yang memancar. "Meow."
Raka yang terpengaruh oleh suasana aneh ini, mulai bicara, "Jangan bercanda lah, Fan. Kok Lo ngomong sama kucing segitunya. Apalagi kucing gemuk kayak gini. Ini kucing lebih cocok jadi model iklan makanan hewan daripada pemandu dunia lain."
Arief yang gelisah juga tidak bisa menahan diri menambah kata-kata Raka untuk mencairkan suasana. "Gini, coba tanya yang punya berapa tarif dia. Karena badannya gemuk, gue yakin bayarannya bukan uang, tapi snack kucing!"
Fandi menggelengkan kepala mendengar kata-kata mereka. Dia melirik Blue dan menghela nafas.
lupakan, biarkan mereka belajar pelajaran.
Blue terlihat kesal. Wajah kucingnya mengerut seperti bertemu musuh. Blue berdiri, ekornya berkibas tajam, lalu melangkah mendekati Raka dan Arief. Tatapannya dingin, penuh intimidasi, seolah berkata, 'Beraninya kalian membuat lelucon tentangku!'
Raka yang akhirnya santai, mendadak tidak nyaman. "Eh... ini kenapa dia ngeliatin gue kayak gitu, Fan?"
Kucing itu mendekat lebih dekat, hingga Raka mundur selangkah tanpa sadar. Suasana mendadak hening. Blue mengangkat satu cakar, mengarahkannya ke atas, dan mengeong rendah, hampir seperti geraman.
Fandi menyipitkan mata, tetap tenang. "Gue udah bilang, jangan bikin ribet. Rak, lo ngatain dia, lo terima akibatnya. Bahkan manusia kalau nggak deket nggak suka dikata-katain, apalagi makhluk halus yang baru Lo temuin."
Arief juga panik, tapi dia masih mencoba menganggap ini lelucon, berkata, "Ayolah, ini cuma kucing biasa. Nggak mungkin—"
Sebelum Arief selesai bicara, lampu di lorong berkedip. Udara menjadi dingin, dan bayangan Blue di dinding tiba-tiba membesar. Sosoknya berubah menyerupai makhluk besar dengan mata bersinar tajam, membuat keduanya langsung diam seribu bahasa.
"Rooaarrr," suara Blue berubah menjadi raungan, bergema seperti datang dari tempat yang jauh.
Raka dan Arief saling pandang dengan wajah pucat.
"Oke, oke!" seru Raka dengan nada panik. "Kita nggak serius tadi! Lo pemandu terhormat, maaf banget gue becandain Lo. Jangan makan gue pliss. Gue banyak merokok, itu pasti nggak sehat di tubuh lo."
Arief mengangkat tangan seperti menyerah. "Iya, gue juga! Gue juga nggak akan manggil lo gemuk lagi. Lo... elegan banget. Berkarisma, malah!"
"lah, bukannya Lo nggak ngerokok Rif, selain itu Lo sering olahraga, kan." Kata Raka tiba-tiba.
Arief melihat Raka dengan tidak percaya, "Lo temen apa bukan sih. Lagian Lo sendiri makannya enak-enak, pasti daging Lo lebih lembut dari gue."
"Yee, mana bisa gitu."
"Udah udah." kata Fandi menenangkan. Dia melirik Blue dan yang terakhir mendengus.
Blue menatap mereka bergantian, lalu berbalik. Bayangan besar di dinding menghilang, udara kembali normal. Kali ini dia tidak kembali duduk, melainkan melompat ke pelukan Fandi dengan gaya santai.
Dek Anis dan Mbak Lili yang menonton dari jauh tampak mengagumi tingkah lucu Blue, tatapan mereka dipenuhi kekaguman. Mereka iri pada Fandi yang menggendong Blue.
Sementara itu, Fandi harus menahan diri. Jika bukan karena dia membutuhkan Blue untuk membuka gerbang, dia pasti sudah melempar kucing itu sambil berteriak, 'LO BERAT BANGET, KUCING SIALAN!'
Dengan sekuat tenaga, Fandi memaksakan senyum. "Udah selesai? Lain kali, coba untuk bersikap sopan. Ngomong-ngomong, gue mau ke dunia gaib, kalau kalian mau ikut. Gue saranin buat berhenti bercanda tentang apapun yang Lo liat."
Raka dan Arief mengangguk cepat, mereka juga tidak berani menatap langsung ke arah Blue.
"Sekarang apa, Fan?" tanya Arief dengan suara pelan.
Fandi menoleh ke Blue. "Kita mau masuk dunia lain buat cari temen gue, Dimas namanya. Lo harusnya tau dia di mana, kan? Baru satu jam sejak dia hilang."
Blue menjilat cakarnya sekali, lalu menatap Fandi dengan ekspresi tenang. Dia mengangguk pelan sebelum melompat turun dari pelukan Fandi dan berjalan menuju lorong gelap, ekornya bergoyang seperti memberi isyarat.
"Ikuti dia," kata Fandi sambil melangkah. "Dan serius, jangan bercanda yang macam-macam lagi."
Raka dan Arief langsung mengangguk patuh, mengikuti langkah Blue tanpa berkata apa-apa.
Dari balik bayang-bayang, sebuah sosok licik mengikuti mereka.
Awalnya, dia sedang asyik menonton video horor di kamarnya ketika mendengar keributan dari arah kos-kosan di belakang rumahnya. Rasa ingin tahu membuatnya mengintip, dan dia melihat sesuatu yang aneh—para penghuni kos itu tampak kebingungan, berbicara dengan udara kosong, lalu diintimidasi oleh seekor kucing dan kucing itu bisa meraung seperti harimau!
Jiwa penasarannya yang haus akan hal-hal mistis tak bisa menahan godaan untuk ikut campur. Dengan langkah pelan dan hati-hati, dia mengikuti mereka seperti ekor kecil yang tak terlihat.
maaf jika selama ini ada komen aku yg ga berkenan 🙏🙏🙏
cerita dr kak oThor bagus banget, cuma belom sempet buat baca kisah yg lain🙏🙏🙏 so sorry
eh mbak parti kmrn udh belom ya, sama.yg dia berubah punya sayap hitam 🤔...
Fandy dan yg lainnya msh jomblo, emang sengaja ga dibuatin jodohnya ya kak oThor?
kutunggu sll lanjutan ceritanya 😍🙏🙏
pemilik kos biasanya menyimpan rahasia yg tak terduga... apa iya Bu Asti bukan mnausia?
sosok ini berhubungan dg kehadiran dek Anis jg tayangga ...
siapakah sosok itu? apakah musuh Fandy dr dunia goib?
maaci kak oThor
normal nya liat Kunti ga sampai sedetik udh pingsan ato ga kabur duluan 😀 sereeemmm
tp Krn Arif gengnya Fandy jd beda
sehat-sehat ya kak,🤗
selama ini taunya Kunti itu mm perempuan, dan ada yg bilang ga punya muka...
selama ini jg taunya cuma Kunti bjau putih sama Kunti merah...