Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Kehilangan
Sedikit heran, Eva menjawab. "Oh, tidak apa-apa. Cuma masalah kecil."
"Tapi aku gak enak sama kamu."
"Gak papa, kok. Kebetulan bisa aja, makanya bantu." Eva merasa terlalu sungkan menjawabnya. Ia juga heran kenapa Shanti tiba-tiba datang.
Beberapa pegawai di sekitar melirik Shanti dan merasa aneh. Bukan apa-apa, harusnya karena Eva saudara Adam, mereka seharusnya tidak sekaku itu saat berbicara. Bukankah mereka sudah saling kenal?
"Ini aku bawain jus jeruk dingin sebagai tanda terima kasihku ya." Shanti meletakkan jus jeruk dalam gelas kemasan plastik di atas meja Eva.
Karena tak tahu harus berkata apa lagi, Eva hanya menganggukkan kepala. Ia melihat kanan kiri di mana orang-orang melihat ke arah mereka.
"Sibuk ya? Maaf ya." Shanti segera bergerak menjauh. "Jangan lupa diminum ya!"
Kembali Eva mengangguk. Setelah Shanti benar-benar pergi, Eva kembali sibuk dengan tugasnya.
Padahal Shanti mengintip dari balik pintu. Wajahnya nampak khawatir. "Aku sebenarnya harus bagaimana? Berharap dia minum atau tidak? Ya ampun, kenapa aku bingung begini ...." Ia menggigit kuku ibu jarinya dan berjalan mondar-mandir. Kembali ia mengintip Eva. Tepat saat itu Eva meminum jus darinya. Shanti makin bingung. Ia kemudian pergi ke toilet terdekat dan bersembunyi di sana.
Semua orang berkumpul di ruang meeting. Eva merasa ada yang salah dengan perutnya. Lama-lama terasa sakit. Ia mengusap perutnya saat Adam mulai bicara.
"Oke, sekarang ...."
"Ah ...."
Adam menoleh ke arah Eva yang sedang memegangi perutnya. Wajah gadis itu terlihat pucat dan kesakitan.
"Ada apa, Eva?" Adam ikut panik hingga berdiri dari duduknya. "Eva?" Ia terperangah.
Gadis itu berusaha berdiri. "Pe-rut-ku ...."
"Eva!" Dengan cepat Adam mendatanginya. Tanpa diminta, ia menggendong istrinya dengan kedua tangan. "Ayo, kita ke rumah sakit!"
Orang-orang yang ada di ruangan terkejut. Mereka memberi jalan buat Adam keluar dari ruangan itu.
Eva yang menahan sakit, berpegangan pada baju suaminya karena takut jatuh. Adam bergerak setengah berlari seperti orang gilla.
Di dalam lift Eva mengatur napas satu-satu. Wajahnya mulai dipenuhi keringat. "Pak ...." Ia menatap Adam. Bagaimana kalau bayinya ... tidak selamat?"
"Eva ... jangan bicara seperti itu. Aku bisa marah!" Walaupun kesal, bukan berarti Adam tak terpikir sampai ke situ. "Ya Allah, jangan sampai aku kehilangan bayi ini ...."
Sesampainya di rumah sakit, Eva langsung ditangani. Dalam gelisah, Adam menunggu dengan tak sabar sampai akhirnya seorang suster keluar. "Nyonya Adam?"
"Iya, sus." Adam berdiri walau kakinya mulai tak kuat. Ia begitu takut mendengar apa yang akan dikatakan suster itu.
"Maaf, istri Anda keguguran."
"Astaghfirullah alazim." Kaki Adam terasa mulai goyah.
"Tapi, apa Nyonya berniat menggugurkannya?"
"Apa?" Kedua bola mata Adam melebar sempurna. Ia bertelak pinggang. "Menggugurkannya? Tidak mungkin, karena sedang kami menunggu kelahiran bayi ini!"
"Tapi kami mencurigai sesuatu dan setelah kami cek, ada kandungan obat untuk abborsi dalam tubuhnya."
"Apa!?" Kini mata Adam terbelalak. Siapa yang ingin membunnuh bayi ini karena tak mungkin Eva melakukannya. "Mungkinkah paman Lindon?" Seketika tangan pria itu terkepal erat.
"Sebentar." Ia mengangkat telunjuknya sambil meraih ponsel dari saku celana dan menghubungi seseorang. "Halo, Jefri. Tolong, cek siapa saja yang mendekati istriku pagi ini ... iya. Cek dari rumah hingga kantor, karena ada yang memberikannya obat aborsi tanpa sepengetahuan istriku." Kemudian ia mematikan ponselnya.
"Untuk sementara, ditunggu ya, Pak. Istri Bapak harus dikuret dulu."
"Iya." Adam mengangguk dengan sedikit gugup.
***
Mata Eva terbuka pelan. Adam lega sekaligus gugup. Ia tidak tahu harus bicara apa dengan Eva. Apa Eva tahu apa yang terjadi?
Mata Eva tertuju pada Adam. Pelan mata itu berkaca-kaca dan mulai mengalirkan air mata. "Pak, maaf ...." Ia mulai menangis.
Adam segera pindah duduk di tepi ranjang. Ia meraih tangan gadis itu. "Eva, ini bukan salahmu."
"Tapi aku tak bisa membuat bayi itu bertahan. Padahal aku tak merasa sakit sejauh ini, kenapa janin itu keluar, aku pun tak tahu."
"Sudah, ssh ...." Adam berbisik sambil menepuk-nepuk punggung tangan Eva berusaha menenangkannya.
"Tapi bayi itu ...."
"Sudah, Eva," potong Adam lagi. Ia tak tega melihat gadis itu menangis.
Eva berusaha menahan isak, tapi tak bisa. Adam menarik tubuh Eva untuk duduk, dan kemudian memeluknya.
"Pak ...."
"Menangislah. Aku ada di sini."
Dalam dekapan pria itu Eva menangis. Tangisnya sangat memilukan membuat Adam memejamkan mata kebingungan. Harus bagaimana lagi caranya meredakan kesedihannya. Tanpa sadar Adam memeluknya erat.
"Eva, bukan kamu aja yang bersedih tapi aku juga. Satu-satunya anak yang bisa menghubungkan aku dengan dirimu telah pergi. Lalu, bagaimana dengan hubungan kita? Dapatkah kita terus bertahan bersama? Aku ... juga butuh pelukanmu, Eva." Setetes air mata jatuh dari kelopak mata Adam.
Perlahan, tangan Eva bergerak melingkar di tubuh Adam. Sepertinya hati mereka saling bicara. Keduanya berpelukan erat, entah untuk berapa lama.
***
Adam bingung. Penyelidikan tidak menemui titik terang karena tidak menemukan bukti yang mengarah ke siapa pun. Ia terdiam dan berpikir, siapa kira-kira yang telah berbuat jahat pada istrinya.
Semula ia menebak Lindon karena hanya Lindon dan Shanti yang mengetahui ia akan mengangkat anak Eva jadi anaknya, tapi Lindon tidak pernah bertemu Eva hari itu. Hanya Shanti yang bertemu Eva dan memberikan minuman jus jeruk, tapi Shanti juga meminum minuman yang sama dengan Eva hingga penyelidikan kembali menjadi nol. Yang bisa ditemukan hanya minuman bekas Shanti tapi tidak minuman bekas Eva. Apa mungkin Shanti membuang minuman bekas Eva ke suatu tempat? Kebetulan sekali CCTV di ruang itu juga rusak hari itu jadi ia tak punya cukup bukti untuk menuduh Shanti. Tapi apa sepupu tirinya itu pelakunya? "Ah ...." Adam menggiggit punggung tangannya karena gemas tak punya jawaban.
Sedang berpikir begitu, Eva keluar kamar dengan membawa koper.
Adam terkejut dan beranjak berdiri. "Eva, kamu mau ke mana?" Ia menghampiri.
Tampak kedua mata gadis itu bengkak seperti habis menangis. "Perjanjian kita sudah selesai, 'kan, Pak?" Ia bicara untuk tidak menangis lagi tapi begitu sulit.
"Eva, apa yang kamu katakan? Coba tenangkan dirimu dulu." Adam pun tampak sedih, tapi ia tambah bingung dengan Eva membawa kopernya keluar.
"Aku tidak ingin berlama-lama di sini, Pak. Semakin lama aku di sini, akan semakin rumit masalahnya."
Adam menatap gadis itu dengan perasaan yang entah. Gadis itu berusaha menghindar dengan menarik kopernya ke arah pintu depan tapi dengan cepat tangan Adam meraih tangan Eva.
"Eva ...."
"Pak!"
"Ayo, ikut aku." Adam menarik Eva kembali ke kamarnya.
"Pak!" Koper Eva tertinggal dan gadis itu terpaksa mengikuti Adam sampai ke kamarnya kembali.
Pria itu menutup pintu. "Eva." Adam menunduk mencari kalimat yang tepat sambil bertelak pinggang. "Bisakah kamu tinggal denganku lebih lama?" Ia mengangkat wajahnya.
"Untuk apa? Bapak bukannya membutuhkan seorang penerus? Sekarang, daripada Bapak bingung dengan status kita, Bapak bisa ceraikan aku."
"Eva!"
"Aku tidak ingin Bapak bertanggung jawab denganku lagi, Pak. Tidak usah. Bapak berhak mencari wanita yang bisa memberikan anak untukmu!"
"Masalahnya aku tidak bisa!"
"Bisa! Cari yang bermasalah seperti diriku, pasti ada banyak di luar sana!" Walau begitu, air mata Eva mulai berderai. Eva sangat malu, tapi mau bagaimana. Perpisahan adalah yang terbaik untuk keduanya. Ia tidak mau salah satu dari mereka tersakiti di kelak kemudian hari.
Bersambung ....
------------------------------------
Reader-ku ya manis. Tolong ya. Tolong beri like setiap bab yang dibaca karena ini berpengaruh pada performa novel ini. Apalagi author suka bingung ada yang minta update bab tapi like babnya gak pernah muncul. Lebih bagus lagi juga jangan dirapel ya. Terima kasih atas perhatiannya. Salam, ingflora.
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼
nggak!
bapak gay?
anjroot, mau ku tabok kamu ev?!😭😭
adaaa aja gebrakannya ke' nasti sama iwabe