Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
"Aku juga mau ikut coba." Aruna duduk di samping Kaivan, berniat untuk ikut memakan hasil masakannya.
"Enggak, kan ini buat saya. Kamu enggak boleh memakannya, mau saya bawa ke kantor."
"Kan mau coba juga, dikit aja."
"Enggak boleh Aruna, nanti kamu suruh buat lagi sama pelayan."
"Ih dasar pelit."
"Biarin." Kaivan menyuruh pelayan mengambilkan tempat bekal.
Kaivan mengisi makanan tersebut ke dalam kotak.
"Bye-bye hati-hati di jalan ya." Aruna melambaikan tangannya, Kaivan pun membalas lambainya sebelum menjalankan mobil.
----------------
"Om kapan papa Nadin pulang? Kok Nadin Enggak bisa ke sekolah?" tanya Nadin pada Denis yang tengah memasak.
Saat ini mereka berada di apartemen Denis. Nadin berada di sana.
"Om belum tau kapan papanya Nadin pulang. Nadin enggak sekolah, karena om sibuk kerja kan? Nanti enggak ada yang jemput Nadin di sekolah. Om udah minta izin kok ke gurunya Nadin biar Nadinnya libur sekolah dulu."
Emang dasarnya anak kecil, ya percaya-percaya aja dengan ucapan Denis.
"Nasi gorengnya udah jadi, ayo Nadin makan dulu. Om mau berangkat kerja."
"Iya om." Nadin memakan nasi goreng buatan Denis dengan lahap.
Denis meraih ponselnya, mengirimkan kembali Rio sebuah ancaman. Tak lupa memotret keadaan putrinya yang sudah Denis edit serupa seperti Nadin tengah ia siksa. Dan bodohnya Rio percaya-percaya saja.
"Rio-Rio...." Denis menggelengkan kepalanya. Ia menelpon seseorang.
"Kita buat saham perusahaannya menurun, kamu sudah menyiapkan apa yang saya suruhkan?" tanya Denis.
"Sudah pak, saya hanya menunggu aba-aba dari pak Denis dan pak Kaivan."
"Oke nice."
"Om berangkat kerja, Nadin sendiri di sini?" tanya Nadin usai menghabiskan nasi gorengnya.
Ting-tong!
Bel apartemen berbunyi Denis pun membuka pintu apartemennya.
"Maaf buat anda menunggu," ucap seorang perempuan cantik.
"Tidak masalah ayo masuk."
"Sudah taukan pekerjaanmu apa?" tanya Denis.
"Menemani anak cantik ini di rumah."
"Oke nice, karena kamu sudah ada saya akan pergi. Jangan bawa dia keluar, jika butuh sesuatu telpon saya atau pesan saja lewat online."
"Baik pak, saya mengerti."
Mereka saling tatap sesaat, dan yang lebih dulu membuang pandangan adalah Denis.
"Hm, saya pergi." Denis keluar dari apartemen.
Alika menghela napas lega. Sungguh dia sangat merasa canggung dengan lelaki yang tak sengaja ia temui seminggu lalu.
Gaji menjadi guru homeschooling tidak cukup untuk keperluan hidupnya. Alika yang membutuh pekerjaan tambahan menerima tawaran Denis untuk menjadi babysitter buat keponakannya sementara waktu sampai kedua orang tua bocah itu mengambilnya.
"Halo," sapa Alika.
"Halo, kakak siapanya om Denis?" tanya Nadin.
"Hanya rekan kerja. Mulai sekarang kakak yang akan merawat kamu sampai pak Denis pulang kerja."
"Oke kakak cantik."
"Namanya siapa?"
"Nadin. Kalau kakak cantik namanya siapa?"
"Alika."
"Namanya cantik seperti orangnya."
Alika terkekeh, gemes pada anak kecil di depannya.
"Makasih, kamu enggak kalah cantik dari kakak."
----------------
Kaivan membuka kotak bekalnya lalu membuang makanan yang Aruna buat ke dalam tong sampah dekat kantor.
Kaivan menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah kepada istrinya.
"Maaf sayang, tapi saya tidak bisa memakan masakan kamu. Yang ada kamu jadi janda muda jika makanan ini saya habisi." Setelah makanan tersebut sudah terbuang semua, Kaivan pun masuk ke dalam kantor.
"Pak." Para karyawan menyapa Kaivan dengan ramah.
Kaivan hanya berdehem dan tetap berjalan hingga sampai ke ruangannya.
Baru saja Kaivan duduk di kursi kekuasannya, pintu diketuk, Kaivan pun memberi izin untuk masuk.
"Pak." Denis membungkuk sedikit. "Anda sudah lama datang pak?"
"Baru-baru saja, kenapa? Kamu terlambat?" tanya Kaivan menebak.
"Hampir hehe, tapi enggak kan pak? Buktinya anda juga baru sampai."
Kaivan menghela napas kasar. Ia meraih dokumen yang Denis simpan di atas meja.
"Laporan pengeluaran, pak."
"Kenapa di tim visi ini pengeluarannya banyak tetapi barang yang terjual hanya sedikit?" tanya Kaivan.
"Siapa direktur di tim visi penjualan?"
"Pak Stano."
"Kirim dua mata-mata ke tim visi ini, saya merasa ada yang tak beres."
"Baik pak." Denis kembali membungkuk sesaat lalu pergi dari ruangan Kaivan.
Kaivan mengusap rambutnya ke belakang. Jangan sampai terjadi korupsi di perusahaannya.
Sesaat Kaivan terdiam. Ada sesuatu yang dia lupa tapi apa itu? Dia tidak ingat.
Daripada memikirkannya terus, Kaivan mengalihkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang belum dia selesaikan. Siapa tau dia akan mengingatnya nanti.
"Eh?" Kaivan merasakan ada sebuah benda dalam saku jasnya, dan ternyata sebuah amplop.
Astaga! Ternyata ini yang ia lupa, dia belum mengecek hasil DNA milik Aruna dan Calvin.
"Saya lupa." Kaivan pun segera mengeluarkan surat keterangan DNA dari dalam amplop tersebut.