"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Semakin Tidak Dipercaya
"Bapak, ibu... pasien sudah sadar! dia bilang ingin bertemu dengan ibu dan ayahnya"
Seorang perawat keluar setelah enam jam lamanya Hani keluar dari ruang operasi, dan berada di ruangan isolasi.
"Hani..."
Retno yang memang sangat mengkhawatirkan Hani pun segera berdiri dan hendak masuk ke ruangan isolasi itu.
Jacky dan Raja juga berdiri, mereka sudah berjalan di belakang Retno. Rani juga. Tapi sayangnya, saat Rani akan mengikuti Raja, Retno melirik tajam ke arah Rani.
"Jangan biarkan dia masuk! atau Hani pasti akan sangat tertekan dan kondisinya akan memburuk!"
Retno bicara dengan nada yang begitu sinis. Dan dengan tatapan mata yang membuat hati Rani rasanya sakit. Tatapan mata Retno itu seperti sangat penuh dengan dendam. Padahal Rani masih tidak tahu, sebenarnya apa salahnya.
"Raja, kamu katakan padanya. Jangan ikut masuk!" kata Jacky.
Dan ucapan Jacky itu juga membuat Rani merasa sedih.
'Kenapa semuanya? ayah? ibu? sebenarnya kesalahan apa yang sudah aku lakukan?' batin Rani kebingungan.
Raja berbalik, sementara ayah dan ibunya sudah masuk ruangan isolasi itu.
"Rani, kamu tunggu di sini saja ya!"
Rani mengangguk dengan patuh. Tadinya, dia berpikir kalau ibunya marah karena dia terlambat datang. Dia mau jelaskan, tapi ibunya bahkan tidak mau duduk dekat dengannya.
Tapi, setelah apa yang di katakan ibunya tadi. Rani berpikir, mungkin ada kesalahan lain yang sudah dia lakukan tanpa dia sadari.
Rani kembali duduk di depan ruangan itu. Sementara Raja, terlihat sedih juga. Tapi, dia juga tidak mau membuat keributan di rumah sakit berdebat dengan ibunya. Raja masih tetap percaya dengan Rani. Dia merasa apa yang di tuduhkan oleh Hani pada Rani itu tidak benar. Bagaimana mungkin semua itu benar, dia tahu Rani sejak kecil. Dia tahu seperti apa adiknya itu. Rasanya tidak mungkin membingkai kejahatan seperti yang dikatakan oleh Hani.
"Hani, sayang... kamu sudah bangun nak. Ibu sangat cemas. Jangan khawatir nak, ibu akan menjagamu mulai sekarang. Ibu tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu"
Hani langsung menangis. Dan itu membuatnya pusing.
"Tolong jangan buat emosi pasien, sangat tidak baik. Pasien baru saja menjalani prosedur aborsii, jika emosinya tidak stabil..."
"Ibu, ayah. Aku takut" Potong Hani yang segera memeluk ibunya dengan erat.
Air matanya mengalir deras dengan begitu cepat. Bahkan tangannya gemetaran, dan wajahnya sangat pucat. Tentu saja seperti itu, karena dia memang baru operasi enam jam uang lalu.
"Nak, jangan takut. Ayah, ibu dan kakakmu ada di sini, apa yang membuatmu takut?" tanya Jacky yang sangat menghawatirkan kondisi Hani.
Dia seorang dokter, tentu saja dia tahu. Kalau saat ini Hani sedang tidak baik-baik saja.
"Rani, dia memberikan racun itu padaku, dia ingin menghabisi ku. Dia tidak berhasil membuatku malu, dia ingin menghabisiku.."
Hani terlihat sangat ketakutan. Retno sudah menangis sejak tadi. Hati ibu mana, yang tidak akan merasa sedih dan terluka melihat kondisi anaknya seperti itu. Hamil, keguguran, ketakutan!
"Sebenarnya apa yang terjadi nak?" Jacky bertanya lirih.
Hani menceritakan semuanya dengan sesenggukan. Raja yang mendengar semua ucapan Hani, merasa kalau semua itu tidak mungkin.
"Lalu apa kamu pikir Hani berbohong? apa dia akan bermain-main dengan nyawanya sendiri?"
Retno sudah sangat emosi.
"Bu, kita kenal Rani sejak kecil..."
"Rani katakan itu padaku. Kak Raja akan terus membelanya. Dia katakan itu, makanya setelah peristiwa itu aku diam, siapa yang akan percaya padaku. Aku tidak mengadu pada ayah dan ibu. Tapi dia semakin membuatku tidak betah tinggal di rumah, dia merusak barang ku, dia mencuri hadiah dari ibu, uangku hiks... hiks, dia juga meracuniku! aku tidak mau pulang ayah, ibu. Aku mau pergi saja dari rumah itu. Aku takut!" lirih Hani yang terlihat sangat tertekan, tersiksa dan ketakutan.
Retno memeluk erat Hani.
"Ayah, cepat cari tahu kebenarannya. Kasihan anak kita ayah, kasihan Hani..."
"Ibu, tapi Rani..."
"Apa kamu masih membelanya? dia sudah sampai meracuni dan menghancurkan masa depan adik kandung kamu, kamu masih membelanya?" tanya Retno memotong ucapan Raja yang ingin membela Rani.
**
Rani duduk diam di sisi tempat tidurnya, di dalam kamarnya. Orang tuanya, sungguh tak bicara padanya lagi sejak peristiwa Hani masuk rumah sakit.
Bahkan setelah Hani pulang, ibunya semakin bersikap dingin padanya. Jika dia masuk ruangan makan, ibunya malah pergi. Dan itu membuatnya merasa dia tidak bisa lagi makan satu meja makan dengan yang lain karena mereka akan pergi, kecuali Raja.
"Non, non Rani makan malam dulu. Sejak pagi non Rani belum makan..."
"Bi, apa ayah, ibu dan kak Raja sudah makan malam?" tanya Rani pelan.
Bibi Tari mengangguk.
"Baiklah, aku akan makan sekarang" kata Rani yang berdiri dan berjalan perlahan keluar dari kamarnya.
Namun, saat Rani keluar dari kamar. Raja tampak berdiri dengan tatapan mata yang sedih.
"Rani... ke ruang kerja ayah"
Raja berjalan di depan Rani. Sebenarnya, dia masih tidak bisa percaya dengan semua yang dikatakan oleh Hani. Tapi, dia juga merasa sangat canggung, mau bertanya pada Rani, rasanya itu akan membuatnya seolah tak percaya pada Rani. Raja juga dalam situasi yang serba salah sebenarnya.
Begitu pintu ruangan kerja Jacky di buka. Rani cukup terkejut dengan adanya dua pria yang seingatnya pernah bertemu dengan mereka. Tapi dia lupa.
"Dia! dia yang membayar kami melecehkann nona ini, tuan!"
Deg
Rani mematung di tempatnya. Pria itu segera menunjuk ke arahnya begitu dia masuk. Dan mengeluarkan kata-kata tuduhan yang kejam itu.
"Ibu, aku mau pergi saja. Dia pasti akan menyakitiku lagi, dia pasti tidak senang aku tinggal di sini. Aku mau pergi!"
"Jangan bicara begitu nak..."
"Rani, kamu kenal mereka?" tanya Jacky dengan suara gemetaran.
Dia yang mendidik Rani sejak kecil, rasanya sangat tidak percaya kalau Rani bisa berbuat sekejam itu pada Hani.
"Aku tidak..."
"Kamu berani bersumpah tidak kenal mereka?" sela Jacky.
Rani mencoba mengingatnya. Tapi, yang namanya dia hanya satu kali bertemu dengan dua orang itu, dan tidak sengaja. Dia benar-benar lupa.
Rani menggelengkan kepalanya.
"Aku rasa tidak..."
"Jangan berbohong!" pekik Retno.
"Rani, ayah tanya sekali lagi. Kamu kenal mereka atau tidak?" tanya Jacky.
Rani merasa semakin tertekan. Dan dalam kondisi seperti itu, dia benar-benar tidak bisa mengingat dengan baik. Rasanya agak familiar, tapi Rani benar-benar tidak tahu siapa mereka. Dan pernah bertemu dimana.
"Rani!" bentak Jacky yang sepertinya juga sudah kehabisan kesabaran.
Rani terhuyung ke belakang. Dia terkejut bukan main, 17 tahun ini. Baru kali ini, Jacky membentaknya.
***
Bersambung...