Biasanya, perceraian dilakukan antara dua orang atas kesadaran masing-masing diantaranya.
Retaknya rumah tangga, hubungan yang sudah tidak harmonis lagi, dan perihal pelik sebagainya.
Namun berbeda yang dirasakan seorang model sekaligus Aktris cantik yang benama Rania. Tepat satu tahun di hari pernikahanya, Rania mendapat kejutan perceraian yang di lakukan suaminya~Pandu.
Tanpa memberi tahu Rania, Pandu langsung saja membuat konferensi pers terhadap wartawan, bahwa Rania adalah sosok wanita yang begitu gila karir, bahkan tidak ingin memiliki seorang anak pada wanita umumnya.
Rania yang saat itu tengah melakukan pemotretan di Amerika, tidak pernah tahu menahu, bahwa suami yang begitu dia cintai menceraikannya secara hina. Rania sendiri sadar, saat melihat berita dari televisi internasional.
Dan setelah kedatangn Rania ke tanah air. Dia baru tahu, jika gugatan cerai yang dia terima, semata-mata hanya untuk menutupi perselingkuhan Pandu dengan sahabatnya sesama model~Laura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22~PPH
Mobil mewah keluarga tuan Dark, kini baru saja memasuki kediaman tuan Mohan Sahindo.
Dan disaat bersamaan, Sean yang habis menutup telfonnya dengan seseorang, kini berbalik kedalam saat mendapati ada seseorang didepan pintu utama.
Sean mengernyit, karena diantara dua pasangan parubaya itu ada Laura di tengah-tengahnya.
Belum sampai Sena bertanya, Laura lebih dulu mendekat kearah Sean, sambil berbisik.
"Dia orang tuaku! Dimana Pandu?"
Tanpa peduli bisikan Laura, Sean yang berwajah datar namun cukup tenang. Hanya mempersilahkan tamunya untuk masuk kedalam.
"Saya panggilkan dulu, Tuan saya!"
Sean lantas segera kembali kedalam, menuju ruang kerja tuan Mohan. Ujung bibir Sean terangkat, karena sebentar lagi dia akan melihat pertunjukan spektakuler, antara dua pihak keluarga.
"Tuan ... Kedua orang tua Laura ada dibawah, dan ingin menemui anda!"
TAK!
Tuan Mohan terperanjat, hingga menghentakan tongkat kayunya begitu nyaring. Tubuh rentanya perlahan bangkit, dengan kedua mata membola.
.
.
Nyonya Elisa adalah tipe orang yang tegas, dan tidak suka basa-basi dalam segala hal apapun. Setelah tadi bertegur sapa sebentar. Kini dia mulai membuka suara terlebih dulu, karena lidahnya sudah mulai terasa gatal.
"Maaf tuan Mohan ... Saya langsung ke intinya saja, karena saya tidak suka basa basi! Kedatangan saya kesini, karena saya meminta pertanggung jawaban dari cucu anda, agar segera dapat menikahi putri saya!" cetus nyonya Elisa menatap datar pria berambut putih tersebut.
Tuan Mohan yang terkejut, sedikit mengeratkan cengkraman tanganya pada tongkat kayu yang saat ini menjadi tumpuan hidupnya.
"Sejujurnya, saya tidak suka dengan hal memalukan seperti ini! Saya tidak yakin, jika kelak hubungan putri saya dengan cucu Anda dapat berjalan dengan lancar, melalui jalan pernikahan seperti ini," imbuh tuan Dark sedikit kurang nyaman.
Karena merasakan ketegangan, tuan Mohan sedikit tersenyum culas demi memecah suasana.
"Begini tuan Dark, nyonya Elisa ... Cucu saya pasti akan segera menikahi putri Anda! Tapi saya meminta waktu, karena perusahaan saya baru saja mendapat problem, karena ulah mereka berdua!" balas tuan Mohan melirik sinis kearah Laura.
Nyonya Elisa mulai meradang. Wajahnya menyirat ketidak terimaan disana.
"Tidak bisa! Jika disini Anda mengkhawatirkan perusahaan Anda, saya juga mencemaskan masa depan putri saya! Pernikahan tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan Anda! Bisa atau tidak, pernikahan akan tetap berjalan dengan semestinya!"
Laura sejak tadi hanya diam menunduk. Dia sudah tidak dapat berbuat apapun, jika ibunya sudah mulai emosi.
'Brengsek! Mereka begitu keras kepala. Bagaimana Pandu dapat menikah, jika masalah perusahaan belum juga terselesaikan! Anak itu benar-benar ingin melihat Eyangnya sekarat!'
Puas mengumpat dalam batinya, tuan Mohan perlahan menarik nafas dalam, lalu memasang kembali topeng wajahnya.
"Begini saja! Karena kita sebentar lagi akan menjadi keluarga, bagaiman jika perusahaan kita menjalin kerjasama?" tawar tuan Mohan yang merasa mendapat harapan tinggi.
Tuan Dark menatap sang istri, yang dimana nyonya Elisa duduk disofa single sebrangnya.
"Tuan Mohan yang terhormat! Jangan pernah Anda melibatkan apapun dalam kepentingan pribadi Anda! Saya datang meminta pertanggung jawaban, bukan untuk menjalin kerja sama!" tolak nyonya Elisa mentah-mentah, yang kini mulai tidak nyaman.
Nyonya Elisa mulai bangkit, "Jika cucu Anda tidak mau bertanggung jawab ... Biar hukum yang menegakan keadilanya! Permisi,"
Tuan Dark dan juga Laura bangkit, mereka langsung melenggang keluar, tanpa peduli tatapan bengis dari sang tuan rumah.
Sean yang berdiri diujung sudut ruang, dia menyungging senyum iblis, bersorak ramai dalam batinnya. Setelah puas, dia mulai berjalan mendekat menghampiri sang Tuannya.
PYAR!
Tuan Mohan menggeram, menghempaskan vas bunga dengan sabatan tongkat kayunya. Nafasnya terdengar tak beratur, hingga terlihat naik turun di tubuh rentanya.
"Kurang ajar! Anak itu benar-benar ingin mempercepat kematian Eyangnya!" gumam tuan Mohan yang kini matanya sudah berapi-api.
"Sean ...."
"Baik tuan, ada apa?"
"Cepat hubungi Bigson! Katakan padanya, tentang masalah yang baru saja putranya timbulkan! Saya sudah tidak sanggup menangani anak itu!"
Sean hanya mengangguk, lalu dia sedikit agak menjauh untuk menghubungi putra tunggal tuan Mohan.
.
.
Bigson Sahindo~putra tunggal tuan Mohan itu resmi berpisah dengan istrinya, sejak Pandu berusia 10 tahun. Mereka berpisah lantaran ketidak cocokan dalam rumah tangganya, akibat perjodohan yang dilakukan sang Ayah.
Karena setiap harinya mendapat tekanan serta aturan berlebih, tuan Bigson yang semula menurut, sejak saat itu mulai menentang, hingga membuatnya meninggalkan rumah karena perdebatan sengit dengan sang Ayah.
Dan kini, kehidupan tuan Bigson jauh lebih bermakna karena dia berhasil menikahi wanita pujaannya dulu, walaupun kehidupan mereka kini, tidak semewah yang tuan Bigson jalani sebelumnya.
"Ayah ... Ibu memberikan ponselmu, karena sejak tadi berbunyi," bocah kecil berusia 8 tahun itu menyodorkan benda pipih kepada sang Ayahnya, yang kini sedang asik melihat siaran televisi.
"Terimakasih Verell!" balas tuan Bigson mengusap sayang kepala sang putra.
'Bukanya ini nomor Asisten Papah? Untuk apalagi dia menghubungiku?'
Setelah menormalkan wajahnya, pria berusia 48 tahun itu mulai menggeser tombol hijau kesamping.
"Hallo Tuan! Anda diminta tuan Mohan untuk datang secepatnya, karena ada hal penting yang ingin Ayahanda bicarakan! Ini mengenai putra Anda Tuan, Pandu!" jelas Sean sesuai perintah.
Tuan Bigson mulai bangkit dari duduknya. Dia sudah menduga, hal apa yang akan di katakan sang Ayah, karena dia juga tahu skandal apa yang dilakukan putranya kini.
"Baik, lusa saya akan kesana!"
Setelah itu, panggilan terputus sepihak oleh tuan Bigson. Ada rasa sesal yang menyeruat dalam batinnya. Dia merasa gagal menjadi sang Ayah, karena tidak dapat mendidik putranya dulu.
Tuan Bigson sudah sering meminta Pandu untuk tinggal bersama. Namun tuan Mohan tidak ingin membiarkan cucu tunggalnya hidup menderita. Pria tua itu bersikeras agar cucunya dapat bertahan, hingga tumbuh sebesar kini.
Dan hal itu membuat hubungan tuan Bigson dan juga Putranya sedikit renggang.
.
.
.
Ke esokan harinya.
Mengingat pagi ini akhir pekan, jadi Naning yang sedang cuti, mengajak sepupunya untuk berolahraga dengan berlari kecil mengitari desa, hingga keperbatasan kota.
"Ning ... Kita berhenti disana yuk! Aku capek!" gumam Rania setelah meminum air mineral.
Yang ditunjuk Rania, disana ada sebuah perumahan berjejer dengan tulisan~ Perumahan Banyumanik.
Setelah berhenti, dan Rania mengedarkan pandangan keseluruh sekitar. Dia dapat melihat ada ruko ditepi jalan raya yang tampak kosong tidak terurus. Entah mengapa, tiba-tiba muncul ide cemerlang dalam pikiranya.
"Eh Ning, coba kamu melihat kesana," tunjuk Rania kearah jalan ruko dipinggir jalan raya.
Naning mengikuti arah pandang tangan Rania, "Menurutmu, tempat disana strategis ndak?"
"Sangat Mbak! Jika mbak Rania kekiri, maka ada sekolahan SMA. dan jika Mbak kekanan, ada perkantoran dan rumah sakit. Jika mbak Rania membuka usaha di tengah-tengah sana, aku yakin bakal ramai!" kata Naning menjelaskan, "Mbak Rania memang mau buka usaha, apa?"
"Aku mau buka usaha Cake and Bakery, Ning! Nanti didepanya aku berencana mau kasih tempat duduk ala Cafe, agar para pengunjung dapat menikamti sambil meminum teh! Bagaimana?"
Kedua mata Naning berbinar. Dia langsung menarik Rania untuk duduk dibangku kosong.
"Wah, iki serius Mbak?"
Rania mengangguk cepat. Dia sejujurnya sudah membuat planing ini jauh-jauh hari. Namun belum ketemu saja tempat yang tepat.
"Bagus Mbak! Aku setuju. Mbah Nah juga pasti akan mendukung usahamu, Mbak! Dan aku yakin, jika orang-orang tahu jika kamu pemiliknya, maka usahamu akan berkembang pesat, mbak!"
"Nanti dibicarakan sama-sama. Nunggu Mamah Papah pulang juga Ning! Nanti aku mau telfon Aston dulu, meminta bantuannya."
Naning mengernyit, dia menatap lamat sang sepupu. "Memangnya Budhe kemana, Mbak?"
"Mudik ke Jerman, Ning! Opa sakit!" jawab Rania sedikit cemas, karena dia tidak dapat ikut kesana.
Dari arah jalan raya, ada sebuah motor masuk kedalam perumahan tersebut. Dimas membonceng temanya yang sesama TNI, dan kebetulan mereka membeli rumah bersebelahan.
"Mbak, Mbak ... Lihat deh, itu bukanya Mas bujang lapuk," Naning sedikit menunjuk kearah sana sambil berbisik.
"Kenapa harus berbisik kamu mengatainya? Dulu saja kamu secara terang-terangan berkata, 'Mas bujang lap-"
Naning seketika membekap mulut Rania, karena motor Dimas semakin mendekat kearah mereka. Sesampainya melewati Rania, Dimas tersenyum sambil menunduk sopan.
"Uwihh ... Gantengnya oiiii ...." gumam Naning yang ekor matanya masih menatap dua prajurit Negara lewat tadi.
Tangan Naning yang masih membekap mulut Rania, spontan ditepis oleh sang sepupu, sambil menajamkan mata kearahnya. Namun gadis berumur 28 tahun itu tidak peduli, karena masih menatap kearah motor Dimas hingga berhenti didepan rumah bewarna putih itu.
"Baru sadar, kalau mas Dimas ganteng Ning?" kekeh Rania memegang kepala Naning, untuk dihadapkan kearahnya.
"Ih ... Ndak Mbak! Tadi yang dibonceng. Ya ALLAH Gusti ... Wis badanya putih, tinggi, ganteng lagi!" gumam Naning sambil berkhayal. Namun setelah itu, dia menatap sang sepupu dengan selidik, "Sebentar ... Secara ndak langsung, tadi mbak Rania yang bilang 'baru sadar kalau mas Dimas ganteng, Ning' itu berarti, mbak Rania yang mengakui kalau mas Dimas ganteng! Iya to?" ucap Naning kembali dengan gaya tengilnya.
"Ya emang ganteng! Aku nda bohong. Ndak papa kulitnya agak gelap, tapi ndak gosong kok. Ya maklum namanya Tentara!" kata Rania yang spontan keluar dar mulutnya, sambil menatap dua orang TNI tadi yang masih sibuk mengobrol didepan rumah.
Naning tertawa terpingkal-pingkal melihat sepupunya itu. 'Duh, kapal baru bakal segera berlayar nih' pikir Naning didalam hatinya.
.............
Bersambung~
kak, terimakasih banyak atas dukunganya. da terimakasih atas komentar serta likenya.
semoga tetap mengikuti dan suka dengan ceritanya.🙏
semangat ya tor🌹🌹
awal baca suka ceritanya 😍
ra dong aku !!!