Gadis Buta Di Sarang Mafia

"Maafkan aku, Nyonya Selina. Tapi aku harus melakukan hal ini, supaya kita bisa cepat bergerak. Anda tidak bisa melihat, takutnya anda akan terbentur nanti ketika aku membawa anda pergi dengan cepat."

"Apakah kau selama ini tukang angkat besi?"

"Aku pernah menjadi atlit. Bukan tukang, Nyonya Selina."

"Ya begitu lah."

Ameng berlari cepat membawa Selina pergi ke tempat yang aman. Ia sebenarnya ingin tertawa karena mendengar perkataan Selina. Namun, ia tidak ingin nyonya mudanya itu berpikir buruk tentang dirinya.

Setelah Ameng berlari sejauh mungkin dan menemukan tempat yang aman untuk Selina, ia ingin kembali untuk menolong tuannya.

"Nyonya Selina. Aku akan kembali untuk menolong Tuan. Anda jangan pergi kemana-mana dan tetaplah disini sampai kami datang."

"Untuk apa kau membantu Tuan mu? Bukankah ia seseorang yang mampu mengalahkan mereka semua? Biarkan saja ia bertarung sendirian supaya ia bisa terlatih."

"Itu tidak akan terjadi. Karena kita tidak tahu apa kemungkinan terkecilnya. Musuh-musuh Tuan sangatlah mengerikan."

"Ya sudah, pergilah kau sana."

"Anda yakin nyonya Selina?"

"Iya."

"Anda tidak akan berubah pikiran?"

"Pergi lah Ameng. Aku tidak sanggup lagi mendengar suara mu itu."

Ameng pun kembali ke tempat Damian di kepung. Sedangkan Selina, ia tak tahu ada dimana sekarang.

Ia merebahkan diri nya di atas semen dingin yang kotor. Selina yakin, mungkin itu adalah sebuah rumah terbengkalai yang tidak ada penghuni nya lagi.

Akan tetapi, Selina salah. Dengan mata nya yang buta, ia tidak tahu saat ini ada dimana. Dan Ameng, karena terlalu khawatir dengan Tuan nya, ia malah melupakan Selina.

Hahahaha.

"Cepat masuk. Aku sudah tidak sabar lagi untuk menikmati nya."

Terdengar suara dari arah lain rumah itu. Selina hanya diam dan tidak akan bersuara. Entah orang-orang yang ada di sana bisa melihat diri nya atau tidak.

"Tolong lepaskan aku. Tolong aku." Ucap seorang wanita yang sepertinya menjadi tawanan dari beberapa Pria yang ada di sana.

"Melepaskan mu? Oh tidak bisa. Bersusah payah aku menemukan mu. Dan saat ini, kau adalah milik ku."

"Aku mohon jangan. Tolong...Tolong."

Wanita itu pun meminta tolong. Akan tetapi, Pria-pria itu malah tertawa terbahak-bahak saat melihat wanita itu ketakutan.

"Berteriak lah. Tidak akan ada yang bisa mendengar mu. Tempat ini adalah tempat kami biasa melancarkan aksi. Jadi, diam lah kau di sana sampai kami menuntaskan has-rat ini."

Selina terus mendengar percakapan mereka. Ia tak tahu, dimana Ameng meletakkan dirinya.

Selina tidak berniat membantu. Ia hanya diam saja dan mendengar. Ia berharap, Damian segera kembali dan mencari nya.

Sementara itu, Ameng tiba tepat waktu. Mereka menggunakan sen-jata untuk melumpuhkan Damian.

Lengan sebelah kanan Damian terluka. Dan Ameng sangat takut Tuan nya itu kenapa-kenapa.

"Mengapa kau ke sini? Bagaimana dengan istriku?"

"Nyonya Selina aman. Aku menyuruh nya menunggu di rumah terbengkalai."

"Go-blok kau Ameng. Istri ku tidak bisa melihat. Dan kau meninggalkan nya sendirian? Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada nya."

"Tidak akan terjadi apa-apa Tuan."

"Awas saja kau, Ameng."

"Bagaimana Tuan bisa terluka?"

"Oh ini. Aku melindungi buku nikah ku. Dan mereka mengambil kesempatan untuk melukai nya. Kasihan sekali. Buku ini sampai terkena darah ku."

"Tenang, Tuan. Sampai rumah nanti, Buku Nikah nya kita bingkai saja dengan kaca anti pecah dan anti peluru."

"Kau benar, Ameng. Sekarang, ayo kita habisi mereka dan kembali menjemput Ratu di istana ku."

Setelah mencium buku nikah milik nya itu, Damian pun bertambah bersemangat. Dengan tangan kosong, Damian bisa mema-tahkan leher dan tangan musuh-musuh nya itu.

Krak..

Aaaahhhh...

Terdengar suara jeritan dari beberapa Pria yang tubuh nya sudah tidak beraturan. Adapun senjata yang ada di tangan mereka, kini sudah berada di tangan Damian.

Dengan cepat Damian menghabisi mereka semua dan hanya menyisakan satu pemimpin nya saja.

"Lubangi salah satu mata nya. Dan po-tong sebelah telinga nya. Kirimkan pada kurir mereka." Ucap Damian.

"Baik, Tuan Damian."

Damian sengaja menyisakan satu Pria untuk menjadi kurir yang akan membawa paket nya ke Pemimpin tersebut.

Dan ia saat ini membawa serta anak dari musuh yang selama ini mengincar nya. Damian tidak akan bermain-main dalam menghadapi musuh.

Karena jika musuh tidak di musnahkan, maka akan tumbuh musuh-musuh lain yang akan menyusahkan diri nya nanti.

"Ayo pergi Ameng. Tutup mata dan telinga sebelah nya lagi. Dia tidak boleh melihat Selina."

"Baik, Tuan Damian."

Ameng dan Tuan nya kembali mencari Selina. Mereka pun kembali ke rumah terbengkalai itu.

Namun, di depan rumah itu ramai sekali preman-preman yang sedang tertawa dan berlalu lalang.

"Ameng, kau bilang Selina aman. Apa ini, Ameng? Kau membawa istri ku ke sarang buaya buntung."

"Maafkan aku, Tuan. Tadi mereka tidak ada di sana."

"Itu tadi. Dan saat ini, Selina dalam bahaya."

Saat Ameng dan Damian sedang sibuk menyalahkan satu sama lain, tiba-tiba saja Bos Preman datang sambil tertawa.

"Asyik sekali. Gadis itu masih legit dan menggi-git. Silahkan kalian coba. Aku sudah menggali terowongan itu terlebih dahulu."

"Benarkah begitu, Bos?"

"Tentu saja. Gadis pera-wan memang sangat nikmat."

Mata Damian sudah memerah dan hampir melompat dari kelopak nya. Ia tidak akan menunggu lagi .

"Ku-rang ajar! Berani sekali kau menyentuh istri ku sebelum aku!"

Bag

Bug

Tak

Tuk.

Damian benar-benar sangat marah dan merasa harga diri nya di injak-injak. Ia bahkan mema-tahkan leher bos preman hanya dengan sekali pijakan.

Terdengar suara patah tulang yang begitu ngilu saat itu. Damian benar-benar sudah kesetanan.

"Maaf, siapa anda? Mengapa anda membu-nuh bos kami?"

Salah satu anggota preman memberanikan diri nya untuk bertanya. Karena mereka sama sekali tidak pernah melihat Damian.

"Kalian berani memperko-sa istri ku."

"Maaf, Apakah wanita ini istri anda?"

Damian pun melihat seorang wanita yang menangis dengan rambut acak-acakan. Ia yakin jika itu bukan Selina nya.

Wanita itu langsung berlari dan memeluk kaki Damian.

"Terima kasih sudah menyelamatkan saya. Saya berhutang Budi pada anda."

"Minggir, kau. Kau bukan wanita yang ku cari. Jangan sentuh kaki ku!"

Damian masih sempat menen-dang wanita malang itu karena menyentuh diri nya. Sampai kapan pun, hanya Selina yang boleh melakukan itu.

"Ameng, cari istriku."

"Tak perlu. Aku di sini." Ucap Selina berdiri sambil membelakangi Damian.

"Selina, aku ingin melihat wajah mu. Bukan bo-kong mu."