"Kamu akan menyesalinya, Aletta. Aku akan memastikannya." Delvan mengancam dengan raut wajahnya yang marah pada seorang wanita yang telah menabrak mobilnya.
Azada Delvan Emerson adalah pengusaha yang paling ditakuti, tidak hanya di negaranya tetapi juga di luar negeri, karena sifatnya yang arogan dan kejam. Dia bukan orang yang mudah memaafkan atau melupakan.
Sementara itu, Aletta Gabrelia Anandra merupakan putri kedua dari keluarga Anandra yang baru saja menabrak mobil Delvan dan menolak untuk tunduk di hadapan Azada Delvan Emerson yang menantangnya untuk melakukan hal terburuk.
Akankah Delvan berhasil membuat Aletta bertekuk lutut terutama sekarang, karena ia harus menikah dengannya atau akankah Aletta berhasil melawan suaminya terutama ketika ia mengetahui bahwa dia adalah kekasih dari musuh bebuyutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10.
Aletta memarkir mobilnya di seberang gedung yang menjulang tinggi itu. Di seberang jalan, dia dapat melihat dengan jelas perusahaan Emerson berdiri tegak.
Ia menarik napas dalam-dalam sembari mencoba menenangkan diri. Aletta akan mengambil langkah besar dalam hidupnya dan itu membuatnya sangat gugup.
Ya, Aletta jelas telah memutuskan untuk menerima tawaran Delvan. Ia harus melakukannya demi keluarganya dan demi dirinya sendiri. Aletta akan kehilangan banyak hal jika menolak pernikahan itu.
Ia dan Delvan akan menikah dan setelah itu mereka akan berpisah setelah setahun pernikahan. Aletta menarik napas dalam-dalam untuk sekali lagi dan melangkah keluar dari mobilnya.
Memasuki gedung itu dan seperti biasa, Aletta disambut dengan tatapan mata dari orang-orang yang hadir saat dia masuk.
Biasanya, Aletta tidak mempermasalahkan tatapan orang-orang karena itu adalah bagian dari hidupnya, tetapi saat ini, hal itu benar-benar membuatnya merasa menjengkelkan baginya.
Ia sudah merasa tidak nyaman. Tatapan mereka hanya menambah ketidaknyamanannya.
Aletta tidak tahu di mana kantor Delvan berada karena dia belum pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Ia kemudian melihat area resepsionis dan berjalan ke meja resepsionis.
"Selamat siang Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu sembari memperlihatkan senyumnya
Aletta dapat dengan mudah mengetahui bahwa senyum itu palsu. Dia telah bertemu banyak orang yang berpura-pura menyukainya dan karenanya, dia dapat dengan mudah mengetahui ketika seseorang berpura-pura, tetapi dia tidak peduli tentang itu karena sikap resepsionis itu adalah masalah yang paling kecil baginya.
"Aku di sini untuk menemui Azada Delvan Emerson."
"Apakah Anda punya janji?" tanya resepsionis itu sembari mengamati Aletta dari ujung kepala sampai ujung kaki sembari mengamatinya dalam benaknya.
Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu sempurna dan beruntung di saat yang sama? Dia dilahirkan dalam keluarga yang sangat kuat, keluarga yang diinginkan banyak orang.
Itu saja yang membuat banyak wanita tidak menyukai Aletta dan sekarang, dia akan menikah dan bukan dengan keluarga sembarangan, dia akan menikah dengan Azada Delvan Emerson.
Meskipun Delvan adalah orang yang berhati dingin, dia tetap saja seksi dan ini membuat para wanita ngiler padanya, meskipun sifatnya yang sombong.
Kebanyakan para wanita tidak akan menolak tawaran menikah dengan Delvan, jika mereka diberi kesempatan.
Pria seksi, berkuasa, dan yang terpenting, dia sangat kaya. Banyak wanita yang mencoba menarik perhatiannya, tetapi gagal total karena Delvan menolak semua wanita itu.
Orang-orang mulai berasumsi bahwa Delvan gay karena mereka tidak pernah melihatnya bersama dengan seorang wanita. Hal ini sangat kontras dengan adiknya, Vian yang selalu terlihat di dekat banyak wanita.
Dan dari sekian banyak wanita yang tertarik pada Delvan, mengapa harus Aletta yang dipilihnya?
Apa yang istimewanya tentang Aletta yang membuat Delvan jatuh cinta padanya?.
"Tidak, aku tidak punya janji." Jawab Aletta.
"Maaf Bu, Anda tidak bisa menemui Tuan Delvan tanpa membuat janji terlebih dahulu," kata resepsionis itu, tanpa terdengar menyesal sedikit pun.
"Bisakah kamu menghubungi Delvan dan memberi tahu dia bahwa aku ada di sini." Pinta Aletta
“Maaf Bu, saya tidak bisa melakukan itu. Tuan Delvan sudah memberikan instruksi tegas kepada saya bahwa saya tidak boleh mengganggunya jika tidak ada sesuatu yang penting." Kata resepsionis itu menghina dengan halus.
Aletta mengerti apa yang ingin resepsionis itu katakan. Dan Aletta tetap tidak menganggapnya cukup penting untuk mengganggu urusannya dengan Delvan.
"Anda sebaiknya menghubungi Tuan Delvan sendiri kalau anda ingin menemuinya." Kata resepsionis itu kemudian, seolah dia ingin tahu apakah Aletta punya nomor telepon Delvan.
Seperti orang lain, resepsionis itu tidak sepenuhnya yakin bahwa Delvan dan Aletta menikah karena cinta.
Ia punya firasat kuat bahwa itu adalah pernikahan kontrak. Lagipula, Delvan dan Aletta tidak pernah terlihat bersama di depan umum.
Aletta tahu apa yang sedang dimainkan oleh wanita itu.
Resepsionis itu ingin tahu apakah ia dan Delvan akan menikah secara kontrak. Ya, meski mereka memang menikah kontrak, tetapi dunia tidak perlu tahu itu.
Aletta tidak mempunyai nomor Delvan karena dia belum pernah bertemu dengan pria itu sebelum kemarin.
'Apa yang harus aku lakukan?.' Tanya Aletta pada diri sendiri seraya mencoba mencari jalan keluar.
"Kakak ipar..." Aletta mendengar suara yang dikenalnya dari belakangnya. Ia pun menoleh dan melihat Vian berdiri di depannya.
Kata-kata tidak dapat mengungkapkan betapa bahagianya Aletta saat melihat Vian.
"Apa yang kakak lakukan di sini?." Tanya Vian sembari berjalan ke arahnya. Saat itu Vian sedang keluar untuk makan siang, tetapi ia kemudian melihat Aletta yang berbicara dengan resepsionis.
Vian tahu resepsionis itu sedang mempermainkan Aletta karena raut wajah dari Aletta yang tampak kesal.
"Aku datang ke sini untuk menemui Delvan." Jawab Aletta.
Vian melayangkan tatapan tajamnya ke arah resepsionis yang sudah berdiri lalu kembali menatap Aletta dengan tatapan yang biasa. "Kenapa kamu tidak langsung masuk?."
"Yah, ini pertama kalinya aku ke sini, jadi aku tidak tahu di mana kantornya. Aku datang ke sini untuk meminta petunjuk ke kantornya, tapi dia bilang aku tidak bisa menemui Delvan tanpa membuat janji temu." Kata Aletta menjelaskan dengan perlahan, seolah-olah ia sedang tersinggung.
Vian kembali melotot ke resepsionis dan menyuarakan ketidakpuasannya dengan keras. "Beraninya kau memperlakukannya seperti itu! Kau tahu siapa dia?"
"Umm. B-baiklah T-tuan, saya--" Resepsionis itu tidak dapat menjawab karena dia tahu kata-katanya akan digunakan untuk melawannya.
Jika dia menjawab Ya, maka itu berarti dia ketahuan sengaja tidak menghormati tunangan bosnya dan jika dia menjawab Tidak, akan terlihat jelas bahwa dia berbohong. Dia terjebak di antara dua pilihan yang sulit.
"Aku bertanya padamu. Jawab pertanyaan ku!." Tanya Vian dengan marah.
Resepsionis itu menggigil ketakutan. Akan lebih baik jika bumi terbuka dan menelannya daripada harus menghadapi kemarahan Vian.
Vian adalah orang yang periang dan santai, tetapi itu tidak berarti dia bisa diganggu. Dia sama berbahayanya dengan saudaranya saat dia marah.
Resepsionis itu melirik ke arah Aletta dan melihat Aletta sedang menyeringai padanya.
Aletta memasang ekspresi penuh kemenangan di wajahnya saat dia melihat resepsionis itu gemetar ketakutan.
Vian memberikan petuah-petuah pada resepsionis itu selama beberapa waktu lalu, apa yang terjadi dengan sikapnya? Karena resepsionis itu mengacau, dia harus menghadapi konsekuensinya.
Aletta mengubah ekspresinya menjadi sedih saat menyentuh bahu Vian. "Tidak apa-apa, Vian. Aku seharusnya tidak datang ke sini. Seperti yang resepsionis itu katakan, aku bukan orang penting yang boleh bertemu Delvan. Aku harus pergi."
Aletta berbalik untuk pergi, tetapi Vian menghentikannya.
'Sialan' resepsionis itu mengumpat dalam hatinya. Aletta mencoba menghasut Vian untuk menceramahinya dan itu berhasil.
"Rowlene, kemasi barang-barangmu dan keluar dari perusahaan ini. Aku tidak ingin melihat wajahmu di sini lagi, kau dipecat!!!." Kata Vian dengan nada dingin, kemarahan tampak jelas di wajahnya.
Vian tidak akan menerimanya jika ada orang yang tidak menghormati Aletta
Ibunya dan kakaknya telah mengajarkan kepadanya bahwa keluarga adalah hal terpenting bagi seseorang dan bahwa seseorang harus selalu berjuang untuk keluarga.
Vian sudah menganggap Aletta sebagai keluarganya, oleh karena itu dia akan berjuang untuk mendapatkan rasa hormat Aletta
"Tuan, saya mohon. Saya janji hal itu tidak akan terjadi lagi," pinta resepsionis itu dengan putus asa. Dia tidak sanggup kehilangan pekerjaan ini.
"Aku tidak memberi orang kesempatan kedua terutama ketika mereka menentang keluarga ku." Kata Vian dengan nada datar tanpa emosi apa pun.
Nada bicara dan ekspresi wajahnya mengingatkan Aletta pada Delvan. Penampilan dan suaranya mirip dengan kakaknya saat mengancam resepsionis itu.
Itu membuat Aletta merinding. Bagaimana mungkin seseorang yang suka bermain seperti Vian, berubah menjadi begitu kejam dan dingin dalam sekejap mata.
"Vian, aku tidak ingin kamu memecatnya. Dia sudah meminta maaf, tolong maafkan dia," pinta Aletta.
Aletta hanya ingin memberi pelajaran kepada wanita itu karena telah menghinanya, tetapi tidak sampai membuatnya kehilangan pekerjaan. Itu sudah keterlaluan.
"Dia memperlakukan Kakak dengan sangat buruk dan kakak masih ingin aku memaafkannya?" tanya Vian tak percaya.
"Ya, permintaan maafnya lebih dari cukup bagiku," jawab Aletta
Vian menatap Aletta. Wanita itu hanya terlalu baik dan meskipun itu terpuji, orang-orang akan memanfaatkannya.
Sementara Delvan selalu menjelaskan pada Vian bahwa tidak semua orang pantas mendapat kesempatan kedua.
Namun, karena ini adalah hal pertama yang diminta Aletta padanya, Vian tidak bisa menolak. Vian langsung menoleh ke arah resepsionis. "Minta maaf padanya!" perintahnya.
"M-Maaf Bu, ini tidak akan terjadi lagi." Kata Rowlene meminta maaf.
"Tidak apa-apa. Jangan lakukan itu lagi." Kata Aletta.
"Terima kasih, Bu," jawab Rowlene.
"Kamu beruntung Kakak ipar ku menyelamatkanmu hari ini. Kau mungkin tidak seberuntung ini lain kali. Kembalilah ke tempatmu!" katanya tajam.
Rowlene membungkuk kepada Aletta dan Vian, lalu kembali ke mejanya.
"Kakak ipar datang ke sini untuk menemui kak Delvan, kan? Ayo, biar aku antar kakak padanya." Kata Vian sembari mengajak Aletta menuju lift yang akan membawa mereka keruangan Delvan.
Kegugupan Aletta kembali muncul begitu dia masuk ke dalam lift. Dia masih sempat mundur karena begitu dia berkata ya kepada Delvan, tidak ada jalan kembali.
"Ini adalah lift pribadi yang hanya diperuntukkan bagi keluarga Emerson, yang berarti kakak ipar juga bisa menggunakannya karena kakak ipar sekarang menjadi bagian dari keluargaku." Kata Vian.
Aletta hanya mengangguk karena ia merasa akan muntah jika ia berani membuka mulutnya.
Pintu lift terbuka dan Vian menuntunnya keluar. Tanpa menghiraukan sapaan dari karyawannya, dia mengantarkan Aletta ke kantor Delvan.
Vian tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk karena itu sudah menjadi kebiasaannya.
Mereka berdua memasuki kantor dan Vian menutup pintu. Aletta tersentak saat melihat Delvan lagi.
Mereka baru saja bersama tadi malam, tapi rasanya sudah lama sekali tidak bertemu.
Delvan sedang mempelajari beberapa berkas, tetapi pria itu tampak begitu tampan saat duduk di mejanya. Membuat Aletta langsung teringat kejadian tadi malam dan pipinya memerah karena malu.
"Sudah berapa kali kukatakan padamu untuk tidak masuk ke kantorku tanpa mengetuk pintu?." Tanya Delvan tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang dibacanya.
Delvan tahu bahwa Vian-lah yang memasuki kantornya karena dialah satu-satunya yang masuk tanpa mengetuk pintu.
"Tidak peduli berapa kali kakak memberitahuku, aku tidak akan mendengarkan kakak." Jawab Vian dengan santainya.
"Dasar bocah manja! Aku akan ma--" Perkataan Delvan terhenti sejenak saat ia mendongak dan melihat Aletta ada di kantornya. Apa yang sedang wanita itu lakukan di sini?
"Hem hem," Vian berdeham mencoba mengingatkan kedua sejoli itu bahwa dia ada di ruangan itu karena mereka begitu asyik menatap satu sama lain.
Delvan bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Aletta. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya.
"Aku datang ke sini untuk menemuimu." Jawab Aletta dengan suara rendah, senang karena suaranya tidak bergetar.
Vian dapat mengetahui bahwa alasan Aletta datang menemui Delvan adalah alasan yang serius.
"Aku akan meninggalkan kalian berdua." Vian berbalik dan membuka pintu, tetapi sebelum keluar, dia kembali buka suara. "Kakak, aku sarankan kakak memperingatkan para karyawan agar tidak bersikap tidak hormat kepada calon istri kakak." Sambungnya. "Resepsionis tadi menghinanya dan dia akan lolos begitu saja jika aku tidak campur tangan."
Reaksi Delvan sama persis dengan reaksi Vian. Tidak heran Vian tidak takut pada saudaranya; mereka berdua mirip dalam banyak hal.
"Langsung pecat dia!." Perintah Delvan dingin tanpa berpikir dua kali.
Sekalipun dia tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Aletta, wanita itu tetaplah calon istrinya, seseorang yang akan menyandang namanya dan itu berarti harga diri Aletta adalah harga dirinya dan penghinaan yang Aletta terima akan menjadi penghinaannya juga.
"Aku sudah melakukannya, tapi kakak ipar meminta ku untuk tidak melakukannya. Aku tidak bisa menolak karena itu adalah hal pertama yang dimintanya." Jawab Vian.
Delvan menatap Aletta. Sementara wanita itu segera menunduk seolah-olah dia telah ketahuan melakukan kesalahan. Ugh! Kenapa pria ini membuatnya begitu gugup?
"Beritahu bagian akuntansi agar tidak memberikannya gaji bulan ini," perintah Delvan
"Apa? Dia pasti membutuhkannya untuk--" Aletta menelan salivanya ketika melihat Delvan menatapnya tajam.
"Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang biasanya kulakukan. Aku tidak akan mengampuni siapa pun yang menentangku atau keluargaku. Kamu tunanganku yang berarti kamu adalah keluargaku." Kata Delvan.
"Kamu sudah meminta Vian untuk tidak memecatnya dan aku tidak keberatan dengan itu, tapi itu tidak berarti aku tidak akan memberinya pelajaran!." Kata Delvan dengan tegas, tidak memberi ruang bagi Aletta untuk menolak perintahnya.
"Sampai jumpa nanti," kata Vian lalu pergi.
"Mengapa kamu tidak mengatakan apa pun saat resepsionis bersikap kasar padamu?" tanya Delvan
"Aku tidak suka pertengkaran." Jawab Aletta.
"Kata wanita yang menabrak mobilku dua kali." Balas Delvan
"Bukan salah satu momen yang paling membanggakan bagiku." Jawab Aletta
"Kenapa kamu datang ke sini?" Tanya Delvan dengan ekspresi serius di wajahnya seakan dia sedang berbicara bisnis.
"Aku datang ke sini untuk memberikan jawaban dari penawaran mu." Jawab Aletta
Mendengar hal itu, Delvan merasa gugup saat mendengar perkataan Aletta. Padahal pria itu hampir tidak pernah merasa gugup dalam hal apa pun, tetapi ia justru gugup ketika akan mengetahui apa yang telah diputuskan oleh Aletta.
"Apa jawaban mu?." Tanya Delvan.
Aletta menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab. "Aku akan menerima penawaran mu."