Sebuah kota kecil bernama Reynhaven, seorang pria ditemukan tewas di rumahnya, tepat lima menit sebelum tengah malam. Di pergelangan tangannya, ada tanda seperti lingkaran berwarna hitam yang terlihat seperti dibakar ke kulitnya. Polisi bingung, karena tidak ada tanda-tanda perlawanan atau masuk secara paksa. Ini adalah korban kedua dalam seminggu, hingga hal ini mulai membuat seluruh kota gempar dan mulai khawatir akan diri mereka.
Di lain sisi, Naya Vellin, seorang mantan detektif, hidup dalam keterasingan setelah sebuah kasus yang ia ambil telah gagal tiga tahun lalu hingga membuatnya merasa bersalah. Ketika kasus pembunuhan ini muncul, kepala kepolisian memohon pada Naya untuk kembali bekerja sama, karena keahliannya sangat diperlukan dalam kasus ini. Awalnya ia sangat ragu, hingga akhirnya ia pun menyetujuinya. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa kasus ini akan mengungkit masa lalunya yang telah lama dia coba lupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Wahida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Rahasia Naya dengan Seseorang
Matahari baru saja naik, sinarnya menembus kaca jendela apartemen kecil milik Sienna. Perempuan itu duduk di kursi, jari-jarinya lincah mengetik laporan investigasi yang akan diterbitkannya akhir pekan ini. Di mejanya, berserakan dokumen, catatan tangan, dan beberapa foto lama yang sudah mulai pudar warnanya. Di salah satu foto itu, terlihat seorang pria berwajah ceria dengan senyum khasnya, Jonas, mentor sekaligus senior Sienna semasa di dunia jurnalistik.
Sienna menarik napas panjang, pikirannya penuh dengan kenangan lama. Tiga tahun sejak Jonas meninggal dunia, Sienna belum pernah benar-benar melupakan pria itu. Ia terus merasa ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang perlu diperbaiki, terutama karena Jonas adalah alasan Sienna memilih jalan hidupnya sebagai wartawan investigasi.
Pagi itu, dengan secangkir kopi di tangan, Sienna mengambil ponselnya. Ia menelusuri daftar kontaknya hingga menemukan nama detektif Naya. Nama yang selama ini hanya ia dengar dari cerita seniornya, Jonas. Sienna memutuskan untuk menghubunginya.
Telepon tersambung setelah dua nada panggil. Suara Naya terdengar tegas di seberang sana.
"Halo?"
"Ah, halo, detektif Naya. Saya Sienna, wartawan dari Insight Media. Saya ingin melakukan sedikit pembicaraan dengan anda," kata Sienna dengan nada sedikit gugup.
"Siapa kau?" tanya Naya, nada suaranya penuh kehati-hatian.
"Ah, seperti yang saya jelaskan tadi. Lalu, senior Jonas sering menyebut nama anda. Saya... juniornya di kampus dulu. Saya ingin bertemu dengan anda, jika anda punya waktu."
Hening sejenak. Naya sepertinya sedang mencerna ucapan Sienna.
"Apa yang kau inginkan?" tanyanya akhirnya.
"Saya hanya ingin berbicara tentang senior Jonas. Hanya itu. Saya tahu ini mungkin tidak nyaman untuk anda, tapi... ada banyak hal yang masih mengganjal bagi saya," ujar Sienna, berusaha terdengar tulus.
Naya menghela napas di seberang telepon.
"Baiklah. Kita bisa bertemu pagi ini. Ada kafe kecil di seberang Jalan Raya. Aku akan menunggumu di sana pukul sembilan."
Sienna tiba di kafe yang dimaksud tepat waktu. Tempat itu kecil tapi nyaman, dengan suasana tenang yang cocok untuk perbincangan pribadi. Ia melihat seorang perempuan duduk di sudut kafe, mengenakan kemeja biru tua dan celana panjang hitam. Rambutnya diikat rapi, dan wajahnya memancarkan ketegasan seorang detektif berpengalaman.
"Detektif Naya?" Sienna menyapanya sambil mendekat.
Naya mengangguk. "Anda Sienna?"
"Ya. Hmm, panggil saya dengan senyaman anda saja, detektif Naya. Panggil saja saya, Sienna. Anda lebih tua beberapa tahun dari saya," ujar Sienna.
"Hmm, baiklah."
Sienna duduk di kursi seberang Naya, sedikit canggung. Ia memesan secangkir teh sebelum akhirnya mengeluarkan foto lama Jonas dari tasnya. Ia meletakkannya di atas meja.
"Saya sering mendengar nama anda dari senior Jonas," kata Sienna, memulai percakapan.
"Dia bilang anda adalah salah satu orang paling jujur yang pernah dia temui."
Naya memandang foto itu. Tatapan matanya melunak, dan untuk sesaat, wajahnya yang selalu tegas tampak menyiratkan kesedihan.
"Jonas sering bercerita tentang pekerjaannya. Dia selalu antusias dengan apa yang dia lakukan," ujar Naya.
"Aku mengingatnya sekarang. Dia dulu pernah bilang kalau dia punya junior yang cerdas."
Sienna tersenyum tipis. "Dia terlalu sering memuji saya. Padahal saya hanya mengikuti arahannya."
Mereka terdiam sesaat, membiarkan keheningan berbicara.
"Aku masih ingat pertama kali bertemu Jonas," kata Naya, memecah keheningan.
"Itu sekitar lima tahun lalu. Dia sedang meliput kasus perdagangan manusia, dan aku ditugaskan sebagai penyidik polisi waktu itu. Dia selalu menanyakan hal-hal yang sulit kujawab, tapi kupikir dia hanya ingin memastikan bahwa kebenaran tidak tertutup oleh birokrasi."
Sienna tersenyum mendengar cerita itu. "Itu sangat seperti senior Jonas. Dia tidak pernah takut bertanya, bahkan jika itu membuat orang tidak nyaman."
Naya mengangguk. "Dia juga tidak pernah berhenti. Bahkan ketika aku bilang kasus itu terlalu berbahaya untuk dilanjutkan, dia tetap maju. Aku selalu mengagumi keberaniannya.
Sienna menatap Naya dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa anda tahu kenapa dia begitu gigih? Kadang saya merasa dia menyimpan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tidak pernah dia ceritakan."
Naya menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Tapi aku tahu dia punya prinsip yang sangat kuat. Dia pernah bilang, 'Kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri. Kalau kita bisa membuat dunia ini sedikit lebih baik, kenapa tidak mencoba?'"
Sienna merasakan dadanya sesak. Kata-kata Jonas itu begitu akrab di telinganya, karena ia pernah mendengar Jonas mengatakannya juga.
"Dia meninggalkan banyak hal untuk saya," kata Sienna pelan.
"Bukan hanya pelajaran tentang jurnalistik, tapi juga tentang bagaimana melihat dunia dengan cara yang lebih jujur. Kehilangannya... masih sulit saya terima."
Naya mengangguk, tatapannya menerawang. "Aku mengerti. Dia tidak hanya meninggalkan kesan pada orang-orang di sekitarnya, tapi juga pada kasus-kasus yang dia tangani. Aku masih sering berpikir, andai saja aku bisa melindunginya lebih baik..."
"Jangan menyalahkan diri anda begitu," potong Sienna cepat.
"Saya tahu bahwa senior Jonas itu selalu tahu risiko dari setiap langkahnya. Dia tahu apa yang dia hadapi."
Naya terdiam, seolah mencoba menerima kata-kata itu.
"Apa yang ingin kamu lakukan sekarang, Sienna?" tanya Naya akhirnya.
Sienna menatapnya dengan mata penuh tekad. "Saya ingin melanjutkan apa yang dia mulai. Saya tahu bahwa saya tidak seberani dia, tapi saya ingin mencoba. Dia selalu bilang kalau saya bisa, jadi saya harus membuktikannya."
Naya tersenyum tipis. "Kau pasti bisa. Jonas tidak sembarangan memuji orang. Jika dia percaya padamu, itu berarti kau punya sesuatu yang istimewa."
Sienna mengangguk, merasa semangatnya kembali. "Terima kasih, detektif Naya. Bertemu dengan anda membuat saya merasa lebih yakin."
Naya mengangguk kecil. "Kita punya tugas masing-masing, Sienna. Jika kau butuh bantuan, kau tahu di mana mencariku."
"Yah, oleh karena itu saya meminta untuk bertemu dengan anda. Karena, saya juga ikut menyelidiki tentang kematian empat korban itu. Saya memiliki petunjuk tentang pembunuhnya. Tapi saya belum terlalu yakin akan hal itu," jelas Sienna menatap Naya mantap.
"Jika anda mau menunggu saya sebentar lagi, saya akan memberikan jawaban yang memuaskan untuk anda," sambungnya penuh semangat.
Naya tersenyum bangga pada gadis didepannya ini. Jonas, jika kamu melihat ini, kamu akan merasa bangga pada junior mu ini. Dia sudah berkembang.
"Baiklah, aku akan menunggu kabar baiknya, Sienna," jawab Naya tersenyum bangga.
"Terima kasih karena sudah mempercayakan ini kepada saya, detektif Naya."
Pertemuan mereka di kafe itu berakhir satu jam kemudian. Sienna meninggalkan tempat itu dengan hati yang lebih ringan, membawa kenangan dan pelajaran baru tentang sosok Jonas dari sudut pandang Naya.
Di luar kafe, sinar matahari terasa lebih hangat. Meski bayangan Jonas masih lekat dalam ingatannya, Sienna merasa lebih siap melangkah ke depan. Apa yang Jonas tinggalkan tidak akan pernah sia-sia.
Naya menatap kepergian Sienna dari jendela kafe. Dalam hatinya, ia merasa lega. Meski kehilangan Jonas adalah luka yang masih terasa, ia tahu warisan pria itu akan terus hidup melalui orang-orang seperti Sienna.
Pagi itu, dengan langkah yang mantap, mereka berdua melanjutkan perjalanan masing-masing. Sienna sebagai wartawan muda yang penuh semangat, dan Naya sebagai detektif yang tidak pernah menyerah pada kebenaran.
...To be continue ...