Sekretaris Meresahkan
Sekretaris Meresahkan
Deskripsi
POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Botol Yakult
"Mama! Papa! Aku tahu di mana Freya!!"
Mendengar suara Mina, dengan tergopoh Ririn dan Banu mendekati anaknya. Mina langsung memperlihatkan sebuah video pada kedua orang tuanya. Jarinya menunjuk Freya yang tengah mengantri di kedai kopi yang dipromosikan.
"Ini di mana?" tanya Ririn.
"Ini di Jakarta, Ma."
"Berarti anak itu kabur ke Jakarta?"
"Iya, Ma."
"Punya uang dari mana?" gumam Banu pelan.
"Ngga penting itu, Kang. Yang penting sekarang Freya sudah diketahui keberadaannya. Akang kasih tahu Pak Santo, supaya dia ngga terus-terusan nekan kita. Bawa Freya pulang dan nikahkan dengan Pak Santo," ujar Ririn.
"Iya, kamu benar. Akang mau ke rumah Pak Santo sekarang. Mina, ayo kamu ikut sama Papa. Perlihatkan video itu sama Pak Santo."
"Siap, Pa."
Mina menuju kamarnya dulu. Gadis itu melapisi celana pendek yang dikenakannya dengan celana panjang, lalu keluar lagi. Banu sudah menyiapkan motor dan segera menjalankannya setelah sang anak duduk di belakangnya. Dengan kecepatan sedang, dia memacu kendaraannya menuju ke kediaman Santo. Sepuluh menit kemudian mereka sudah sampai. Banu memarkirkan kendaraannya di depan rumah besar milik Santo, lalu segera membuka pintu pagar.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Mono, orang kepercayaan Santo keluar. Melihat Banu yang datang, pria itu mempersilakan Banu dan Mina untuk masuk. Dipikirnya pria itu akan membayar hutangnya. Dari dalam kamar, Santo keluar dengan mengenakan kaos oblong dan sarung. Pria itu duduk di sofa tunggal yang ada di ruang tamu. Matanya menatap Banu dengan lekat.
"Apa kamu ke sini mau bayar hutang?" tanya Santo to the poin.
"Bukan, Pak. Ehm.. begini, saya sudah tahu Freya ada di mana. Bapak masih minat kan menikah dengan Freya?"
"Freya?"
Mata Santo berbinar mendengar tentang Freya. Sudah sejak lama pria itu memang menginginkan Freya menjadi istrinya. Karenanya dia selalu memberikan pinjaman pada Banu agar pria itu mau membayar hutangnya dengan memberikan Freya padanya. Tidak peduli kalau usia Freya sepantar dengan cucunya, dia tetap menginginkan gadis itu menjadi istrinya.
"Dia ada di mana?"
"Di Jakarta, Pak."
Banu memberi kode pada anaknya untuk memperlihatkan video yang dilihatnya tadi. Mina pun segera menunjukkan video di ponselnya. Jarinya menunjuk keberadaan Freya. Mata Santo terus memperhatikan sosok Freya yang terlihat semakin cantik saja.
"Kalau begitu susul dia. Cepat bawa dia ke sini."
"Tapi kami belum tahu pasti dia ada di mana."
"Kalau kamu belum tahu, kenapa kamu bilang sudah menemukannya?" kesal Santo.
"Begini Pak, kedai kopi ini kan ada di Jakarta. Dilihat dari pakaiannya, pasti Freya kerja di salah satu kantor yang ada di dekat kedai kopi. Kalau Pak Santo percaya, saya akan ke Jakarta dan mencari tahu soal Freya. Saya yakin bisa menemukannya."
"Sssttt.. Mina, apa kamu yakin?"
"Yakin, Pa. Tenang aja."
"Bagaimana Pak Santo?" tanya Banu.
"Ya sudah kalian ke Jakarta dan bawa Freya ke sini. Atau kalau kalian sudah bertemu dengannya, kabari aku. Aku sendiri yang akan menjemputnya."
"Siap, Pak. Tapi..."
"Tapi apa? Ngga punya duit?"
"Hehehe.. iya, Pak."
Santo hanya berdecak saja. Jika berurusan dengan Banu pasti ujung-ujungnya duit juga. Pria itu masuk ke dalam kamarnya dan tak lama kemudian dia keluar dengan membawa tas kecil di tangannya. Dia kembali mendudukkan diri di sofa. Dikeluarkannya lembaran uang berwarna merah. Setelah menghitungnya, Santo memberikannya pada Banu.
"Dua juta cukup?"
"Mudah-mudahan, Pak."
"Saya mau hasil secepatnya!"
"Siap, Pak."
Setelah mendapatkan uang jalan, Banu segera berpamitan. Pria itu meninggalkan kediaman Santo bersama dengan anaknya. Uang yang diberikan Santo, akan digunakan untuk ongkos dan sebagian untuk Ririn. Pasti istrinya itu minta ditinggalkan uang olehnya.
"Bagaimana, Kang?" tanya Ririn begitu suaminya pulang.
"Akang sama Mina mau ke Jakarta. Tapi kayanya ngga bisa sehari. Kan harus cari si Freya dulu. Mungkin Akang akan tinggal di sana beberapa hari."
"Akang dikasih uang sama Pak Santo?"
"Dikasih, tapi cuma dua juta."
"Mana cukup atuh Kang kalau dua juta. Kalau akang tinggal beberapa hari, Akang mau nginap di mana? Penginapan atau hotel di Jakarta kan mahal."
"Tenang aja. Akang bakal hubungi teman Akang di sana. Siapa tahu dia mau kasih tumpangan. Nanti kalau Freya udah ketemu, pasti Pak Santo kasih uang lagi ke kita."
"Terus buat aku gimana, Kang? Aku kan ngga pegang uang."
"Lima ratus cukup kan?"
"Cukup."
"Mina, kamu tidur sana. Besok pagi kita berangkat ke Jakarta."
"Naik apa, Pak?"
"Naik kereta aja."
"Kereta Whoosh?"
"Bukan. Kereta biasa. Kalau Whoosh mah mahal."
Mina nampak kecewa. Padahal dia ingin sekali merasakan menaiki kereta cepat tersebut. Dengan langkah lunglai gadai itu berjalan ke kamarnya. Tidak apa tidak bisa menaiki Whoosh, yang penting dia bisa ke Jakarta. Siapa tahu dia bisa mendapatkan pekerjaan di sana.
***
"Bang.."
Devan bangun dari duduknya. Dia menyambut kedatangan Ganjar, guru yang banyak mengajarkan ilmu agama padanya. Kedua lelaki itu saling berpelukan sebentar. Di sampingnya berdiri Ega memperhatikan adegan mengharukan di depannya.
"Aku ngga dipeluk, Bos?" tanya Ega setelah pelukan Devan dan Ganjar berakhir.
"Males."
"Hahaha.."
Devan mempersilakan Ganjar untuk duduk di sofa. Pria itu kemudian mendekati mejanya dan mengangkat telepon ekstensi. Dia menghubungi Freya yang berada di mejanya.
"Ya, Pak."
"Buatkan dua minuman dan antar ke sini."
"Minuman apa, Pak?"
"Apa saja, yang penting dingin."
"Siap, Pak."
Usai menghubungi Freya, Devan Kembali ke sofa. Dia mendudukkan diri di samping Ganjar, sementara Ega duduk di depannya. Mereka baru saja tiba semalam dan paginya Langsung mengunjungi Devan di kantor. Ega juga langsung diminta masuk kerja.
"Itu yang tadi sekretaris Bos?" tanya Ega.
"Iya."
"Cantik Bos. Mungil, imut dan menggemaskan."
"Bisa bilang gitu soalnya belum tahu aja kelakuannya."
"Emangnya kenapa?"
"Nyebelin abis pokoknya si Botol Yakult."
"Astaga, jahat amat Bang julukannya."
"Badannya pendek kaya gitu, pas dikasih julukan Botok Yakult."
"Hahaha.. awas Lo, Bang. Nanti malah naksir."
"Amit-amit jabang bayi. Kaya ngga ada perempuan lain aja."
"Tenang aja, Jar. Bos mah ngga akan mau sama dia. Lagian aku udah booking si Freya buat jadi calonku."
"Widih pede gila."
Perbincangan mereka terhenti ketika mendengar pintu terkejut. Tak lama kemudian orang yang mereka bicarakan masuk dengan membawa dua buah minuman dingin. Freya menaruh dua gelas minuman dingin di atas meja. Sejak Freya masuk, Ega tidak pernah melepaskan pandangannya dari gadis imut itu. Devan hanya berdecak saja melihat kelakuan asistennya.
"Kamu pasti Freya, asistennya Bos Devan," sapa Ega.
"Iya."
"Kenalkan saya Ega. Saya asistennya Bos Devan. Kalau itu Ganjar, dia pegawai baru di sini."
Freya menyalami Ega dan Ganjar bergantian. Cukup lama Ega menggenggam tangan Freya sampai terdengar deheman Devan, barulah pria itu melepaskannya.
"Ayo duduk dulu, kita ngobrol dulu. Ke depannya kita akan berkerja bersama, tentu saja harus saling kenal. Tak kenal maka tak sayang. Jadi harus saling mengenal dulu baru bisa sayang-sayangan."
***
Bisa aee si Ega ngegembelnya😂
Ini penampakan Ega, assiten Devan
Ini penampakan Ganjar, mantan guru ngajinya Devan