Di bawah lampu kerlap-kerlip euforia club, Rane, si Single Mom terpaksa menjalankan profesi sebagai penari striptis dengan hati terluka, demi membiayai sang anak yang mengidap sakit jantung.
Di antara perjuangannya, kekasih yang dulu meninggalkan dirinya saat hamil, memohon untuk kembali.
Jika saat ini, Billy begitu ngotot ingin merajut asmara, lantas mengapa dulu pria itu meninggalkannya dengan goresan berjuta luka di hatinya?
Akankah Rane menerima kembali Billy yang sudah berkeluarga, atau memilih cinta baru dari pria Mafia yang merupakan ipar Billy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon malkist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Dokter William, aku akan ke toilet. Silakan periksa Dande."
Tak mungkin Rane memperlihatkan wajah sembab nya secara gamblang pada William. Selain tidak enak hati, Rane juga ingin menghindari pertanyaan Dokter William tentang Billy ada di ruangan Dande bersama nya.
Tepat Rane menutup toilet, Marc di pintu ruangan, baru mengintip masuk.
Tidak ada yang menarik di mata Marc kecuali Dokter William yang ia ketahui, orang itu adalah Dokter jantung Billy hendak memeriksa bocah yang terbaring anteng di sana.
"Apa jantung Piere gagal bersatu total dengan tubuhnya?" gumam Marc berpikir kesedihan Billy disebabkan hal kesehatan, tanpa curiga yang lain lain tentang rahasia di balik ruangan tersebut bagi Billy.
Marc memilih menarik diri dan menemui Billy langsung.
Saat Marc membuka pintu, Billy sama sekali tak tertarik melihat siapa yang datang.
Pria itu duduk termenung dengan pandangan kosong.
"Apa jantung adik ku baik-baik saja?"
Barulah Billy sadar ada Marc yang sudah duduk angkuh.
"Sangat baik sekaligus buruk."
Seperti biasa, perkataan Billy selalu memusingkan. Adik ipar sialan memang.
"Marc, jantung Piere sama sekali tak bisa membuat ku menerima Sia sebagai pasangan. Kau tau, jantung ini milik Piere, saudara kalian yang mana mungkin tertarik dengan adik sendiri."
Seperti nya, Billy tidak ada capek-capek nya ingin berargumen alot dengan nya.
"Lalu?" Marc menanggapi datar.
"Aku ingin bercerai."
Andai ada barang atau meja kaca lagi di hadapan marc, maka Billy akan mengganti kembali fasilitas rumah sakit yang di hancurkannya seperti sebelumnya.
"Silakan saja kalau kau ingin melihat keluarga dan orang - orang yang menyangkut dirimu mati satu persatu di depan mata mu secara langsung," ancam Marc terlihat bersungguh sunguh dengan mata berkilat marah.
"Kau egois, Marc. Kau hanya memikirkan Sia."
Bodo amat dengan umpatan Billy. Selain Sia, ia tak punya keluarga lagi yang harus ia utamakan.
"Billy, Billy, seharusnya kau menerima takdir mu bersama Sia. Lihat dirimu sekarang, kehidupan kedua mu karena Sia yang mati-matian membujuk ku untuk mendonorkan jantung adik ku, Brengsek. Tapi kau tak mau balas budi, malah terus mengingat kekasih masa lalu mu."
Dasar kakak ipar yang maunya menang sendiri. "Aku doakan, kau segera merasakan jatuh cinta pada seorang wanita namun berakhir mengenaskan."
"Hahahaha..." Marc tertawa ejek mendengar itu. "Sepertinya, doa mu akan sia-sia karena aku tak punya hati dan waktu untuk memikirkan hubungan bersama wanita mana pun."
Billy merasa percuma berdebat kusir dengan Marc. Kakak ipar yang taunya senjata dan kekerasaan itu, mana mungkin bisa paham persoalan hati.
"Ini peringatan terakhir. Aku bersumpah, Rane mu itu akan ku buat mati jika kau melukai adik ku!"
Billy yang tadinya tak mau berdebat, terpancing kembali. "Dan aku juga bersumpah akan membunuh adik mu jika kau melukai Rane!"
"HEIIIIII !" Marc membentak tak terima oleh Billy yang balik mengancamnya. "Sepertinya kau ingin melihat kekejaman ku yang sesungguhnya, Sialan!"
Billy cuma tenang tak menanggapi sampai pintu dibanting oleh Marc, pergi membawa kemarahan.
Billy berakhir memijit pelipisnya, pusing karena Marc tidak akan mempermudah jalannya berpisah dengan Sia. Sangat menyiksa. Jika tak ada perceraian, sampai kapan pun Rane tak akan mau kembali bersamanya, pikirnya.
Di ruangan lain.
Sia yang sebelumnya disuntik penenang saat mentalnya terguncang tadi, masih terbaring belum sadarkan diri.
Marc mengelus pucuk kepala itu. Aura kejam yang tadinya di lihat oleh Billy, mendadak hilang. Sekarang hanya ada kelembutan dan pancaran kasih sayang di mata yang tak bisa berbohong itu.
"Kau kekuatan ku, Sia. Sekaligus kelemahan ku," gumam nya.
Alasan Marc tak membuat Billy mati atau minimal cacat hanya karena Sia. Ia khawatir, jika nanti melakukan itu, bisa saja akan mengancam kewarasan adiknya.
Awal rasa trauma kehilangan yang di alami Sia saat adiknya remaja. Orang tua dan pekerja di rumah kala itu, dibantai tepat di depam mata Sia yang bersembunyi di antara kekejaman musuh. Di tambah kehilangan Piere. Jangankan Billy, barang apapun yang diklaim milik nya menghilang, maka Sia akan kumat saking parahnya tingkat trauma yang dialami.
"Billy..."
Marc kembali ke mode datar mendengar Sia sadar melenguhkan nama adik ipar nya yang tak tahu diri itu.
"Ini kakak, Sia."
Sia langsung gelagapan tidak melihat sosok Billy di ruangan itu.
"Billy di mana? Kakak, dia meninggalkan ku. Hiks... hiks..."
Marc segera menenangkan dengan cara memeluk sembari berkata lembut, "Tenang, Sia. Billy ada di ruangan nya sedang istirahat. Dia tidak akan meninggalkan mu. Kakak pastikan itu."
Sia mendongak dengan mata berkaca-kaca. Wajah nya nampak memancarkan kekacauan. "Kakak, aku tidak mau kehilangan Billy. Aku takut, orang yang bernama Rane datang lalu mengambil nya dari ku. Cari orang itu, lalu jauh jauhkan dari kehidupan ku dan Billy. Bunuh saja jika perlu. Kakak ___"
"Sssst, diam. Kau dan Billy akan tetap bersama. Percaya 'kan sama kakak?"
Kedua pipi Sia yang ditangkup oleh tangan lebar Marc itu, mengangguk selaras dengan kepala.
Marc mencium kening adik nya lalu membawa kembali masuk ke pelukan seraya membelai rambut panjang Sia.
"Di mana aku harus mencari wanita itu?" pikir nya dalam hati.
***
Seperti biasa, jika malam hari, Rane terpaksa meninggalkan Dande untuk pergi ke Skybar.
Melihat Rane keluar dari ruangan, Billy yang menyelinap dari penglihatan Marc, mengikuti langkah Rane yang menuju ke lift.
Sebelum lift terbuka, Rane terkejut oleh tarikan Billy masuk ke tangga emergency.
"Kau__"
"Rane, kau tak boleh bekerja lagi di sana. Ku mohon." Billy memepetkan Rane ke tembok seraya menahan ke-dua bahunya.
"Lepas, Billy."
"Aku akan melepaskan mu tapi kau harus janji tak akan kembali ke dunia malam."
Rane menggeleng kuat. "Aku tidak bisa."
"Jika itu tentang Dande. Aku akan membiayai nya. Kau hanya milik ku. Titik!"
Tatapan penuh cinta itu, masih sama seperti dulu yang dirasakan Rane. Namun, ia sadar diri, ini bukan tentang masa lalu lagi. Dalam diam nya berpikir, Billy memang harus bertanggung jawab atas pengobatan Dande karena mereka memang berhubungan darah. Akan tetapi, Rane tak mau menerima hal tersebut karena menurut nya akan menambah masalah bagi kehidupan nya, maupun kehidupan baru Billy.
"Rane, kau harus mendengarkan ku."
"Jangan memaksa ku untuk membenci mu lebih dalam dari sebelumnya, Billy. Sadar lah, jalan kita sudah masing masing. Entah harus pakai bahasa apa agar kau paham maksud ku. Dengar baik baik, aku tak mau bersangkut paut dengan kehidupan mu lagi. Please..." Rane menyatukan kedua tangannya. "Menyingkir lah!"
kasihan rane nanti