Luna merupakan anak pertama Raihan Wicaksono yang berusia 23 tahun, dia bekerja pada di kantor swasta sebagai kepala divisi penjualan. Meskipun ayahnya adalah seorang Ahli Bioteknologi dia sama sekali tidak mewarisi bidang pekerjaan ayahnya.
Luna berkhayal bahwa dia ingin mempunyai suami yang di dapat dari rekanan ayahnya seperti kebanyakan film yang dia tonton, sampai pada akhirnya dia ikut ayahnya bekerja dan bertemulah Luna dengan Renzo anak dari rekan bisnis ayahnya. Usia mereka terpaut lebih dari 10 tahun, Luna langsung jatuh hati begitu melihat Renzo. Tapi tidak pada Renzo, dia sama sekali tidak tertarik pada Luna.
"Itu peringatan terakhirku, jika setelah ini kamu tetap keras kepala mendekatiku maka aku tidak akan menghentikannya. Aku akan membawa kamu masuk ke dalam hidupku dan kamu tidak akan bisa keluar lagi," ancaman dari Renzo.
Cegil satu ini nggak bisa di lawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Jakarta, Ibukota Indonesia
Belum sempat dirinya merebahkan diri, Bimo dalam keadaan lelah memilih segera mendatangi Vivi saat itu juga.
"Kamu lebih baik istirahat di rumah dulu, biar di antar Pak Mul." ucap Bimo ke Patricia yang sudah nampak lelah.
Dengan kepercayaan penuh pada Pak Mul supir pribadinya yang sudah setia sejak lama, Patricia akan diantarkan pulang dengan nyaman.
"Hubungi aku kalau sudah selesai semua, aku juga akan mulai cari tahu tentang Vivi. Memang kedatangannya aneh, bahkan sesama selebgram banyak yang tidak mengenal Vivi." jelas Patricia.
Bimo mengangguk.
Ia memilih menggunakan taksi online menuju tempat Vivi, setelah mengantarkan Patricia, supirnya akan langsung menjemput ke restoran Vivi.
.
"Selamat malam, mohon maaf Bapak kita sudah hampir tutup." ucap salah satu pegawai resto menghampiri Bimo.
"Saya mau bertemu dengan Ibu Vivi, sudah janjian tadi. Bisa minta tolong di panggilkan?"
Bimo menoleh kanan dan kiri mencari keberadaan Vivi. Pegawainya mempersilahkan duduk, kemudian berjalan cepat menuju ruangan ownernya itu.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara sepatu heels yang ketukannya terdengar berirama.
Bimo menengadahkan pandangannya dari ponsel. Menatap wanita yang ada di depannya.
Tak ada senyum maupun sapaan, hanya ada dahi yang berkerut menampakkan kekesalan.
"Vi, maaf karena kemaleman datang ke sini. Aku akan cek dulu mana yang terkendala, sebentar lagi juga akan tutup jadi tidak akan mengganggu operasional restomu." tutur Bimo seraya berdiri.
"Bukankah aku menyuruhmu datang bersama Luna?" jawabannya terdengar ketus dan menusuk.
Selama ini yang Bimo lihat adalah Vivi wanita anggun yang lemah lembut, tapi yang di depannya ini wanita dengan sorot mata yang mematikan. Permintaannya seperti tidak bisa di tolak.
"Luna masih berada di Maluku, dia baru saja melangsungkan acara pertunangan di sana. Aku tidak mungkin membawanya, dan dia masih dalam masa cuti."
Tangan Vivi mengarahkan Bimo ke pintu keluar. "Kalau begitu datang lah ketika Luna sudah kembali dari liburannya."
Bimo merasa kesal dan aneh atas sikap wanita gil4 itu. Tangannya mengepal erat, rahangnya mengeras.
Menarik napasnya dalam-dalam kemudian menjawab ucapan Vivi dengan nada penuh tekanan. "Aku langsung dari Maluku ke sini ingin sistem restomu segera di perbaiki. Kalau menunggu Luna akan banyak memakan waktu."
"Kau lupa bahwa aku menyetujui memakai semua sistem perusahaanmu untuk resto dan butikku karena Luna. Karena presentasinya yang bagus!"
Tetapi Bimo justru berpikir apakah Luna akan kena marah karena sistem mengalami kendala, pasti Vivi akan memarahinya.
"Ini bukan salah Luna," seru Bimo ketika melihat Vivi membalikkan badan.
"Siapa yang akan menyalahkan Luna, aku menyalahkanmu karena tidak membawanya bersamamu sekarang!" dia melangkahkan kakinya masuk kembali ke dalam ruangannya.
Bimo terpaku sejenak....
Dia melihat pegawai-pegawai yang sedang merapikan beberapa meja, dan lainnya sedang berada di balik layar komputer.
Idenya muncul, lekas Bimo mendekat ke arah mereka yang sedang menatap layar komputer.
"Permisi, saya dari kantor Haibugs yang bertanggung jawab untuk sistem yang digunakan di sini. Boleh saya tahu kendalanya di bagian apa?" tanyanya lirih dan hati-hati.
Meskipun dia tahu bahwa resto itu penuh dengan CCTV dan mungkin saja Vivi sedang memandanginya dari balik layar. Tapi tekad Bimo bulat dia harus tahu akar permasalahan dari sistem yang ia jual.
"Sepertinya tidak ada, Pak." jawab salah satu pegawai itu.
"Bu Vivi bilang ada kendala di sistem kalian?!" Bimo tampak kebingungan dengan keadaan yang ada.
Dia juga tidak bisa memaksa melihat sistem tersebut tanpa izin Vivi, akhirnya Bimo keluar dari restoran itu sia-sia.
Sambil menunggu supirnya datang, Bimo berdiri di pinggir jalan, membuka ponselnya dan coba menghubungi Luna.
"Semoga dia belum tidur... " gumamnya.
.
.
Luna berjalan kesana-kemari terlihat gelisah....
Renzo yang sedang menatap layar laptop sembari merokok, fokusnya teralihkan pada Luna.
"Hey, kenapa? Kamu terlihat gelisah, ada masalah?" tanya Renzo akhirnya.
"Barusan Bimo telepon dan bilang kalau sistem di kantor Vivi nggak mau di perbaiki kecuali aku ada di sana. Tapi ketika Bimo coba tanya ke pegawai di sana katanya tidak ada kendala apapun." Luna mencoba menceritakan dengan nada bergetar.
Renzo tersenyum miring, meraih tangan Luna saat ia melintas di depannya. "Apa dia terobsesi denganmu? Buktinya dia selalu membeli barang seperti kamu."
Candaan Renzo membuat Luna sedikit tersenyum.
Kini dia duduk di pangkuan Renzo, melingkarkan kakinya pada pinggang kekasihnya.
Tatapan mereka menyatu, napas saling memburu diantara keduanya sangat terasa.
"Apa aku semenarik itu?" bisik Luna di telinga Renzo.
Luna bisa melihat perubahan ekspresi Renzo yang tidak bisa menahan diri.
Satu per satu tangan Luna membuka kancing kemeja Renzo. Kini hidungnya yang mancung sedang menyusuri aroma tubuh pria tampan itu.
Renzo mendongak ke atas, otot-otot lehernya terlihat jelas. Tangannya mencengkram erat pinggang Luna, semakin membuat mereka tidak ada jarak.
"I Love you, Luna." bisik Renzo membuat Luna bergidik.
"Love you more."
Sambil memejamkan mata Renzo bisa menikmati setiap titik tubuh Luna.
Mendekatkan bibirnya kembali pada telinga Luna dan berkata. "Aku tidak akan mengingkari janjiku."
Sontak mata Luna membulat sempurna.
"Ah, Sayang. Kamu tuh nyebelin banget!"
Renzo tertawa puas. "Kamu jangan coba memancing aku ke dalam jeratanmu, ya."
Mereka tertawa bersama, sampai Luna lelah dan menyenderkan kepalanya di pangkuan Renzo. Sedangkan Renzo masih mengerjakan pekerjaannya.
"Aku akan tanya Johan tentang Vivi, aku sudah suruh dia untuk menyelidikinya."
"Benarkah? Aku juga semakin penasaran." jawab Luna dengan mata terpejam.
Baru saja beberapa menit Luna menjawab ucapan Renzo kini wanita cantik itu tidak lagi bersuara. Renzo memajukan kepalanya dan melihat ternyata dia sudah tertidur.
Senyum yang sulit terlihat pada wajah Renzo kini mudah sekali di pandang oleh banyak orang.
"Aku bisa mencairkan pria dingin itu. Luarnya memang dingin tapi hatinya sangat hangat. Cintanya tulus, kasih sayang yang ia berikan juga amat tulus. Aku sangat beruntung!" batin Luna sebelum akhirnya dia terlelap.
.
Dret!
"Jika sangat ingin tahu tentangku, aku menantangmu bertemu berdua!"
Pesan dari Vivi ke ponsel Renzo. Sesaat setelah Johan memeriksa lagi tentang identitasnya.
"Aku yakin dia bukan orang sembarangan. Tidak mungkin dia dengan mudah mengetahui aku sedang memantaunya." batin Renzo, menggenggam erat ponselnya.
Otak Renzo kini berputar, apa dia seorang yang akan menghancurkan bisnisnya?
Atau justru dia mengincar Luna dan membuat penampilannya mirip untuk suatu hal. Bisnis kotor misalnya.
Di otak Renzo penuh teka-teki yang harus di pecahkan. Selalu ada orang jahat di kehidupannya, dia berpikir untuk memusnahkan saja orang-orang itu.
Sambil menghisap rokoknya dalam-dalam dia tercetus ide.