" Kamu adalah alasan kenapa aku mengubah diriku, Gus. Dan sekarang, kamu malah mau meninggalkan aku sendirian?" ujar Raya, matanya penuh dengan rasa kecewa dan emosi yang sulit disembunyikan.
Gus Bilal menatapnya dengan lembut, tapi tegas. "Raya, hijrah itu bukan soal aku atau orang lain," ucapnya dengan suara dalam. "Jangan hijrah karena ciptaan-Nya, tetapi hijrahlah karena Pencipta-Nya."
Raya terdiam, tetapi air matanya mulai mengalir. "Tapi kamu yang memotivasi aku, Gus. Tanpa kamu..."
"Ingatlah, Raya," Bilal memotong ucapannya dengan lembut, "Jika hijrahmu hanya karena ciptaan-Nya, suatu saat kau akan goyah. Ketika alasan itu lenyap, kau pun bisa kehilangan arah."
Raya mengusap air matanya, berusaha memahami. "Jadi, aku harus kuat... walau tanpa kamu?"
Gus Bilal tersenyum tipis. "Hijrah itu perjalanan pribadi, Raya. Aku hanya perantara. Tapi tujuanmu harus lebih besar dari sekadar manusia. Tujuanmu harus selalu kembali kepada-Nya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha whimsy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nostalgia
Seorang gadis kecil menangis sendirian di pinggir jalan raya. Melihat itu, Blaze kecil, yang saat itu berusia 10 tahun, merasa tak tega. Ia mendekati gadis itu, yang tampak berusia sekitar tujuh tahun. Rambutnya panjang berwarna hitam legam, alisnya tipis, dan matanya yang bening dipenuhi air mata. Gadis itu menatap Blaze dengan penuh kesedihan.
"Kamu kenapa? Siapa yang buat kamu nangis?" tanya Blaze dengan nada lembut.Gadis itu mengelap ingus yang mengalir di pipi tembennya. Menurut Blaze, dia sangat menggemaskan.
"Ayah aku hilang," katanya, suaranya masih sesenggukan.
"Hah, hilang gimana?" tanya Blaze, merasa cemas.
"Gak tahu, tadi aku di sini sama bunda, trus ayah angkat telepon. Aku lihat kupu-kupu, terus aku kejar, dan sekarang ayah hilang... Aaaa, abang, gimana aku mau pulang?" kata gadis itu sambil menggoyang-goyangkan kaki Blaze, seolah meminta pertolongan.
Blaze merasakan hatinya tersentuh mendengar cerita gadis itu. "Tenang, kita cari ayah kamu bareng-bareng," katanya, berusaha memberikan semangat. "Di mana terakhir kali kamu lihat bunda?"
Gadis itu mengusap air matanya dan menunjuk ke arah taman kecil yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Di sana... di dekat bunga-bunga," ujarnya dengan suara pelan.
Blaze menggendong tubuh mungil itu ala koala, berusaha menenangkan gadis kecil yang masih terisak. Mereka sudah hampir setengah jam menyusuri taman, tetapi tak juga menemukan ayah gadis itu. Blaze menatap mata sembab gadis itu dan merasa semakin prihatin.
"Trus gimana?" tanya Blaze dengan lembut.
Gadis itu menggeleng lemah, wajahnya masih dipenuhi air mata. "Aku cuma mau pulang, Abang. Aku rindu ayah."
Blaze mencoba mencari cara untuk mengalihkan perhatian gadis itu. "Eh, gimana kalau kita beli es krim dulu? Mau enggak, hm?" tanya Blaze, berusaha menghibur.
Mata gadis itu seketika bersinar. "Es krim? Mau!" katanya, suaranya mulai ceria meskipun masih ada kesedihan di dalamnya.
Blaze tersenyum, merasa senang melihat semangat gadis itu kembali. "Oke, kita cari kedai es krim, ya. Ayo!" Ia melangkah cepat ke arah kedai es krim terdekat, masih menggendong gadis kecil itu.
Sesampainya di kedai, Blaze menurunkan gadis itu ke tanah. "Apa rasa yang kamu mau?" tanyanya sambil melihat berbagai pilihan es krim yang ada di depan mereka.
Gadis itu menatap penuh minat. "Aku mau yang stroberi!" serunya, wajahnya ceria.
Blaze mengangguk, memesan dua cone es krim stroberi. Setelah es krimnya siap, mereka berdua duduk di bangku taman sambil menikmati es krim. Suasana sekeliling terasa lebih cerah, meski masih ada kesedihan yang membayangi
"Ini enak, ya!" kata gadis itu, lidahnya menjilati es krim. "Tapi, Abang, aku tetap mau nyari ayah."
"Tenang saja. Setelah kita makan es krim, kita cari lagi, ya. Mungkin ayah kamu juga lagi nyari kamu," jawab Blaze sambil berusaha meyakinkan.
Setelah menghabiskan es krim, gadis itu terlihat sedikit lebih tenang. Mereka berdua melanjutkan pencarian. Blaze terus berusaha menghibur gadis itu dengan bercerita tentang petualangan yang ingin mereka lakukan setelah menemukan ayahnya.
Akhirnya, mereka mendengar suara di kejauhan. "Reshaaa !" suara seorang pria memanggil.
Gadis itu mendengar dan langsung berlari ke arah suara itu. Blaze mengikuti di belakang, merasakan jantungnya berdebar. Saat mereka sampai, seorang pria berdiri di sana, wajahnya terlihat panik namun penuh harapan.
Dia berlari dan memeluknya erat-erat. "Ayah dari man aja aku cariin ?"
"Ayah gk kemana-mana sayang kamu yang tiba-tiba hilang, ayah khawatir jangan seperti itu lagi yaa, " Kata laki-laki separuh baya itu.
Resha mengusap air mata di wajahnya. "Aku ketemu abang ganteng ini, Ayah," katanya sambil menunjuk Blaze.
Pria itu menatap Blaze dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih sudah menjaga putri saya. Maaf sudah merepotkan, " ucapnya, mengulurkan tangan untuk berjabat.
Blaze tersenyum, merasakan kebahagiaan melihat Resha kembali bersatu dengan ayahnya. "Sama-sama, Pak. Senang bisa membantu."
"Siapa nama mu nak? " Tanya ayah nya Resha.
" Blaze om, " Kata Blaze.
"Pangeran Blaze makacih yaa, " Kata Resha memeluk Blaze.
"Semoga kita nanti kita berjodoh kayak putri Cinderella yang ditolong sama seorang pangeran, " Kata Resha berbisik ditelinga Blaze.
Blaze terkekeh sendiri, dasar bocah tau apa tentang jodoh. Percaya sama dongeng.
“Ayo, sayang, kita pulang. Ayah sudah sangat khawatir,” kata pria itu, menggenggam tangan Resha.
Sebelum mereka pergi, Resha kembali menatap Blaze. “Nanti kita main lagi, ya, Pangeran Blaze! Kita bisa menangkap kupu-kupu bareng!” pintanya, wajahnya bersinar dengan semangat yang baru.
Blaze mengangguk. “Iya, nanti kita cari kupu-kupu bersama. Tapi ingat, jangan jauh-jauh dari ayah, ya.”
“Ya, Abang. Terima kasih!” Resha melambai saat mereka berjalan menjauh.
Blaze merasa senang melihat mereka berdua bersatu kembali. Dia melangkah pulang, merasa ringan dan bahagia. Momen itu membuatnya berpikir bahwa setiap orang, sekecil apapun, bisa memberi dampak positif bagi orang lain.
Dalam perjalanan pulang, dia teringat semua cerita dongeng yang pernah dibacanya tentang pangeran dan putri. Mungkin Resha benar; kadang, kehidupan memang seperti dongeng. Dan siapa yang tahu? Suatu hari, mereka mungkin akan bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik, seperti yang terjadi di dalam cerita-cerita itu.
***
Blaze memandangi bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit, memikirkan semua kenangan yang mengisi masa kecilnya. Setiap detik yang dihabiskannya dengan Resha di taman itu terukir jelas dalam ingatannya. Gadis kecil itu telah mengubah cara pandangnya tentang kehidupan, tentang betapa sederhana dan berharganya sebuah kebaikan.
Sejak saat itu, Blaze tumbuh menjadi remaja yang penuh semangat. Dia berusaha untuk membantu orang-orang di sekelilingnya, terinspirasi oleh interaksi singkatnya dengan Resha. Momen itu tidak hanya memberikan pelajaran tentang empati, tetapi juga membangkitkan keinginan untuk menjadi pahlawan kecil bagi siapa pun yang membutuhkannya.
Kini, di usia 21 tahun, Blaze masih memikirkan Resha. Dia sering bertanya-tanya tentang bagaimana kehidupan gadis itu setelah 11 tahun. Apakah dia masih suka mengejar kupu-kupu? Apakah dia masih punya senyum ceria yang sama? Blaze ingin tahu apakah pertemuannya dengan gadis kecil itu telah memberikan dampak seumur hidup, seperti yang dialaminya.
Telpon nya berdering membuyarkan lamunan nya ternyata itu dari Deon. Anggota genk motor black-sky. Blaze melihat nama Deon di layar ponselnya dan langsung mengangkat telepon itu. Suara Deon terdengar, penuh semangat dan energi.
"Woi bos kulkas lo lupa apa, lo balapan motor sekarang!" seru Deon.
" Mana lo?? " Tanya nya.
" Gue on the way, " Kata Blaze singkat dan langsung menutup panggilan.
Seperti biasa dia mengenakan masker hitam dan jaket bertuliskan black-sky dan lambang nya. Tak lupa helm fullface nya. Blaze melangkah cepat menuju motornya, merasakan semangat balapan mulai mengalir dalam dirinya. Suara mesin motor yang menggelegar terasa seperti musik, membangkitkan adrenalin yang sudah lama tidak ia rasakan.
Dia menghidupkan mesin motor, suara mengguntur yang keluar dari knalpot membuatnya semakin bersemangat. Blaze merasa terhubung kembali dengan genk dan semua kenangan yang ada di dalamnya. Momen-momen seru dan petualangan di jalanan selama ini adalah bagian dari dirinya.
Setelah memastikan semua perlengkapannya terpasang dengan benar, Blaze meluncur meninggalkan markasnya. Jalanan malam yang sepi terasa luas dan menantang.
"Blaze! Akhirnya datang juga!" teriak wanita dengan pakaian seksi sambil melambaikan tangan. Banyak penggemar Blaze yang sudah menunggu. Blaze tetap dengan wajah datar dibalik masker nya.
Blaze mempersiapkan diri, merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Askar, teman sekaligus rivalnya, berdiri di samping motor dengan senyuman penuh tantangan. Blaze tahu bahwa ini bukan sekadar balapan biasa; ini adalah tentang harga diri, persahabatan, dan membuktikan siapa yang terbaik di antara mereka.
Dalam hitungan ketiga, Blaze langsung meluncur ke depan. Suara knalpot motor yang menggelegar menggema di malam yang sunyi, sementara angin malam menerpa wajahnya. Dia melirik ke arah Askar, yang segera menyusulnya dengan kecepatan yang sama. Para gadis berteriak dan bersorak, menciptakan suasana yang memicu adrenalin dalam diri Blaze.
Setelah selesai dari balapan Blaze merebahkan tubuhnya di tempat tidur nya. Membuka handphone yang dari tadi bergetar terdapat banyak pesan dari grup.
Black-sky Group
Deon:
"Woi Blaze, gila lo tadi cepet banget, nyaris bikin gue deg-degan! Gak takut tuh nabrak?"
Blaze:
"Lo aja yang deg-degan. Gue mah udah kebal, Deon. Yang penting kan hasilnya, gua menang lagi!"
Angga:
"Eh, tapi serius, gue tadinya taruhan lo bakal nabrak di tikungan terakhir, Blaz. Ternyata mulus, anjrit, kece banget."
Blaze:
"Yah, Angga... jangan ngarep gue jatoh dong. Lo kapan balapan lagi, malah jadi penonton mulu."
Angga:
"Ya kali! Gak semua orang punya nyawa serep kayak lo, bos."
Filan:
"Asli, tadi gue ngeliat Askar ketinggalan jauh banget. Gimana tuh, Kar? Ngimpi bisa nyusul Blaze?"
Askar:
"Alaaah, lo pada nyinyir banget. Gue emang biarin dia menang kali, kasian... biar dia happy dikit!"
Galih:
"Nah, alasan paling klasik. Askar, muka lo tuh udah kalah sebelum start tau gak. Tadi liat pas start, udah kayak kucing disorot lampu!"
Askar:
"Sumpah, Galih, gue pengen nempelin sandal ke jidat lo sekarang."
Deon:
"Eh, eh, santai dong! Jangan rusuh di sini. Besok gue mau bawa cewek gue ke basecamp, kalo lo pada ngamuk, bisa bubar Black-Sky."
Filan:
"Cewek yang mana nih, Deon? Jangan-jangan yang lo DM rame-rame itu."
Deon:
"Hahaha! Diam lo, Filan. Jangan bocorin. Lagian, gue mah setia. Udah gak ada yang bisa ngalahin cewek gue ini."
Blaze:
"Setia apaan? Minggu lalu aja beda lagi. Tiap nongkrong bawa cewek baru, besok siapa lagi?"
Angga:
"Deon tuh kayak kalender, tiap hari beda tanggal, tiap nongkrong beda pasangan."
Galih:
"Hahahaha! Kalender sih fix, tapi yang satu ini udah kayak abjad... A, B, C, D, udah nyampe Z belom, Deon?"
Deon:
"Sialan lo semua. Gue mah tetep ganteng, mau A sampe Z, semua mau. Lo aja yang insecure."
Dia mematikan handphone nya membiarkan teman-teman nya yang masih bercanda via whatsapp. Dia memejamkan matanya dan terlelap.