NovelToon NovelToon
Kebangkitan Raja Dunia Bawah

Kebangkitan Raja Dunia Bawah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Epik Petualangan / Dunia Masa Depan
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: asep sigma

Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Markas Edgar

Setelah pertarungan yang melelahkan, suasana di dalam ruangan itu terasa lebih tenang. Kael dan Edgar melepaskan genggaman tangan mereka, masing-masing mengatur napas setelah duel sengit yang baru saja terjadi.

Kael melirik sekilas ke arah Taron dan Elira—keduanya tampak kelelahan, tapi masih tetap waspada.

Edgar yang berdiri tegap di depan mereka, tertawa dengan keras. "Hahaha, sudah lama aku tidak terhibur seperti ini. Ini semua berkatmu, terimakasih kawan." katanya sambil menepuk pundak Kael. "Yah, walau pun aku mengalami beberapa kerugian kecil."

Kael menyeringai. "Itu salahmu karena mencoba berurusan denganku."

Edgar tersenyum tipis, lalu matanya melirik ke Taron dan Elira. "Setelah semua kejadian ini, sepertinya kita butuh tempat yang lebih baik untuk bicara. Dan sepertinya kita semua butuh istirahat."

Kael menyeringai kecil, meskipun tubuhnya masih nyeri akibat duel tadi. "Markasmu?"

Edgar mengangguk. "Di sana kita bisa berbicara dan beristirahat tanpa gangguan. Ikut aku."

Kael, Elira dan Taron saling pandang. Tidak ada alasan untuk menolak.

Tanpa banyak bicara lagi, mereka mengikuti Edgar keluar dari gedung yang kini penuh dengan anak buahnya yang terkapar. Beberapa dari mereka mulai siluman, mengerang kesakitan. Tapi tak ada satu pun yang berani untuk angkat suara. Mereka semua melihat bagaimana Edgar dan Kael bertarung. Duel mereka tadi bukan hanya pertarungan kekuatan—itu adalah adu kehormatan.

Edgar memiliki sebuah van hitam yang di parkir di dekat gang. Anak buahnya yang baru saja siuman segera mengambil posisi di dalam kendaraan lain untuk mengikuti mereka dari belakang.

"Naiklah," kata Edgar sambil membuka pintu van.

Kael dan Taron masuk ke dalam van hitam milik Edgar. Elira duduk di antara mereka, masih sedikit gemetar. Kael bisa merasakan bagaimana bahunya tegang.

Dia masih syok. Tentu saja. Baru beberapa jam lalu, dia hanya ingin berbelanja, menikmati hari bersama mereka. Lalu semuanya berubah dalam sekejap—diculik, disekap dan dijadikan umpan.

Kael memeluk Elira, mengelus punggungnya agar tenang. Pasti ini pengalaman pertama yang mengerikan untuknya. Kael mengepalkan tangannya. Ini bukan pertama kalinya seseorang yang dekat dengannya terjebak dalam kegelapan dunia kriminal.

Setelah 20 menit perjalanan membelah udara malam. Akhirnya van hitam itu berhenti di depan sebuah bangunan tua yang berada di pinggiran kota. Dari luar, tempat itu tampak seperti gudang kosong yang sudah lama di tinggalkan, dengan cat yang mengelupas dan tembok yang di tumbuhi lumut. Namun begitu mereka masuk ke dalam, suasananya berubah drastis.

Di dalamnya, terdapat ruangan yang di penuhi peta kota besar yang di tandai dengan berbagai warna, rak senjata yang tertata rapi, dan beberapa layar monitor yang menampilkan rekaman CCTV dari berbagai sudut kota. Beberapa anak buah Edgar yang terluka habis pertarungan duduk di sudut ruangan, membalut luka-luka mereka sambil mengawasi kedatangan mereka dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

Kael melirik sekeliling. "Tempat ini lebih dari sekedar markas biasa—ini adalah pusat operasi, tempat seseorang yang serius menjalankan misinya.

Edgar berjalan menuju meja utama, menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguknya dengan tenang sebelum menatap Kael. "Duduklah."

Kael, Taron dan Elira menuruti. Salah satu anak buah Edgar membawa kotak p3k dan menyerahkan beberapa botol air.

"Minumlah," kata Edgar. "Jangan terlalu sungkan, kita sekarang rekan."

Kael mengambil botol itu, meneguknya perlahan. Tenggorokannya masih terasa kering setelah pertarungan tadi. Taron langsung menenggak habis setengah botol dalam sekali minum, sementara Elira hanya menggenggam botolnya erat-erat, menatap ke bawah dengan ekspresi kosong.

Suasana di dalam ruangan terasa tenang, tapi tetap di penuhi ketegangan yang menggantung di udara.

Edgar mulai berbicara. "Mungkin ini sedikit telat, tapi di dalam lubuk hatiku. Aku minta maaf atas insiden ini." katanya menggaruk alisnya yang tidak gatal sambil melihat ke arah Elira.

Suasana hening. Tidak ada yang menjawab. Namun, beberapa saat kemudian, akhirnya Elira bersuara.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Mungkin di masa depan akan lebih berbahaya dari ini, setidaknya ini menjadi pengalaman pertama bagiku." katanya sambil melemparkan senyuman manisnya.

Para preman yang waktu itu menghadang Elira di jalan sepi waktu itu, ikut meminta maaf juga. Mereka merasa tidak enak sampai menakuti Elira segitunya.

Salah satu anak buah Edgar, si pria botak berceletuk.

"Apa kataku juga bos, mana mungkin wanita secantik dia menjadi salah satu bagian dari Cobra Zone."

Semua orang di dalam ruangan tertawa.

"Lagipula kau sendiri juga yang mengiyakannya Dorto." balas Edgar menjawab gurauan Dorto—si pria botak.

Semua orang di dalam ruangan itu mulai saling mengenal dan saling bersenda gurau.

Kael menyandarkan tubuhnya ke kursi, merasakan bagaimana tubuhnya mulai rileks, meskipun pikirannya masih penuh tanda tanya. "Kalau begitu, katakan padaku. Apa alasanmu memburu Cobra Zone?"

Semua orang dalam ruangan itu terdiam, semuanya fokus dan menunggu jawaban dari Edgar.

Edgar terdiam sejenak. Matanya yang tajam menatap kosong meja di depannya, seolah sedang melihat sesuatu yang jauh di masa lalu.

"Mereka menghancurkan hidupku," katanya dengan suara rendah, namun penuh kebencian yang tertahan. "Mereka mengambil orang-orang yang penting bagiku. Aku bersumpah akan menghabisi mereka semua."

Kael diam, membiarkan kata-kata itu mengisi ruangan. Dia mengenal perasaan itu—rasa kehilangan, rasa dendam yang menggerogoti. Itu adalah luka yang tidak akan pernah sembuh.

Edgar mengangkat kepalanya, menatap Kael sesaat lalu beralih ke Elira dan Taron. "Sekarang giliran kalian. Siapa kalian sebenarnya? Dan kenapa kalian juga ingin menghancurkan Cobra Zone?"

Kael menarik napas dalam-dalam. Ini saatnya.

"Aku tidak tahu tentang masalah apa yang dimiliki Taron dan Bibi Elira kepada Cobra Zone. Namun, kalau soal diriku dan alasanku memusuhi Cobra Zone adalah karena mereka juga sudah mengambil orang-orang yang berharga bagiku." Kael berhenti sejenak, lalu menatap Edgar dalam-dalam. "Selain itu juga, aku pernah mati karena mereka."

Edgar dan Taron menoleh ke arah Kael dengan terkejut. Edgar tidak berkespresi, tapi tatapannya menjadi lebih tajam.

Kael melanjutkan dengan suara dingin. "Mungkin bukan di dunia ini, bukan di tubuh ini. Tapi aku telah kehilangan segalanya karena Cobra Zone. Mereka mengkhianatiku, membunuhku dan meninggalkanku dalam kegelapan. Aku kembali.... dan sekarang aku akan menghabisi mereka."

Ruangan itu menjadi hening. Bahkan suara napas pun terdengar jelas.

Edgar menatapnya lama, seolah mencoba menilai apakah Kael sedang berbohong atau tidak. Tapi kemudian, dia tersenyum kecil.

"Kau menyimpan banyak rahasia, bocah" katanya. "Tapi aku bisa melihat satu hal dengan jelas. Kau memang punya dendam."

Lalu Edgar melirik ke arah Taron dan Elira.

"Lalu kalian?"

"Ah, kalau aku sih akan mengikuti apa pun yang akan Zayne lakukan. Yah, walaupun kita belum terlalu kenal dekat, setidaknya aku juga tidak suka dengan Cobra zone itu." jawab Taron menaruh kedua tangannya di kepala sambil tersenyum.

"Aku juga punya kebencian kepada Cobra Zone. Merekalah yang sudah mengambil sahabatku—orang tua Zayne dan membuat Zayne menjadi sebatang kara. Kalau Zayne berniat membalas dendam, maka aku akan membantunya." jawaban Elira terlihat penuh dengan tekad.

"Jadi karena semuanya sudah saling mengenal dan mengetahui latar belakang masing-masing, aku memutuskan dengan ini kita resmi menjadi sekutu." Edgar mengumumkan sambil berdiri dan mengelurkan tangannya ke arah Kael.

Kael yang melihat itu, ikut berdiri dan menjabat tangan Edgar.

"Aku tunggu kerja sama kedepannya Zayne." kata Edgar.

"Ya, aku tunggu kerja samanya juga." jawab Kael.

Semua orang yang berada di sana bersorak dan bertepuk tangan. Merasakan bahagia setelah peristiwa yang cukup panjang.

Dan inilah awal mula, persekutuan Kael dan Edgar.

1
Mia Sagitarius
penghianatan!!
Song Min: makasih, udh mampir kak
total 1 replies
Gamaken
Semangat kak upnya!
Song Min: thank u lek
total 1 replies
Chị google là em
Keren banget sih!
Song Min: thanks kak, pantengin kelanjutannya ya/Smirk/
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!