Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Memantapkan Hati
Setelah beberapa hari berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk kembali fokus pada apa yang benar-benar penting. Menikah dengan Galaksi, itu bukanlah keputusan yang bisa kuambil begitu saja. Aku harus memikirkannya matang-matang, meskipun Ummi Ratna sudah berharap begitu besar agar kami segera menikah. Aku paham betul maksudnya, bahwa ia ingin kami berada dalam hubungan yang halal, namun di sisi lain, aku tidak bisa mengabaikan perasaan bingung yang terus mengganggu hatiku.
Pagi itu, aku duduk di kafe, dengan secangkir kopi di tanganku, memandangi keluar jendela yang menyajikan pemandangan jalanan yang sibuk. Pikiranku melayang, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaanku pada Galaksi. Semua yang terjadi begitu cepat. Pertama kali bertemu, kami mulai mengenal satu sama lain, dan tiba-tiba kami sudah berada pada titik ini, di mana Ummi Ratna ingin kami menikah.
Aku tidak bisa menipu diriku sendiri. Aku merasa ada sesuatu yang kuat di antara kami. Galaksi bukan hanya teman, dia lebih dari itu. Namun, apakah aku sudah siap menghadapinya? Apakah aku siap untuk langkah besar seperti itu? Aku belum tahu pasti. Kadang, aku merasa aku sedang melangkah terlalu cepat, sementara kadang-kadang, aku merasa ini adalah jalan yang benar.
Kehadiran Galaksi dalam hidupku membuat semuanya terasa lebih ringan, lebih mudah, bahkan ketika aku merasa tertekan oleh perasaan-perasaan ini. Dia selalu ada untukku, memberikan perhatian, tapi aku sadar, kami belum cukup mengenal satu sama lain sepenuhnya. Bagaimana jika setelah menikah, aku malah merasa terjebak? Atau, bagaimana jika perasaan kami tidak bertahan lama?
Tiba-tiba pintu kafe terbuka, dan suara derap langkah kaki yang familiar mengalihkan pikiranku. Aku menoleh dan melihat Galaksi berjalan masuk dengan senyuman lebar di wajahnya. Hatinya seolah menyinari ruangan itu, namun dalam hatiku, ada sedikit kegelisahan yang tak bisa kubuang begitu saja.
"Senja," sapanya, mendekat dan duduk di hadapanku. "Kamu sudah lama di sini?"
Aku mengangguk sambil mengatur posisi dudukku. "Ya, aku butuh waktu untuk berpikir," jawabku, sedikit canggung. "Aku sudah berpikir banyak tentang tawaran Ummi Ratna."
Galaksi tersenyum, namun ekspresinya tampak sedikit lebih serius daripada biasanya. "Kamu sudah memutuskannya?" tanyanya pelan.
Aku terdiam, mengaduk kopi di gelas dengan sendirinya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku nggak tahu, Galaksi. Aku takut kalau aku buru-buru. Tapi aku juga tahu bahwa kita sudah cukup dekat, kan?" Aku berhenti sejenak, menatap matanya. "Tapi aku juga nggak bisa mengabaikan perasaan bingung ini. Aku takut aku mungkin belum siap untuk hal sebesar itu."
Galaksi terdiam, seakan memahami kecemasanku. Dia tidak buru-buru memberikan jawaban atau menjelaskan apapun. Dia hanya menatapku dengan penuh perhatian, seolah memberi ruang bagi hatiku untuk berbicara.
"Senja, aku nggak akan memaksamu untuk apa pun," katanya lembut. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku di sini, dan aku siap menunggu. Kalau kamu merasa siap, aku akan sangat bahagia. Kalau tidak, aku akan tetap ada. Aku ingin kita berjalan bersama, bukan karena paksaan, tapi karena memang kita ingin itu."
Aku merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-katanya, meskipun ada rasa yang masih mengganggu. Aku tahu, Galaksi adalah orang yang bisa diandalkan, tapi apakah aku cukup yakin untuk mengubah hidupku dan menerima peran baru dalam hidupnya? Aku tahu keputusan ini tidak hanya mempengaruhi diriku sendiri, tetapi juga keluargaku, terutama Ummi Ratna yang sudah menganggapku seperti anak kandungnya.
Tetapi, seperti yang Galaksi katakan, aku harus memutuskan sendiri, bukan karena paksaan, tapi karena keputusan itu datang dari hatiku sendiri.
"Galaksi," kataku pelan, "Aku butuh waktu lebih banyak. Aku ingin benar-benar memikirkan semuanya dengan tenang."
Galaksi mengangguk pelan, lalu mengulurkan tangannya. "Aku akan menunggumu, Senja. Kita punya waktu. Aku akan bersabar."
Aku ingin sekali meraih tangannya, namun kutahan sebisaku, merasakan kehangatan saat ia menatap mataku, yang membalut hatiku. Namun, perasaan bingung itu masih ada, membuatku terus berpikir tentang apa yang terbaik untukku dan untuk kami berdua.
Hari-hari berlalu, dan meskipun aku merasa lega dengan keputusan untuk memberi diri waktu lebih banyak, ada satu hal yang terus mengganggu pikiranku. Ummi Ratna. Wanita yang sudah memperlakukanku seperti anak sendiri. Aku bisa merasakan betapa besar harapan yang ia simpan agar aku bisa menikah dengan Galaksi. Setiap kali aku bertemu dengannya, ada tatapan yang penuh harap, seakan ia menunggu jawaban dariku.
Aku tahu, Ummi Ratna ingin yang terbaik untuk kami. Dia hanya ingin melihat kami bersama dalam ikatan yang sah, agar hubungan kami tidak terjebak dalam zona abu-abu yang tidak pasti. Namun, kadang aku merasa seperti berada di persimpangan jalan yang sulit. Aku tidak ingin mengecewakan Ummi Ratna, tapi di sisi lain, aku harus memastikan bahwa langkah ini adalah yang benar untukku, bukan karena tekanan atau harapan orang lain.
Hari itu, saat aku kembali ke apartemen setelah menutup kafe, aku menerima pesan singkat dari Ummi Ratna. Pesan yang seakan menyampaikan harapan besar, tapi juga menunjukkan kekhawatirannya.
“Senja, apakah kamu sudah memikirkan apa yang kita bicarakan? Galaksi sudah sangat serius dengan niatnya. Aku ingin kamu bahagia, dan aku percaya kalian bisa menjalani hidup bersama dengan baik.”
Aku menatap pesan itu, merasakan beratnya keputusan yang harus aku ambil. Ummi Ratna sudah menaruh harapan besar padaku, dan aku tidak ingin mengecewakannya. Tapi, aku juga tahu bahwa keputusan ini bukan hanya untuk Ummi Ratna, bukan hanya untuk Galaksi, tetapi juga untuk diriku sendiri.
Aku menghela napas, menekan ponsel ke dadaku. Aku harus menemukan jawaban untuk semua kebingunganku, harus memantapkan hatiku untuk melangkah ke depan. Tapi apakah aku cukup siap untuk itu?
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi