NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Ledakan Amarah

...“Berlarilah engkau ketika musuh musuh menyalakan kembang api. Ketika itu, akan engkau dapati sekuntum kembang merah sebagai jalan terakhirmu pergi.” – Surai....

Tidak ada yang lebih tenang di pagi yang nyaman. Berbaring di rerumputan sembari menggembala kuda. Melihat dengan mata telanjang sebuah lautan hijau tanpa putus di depan matanya.  Seakan bertanya bagaimana tempat seindah itu menyimpan bau busuk yang menyengat selama puluhan tahun.

Tuan Mallory melepaskan jas kepolisiannya. Memakai baju sederhana seperti kemeja dan jas tidak resmi. Bersama dengan Idris menunggangi kereta kuda berbeda.

Melihat semua senyum yang anak panti tebarkan, menyambut kepulangan lelaki yang sudah lama tidak terlihat. Melihat senyum Idris sebahagia itu seharusnya lelaki itu berjalan di jalan yang benar.

“Kakak Idris sudah pulang,” seru mereka semua.

Seorang nona berdiri di belakang  anak-anak yang berhamburan dalam pelukan Idris. “Tuan Idris sepertinya sudah banyak berubah?”

Tuan Mallory menyetujui dalam batinnya. Lelaki itu sudah banyak berubah. Tidak akan dia sangkal. Bagaimana lelaki arogan yang selalu meledak amarahnya kini menjadi penyayang, seakan menjadi kakak yang paling baik. Tuan Mallory memalingkan wajahnya, menjaga gambar untuk tidak menangis di depan mereka.

Idris melepaskan pelukan. “Anak-anak perkenalkan dia akan tinggal sementara di sini.”

“Halo Tuan,” sapa mereka ramah.

Tuan Mallory tersenyum pada mereka semua. Begitu anak yang tidak berdosa. Begitu polos seakan tidak tahu kejamnya dunia. Banyak juga anak yang memiliki kecacatan di tubuh mereka terpelihara dengan baik.

“Halo namaku Mallory Lorenzo. Kalian bisa memanggilku Mallory.”

“Halo Tuan Mallory,” seakan nyanyian indah dari bibir tipis anak panti, bersahutan menyambut kedatangan Mallory.

Setelah bersalaman dengan semua anak panti. Dimana Tuan Mallory akan merebahkan diri adalah sofa nyaman. Mungkin anak tidak pernah mengenali dia karena seragam kepolisian pernah ia kenakan. Sekarang mereka akan lebih akrab memanggil dirinya.

“Airis?” tanya Tuan Mallory ketika tidak menemukan wanita itu berada di dalam Mansion.

“Dia selalu membujuk Coin,” jawab Idris menoleh ke lantai atas.

“Astaga,” geleng Tuan Mallory.

Tidak banyak waktu untuk berleha. Dengan kedua isyarat mata segera mereka bergegas dimana akan mencari lubang tempat laboratorium masuk.

Disusurinya menuju semak-semak, berusaha sekuat tenaga menghindari tatapan anak yang curiga terhadap tingkah mereka. Hanya berpura memberi makan kuda lalu berlari ke balik semak.

Tuan Mallory dapat melihat hanya Padang rumput tidak terawat menyapa. Ada sedikitnya pembuang air yang tampak. “apakah ini saluran pembuangan air?”

“Tidak. Itu tidak digunakan.”

Setelah berjalan. Idris menunjukkan dimana letak terkahir kali dia melihat ayahnya menyembunyikan Coin.

“Aku merasa ada di sini.*

Yang terlihat hanyalah bayangan pohon beringin juga rumput menutupinya. Tuan Mallory menekan-nekan tanah. Berharap akan ada tombol ajaib yang muncul. Nyatanya tidak ada.

“Aku yakin ada di sini.” Idris mulai mencangkul sekitaran.

“Apakah kamu juga tidak tahu lokasi ini?”

“Aku baru pertama kali mengetahuinya.”

Tuan Mallory mencari cara lain. Dipangkasnya semua rumput yang menghalangi. Ada sebuah benang merah yang merumit, menyangkut, pas setiap rumput.

Ditariknya demikian benang merah yang mengganjal matanya. Menyusuri setiap merah akan membawanya. Idris yang penasaran hanya melihat dari kejauhan. Apakah ada yang terjadi dengan tarikan Tuan Mallory. Sampai pada sebuah batang kayu pohon tua tergeletak didekat pembuangan air.

Membuka sebuah celah. Tuan Mallory sempat melirik adanya tombol kecil lalu menekannya segera.

“Waa!” teriakan Idris yang tercebur dalam lubang mengalihkan pandangannya.

“Ah jadi begitu cara kerjanya.” Tuan Mallory menyusul Idris masuk. Tanpa sengaja menimpa tubuhnya yang belum berdiri sepenuhnya.

“Sialan!” teriak Idris kesal.

Menggumamkan kata wah ketika memasuki laboratorium indahnya bukan main. Terpana pada setiap detail ukiran yang ada. Tata letak lampu juga ruangan yang bersih.

“Siapa yang membersihkannya?”

"Peneliti yang tidak pernah keluar melihat matahari," jawab Idris.

“Wow, maju sekali.”

Berdecih Idris ketika berdiri. Tubuh Tuan Mallory memang sangat berat.

Idris menarik tangan Tuan Mallory untuk bersembunyi dalam ruangan segera setelah melihat ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan tempat mereka turun.

“Itu adalah Tuan Poppin.” Tunjuk Idris dari balik jendela dia bersembunyi.

“Baik,” jawabnya.

“Ada dua lagi. Entah ada dimana aku juga tidak tahu. Waspada saja dengan mereka.”

“Apa kamu tahu yang dikatakan oleh Tian?”

Berkirimlah pesan mereka dalam dua hari yang lalu ketika Tian memberitahukan ada bom yang dia pasang dalam laboratorium. Hal itu akan mengacaukan segalanya tapi cukup untuk membuat runtuh bangunan besar itu.

Bom nyawa dia menyebutnya.

“Aku sudah mengetahui lokasi tempat tinggal Tian dan Phoen sebelumnya. Kita hanya perlu ke sana. Tetapi, ada yang ingin aku selamatkan.”

“Siapa?”

“Silvia Bond,” jawab Idris cepat. "Dia adalah satu-satunya anak yang akan dijadikan percobaan kali ini."

Setelah Tuan Poppin lewat lorong. Idris dan juga Tuan Mallory segera berjalan menjauh. “Ada banyak senjata yang bisa digunakan.”

Tuan Mallory mengamati sekeliling. Benar apa yang dikatakan oleh Idris. Ada banyak senjata yang menggantung. “Apakah mereka bisa digunakan?”

“Sebagian bisa. Itu adalah pajangan Tuan Poppin karena gila kesempurnaan. Menjijikkan bukan?”

Tuan Mallory mengangguk setuju.

Ruangan yang mereka lewati hanya berisikan beberapa pajangan tidak terpakai. Melihat manusia sudah terbelah sebagian, seperdua, sepertiga, sudah dia biasakan sejak masuk ke dalam markas penelitian.

“Hanya ada tiga orang benar?”

“Iya,” jawab Idris cepat.  “Ruangan di sana adalah tempat dimana biasanya anak-anak akan disuntik cairan DNA.” Idris menunjuk.

Terlihat dua dia orang yang sedang melakukan pencampuran. Itu artinya hanya Tuan Poppin yang berkeliaran.

“Apakah mereka tidak tahu jika Tuan Bond sudah meninggal?”

“Aku tidak tahu. Atas dan bawah terbentang jarak.”

“Ayo,” ajak Tuan Mallory. Sedikit pasti berjalan pelan tanpa suara mendekat kepada dua orang. Tuan Mallory dengan cepat mengarahkan pistol ke kepala salah satu ilmuan dan membekapnya.

“Diam dan ikuti aku,” lirih Mallory dengan tekanan pada nadanya.

“Hmmph,” erang satu peneliti. Tuan Mallory segera mengajaknya untuk berpindah ruangan.

Mendengar keributan salah seorang peneliti lainnya mulai mengambil suntikan dan hendak menyerang Tuan Mallory. Idris membekap dengan cepat. Menjatuhkan suntikan.

“Ini demi kebaikan kalian. Ada penyusup yang akan menghancurkan penelitian ini. Kita harus bersembunyi terlebih dahulu,” bisik Idris pelan. Peneliti itu mengangguk. Idris kenal dengan dua peneliti yang dia bawa. Tetapi, sangat jarang berkomunikasi.

Dua peneliti mengikuti langkah keduanya. Mungkin penasaran dengan siapa yang membekap salah rekannya.

Ruangan tempat dimana mereka datang. Tuan Mallory menyuruh keduanya untuk naik ke atas dan merambat lalu mengeluarkan mereka. Dengan sedikitnya melompat pada pacuan tangan.

“Apa yang sebenarnya kalian ini lakukan?”

Dua orang kepolisian menghadang dua orang peneliti dengan senjata api mereka.

“Tunggu, kalian menjebakku!”

“Tuan Poppin!”

Idris mendecih. “Mereka sangat berisik.”

“Selanjutnya lelaki gila itu.”

“Dia memiliki senjata biologis kita harus berhati-hati.”

Tuan Poppin kembali ke ruangannya. Melihat dua anak buahnya sudah tidak berada di tempat. Ada bau badan yang bukan berasal dari mereka berdua. “Hm, Tuan Idris sepertinya sedang tersesat,” sangkanya.

Tuan Poppin beranjak dari tempatnya. Tanpa sengaja kakinya menginjak suntikan berisikan cairan pembius.

“Hm,” dehemnya.

Melihat sosok seorang lelaki yang sangat dia kenal berdiri dihadapannya dengan memegang senjata.

“Sedari dulu aku memang tidak suka denganmu.”

Masih mereka lihat dalam bayangan cahaya lampu menyilaukan. Tuan Poppin membawa beberapa suntikan juga pisau bedah.

“Tuan Mallory, pergilah cari dimana keberadaan Silvia. Dia tidak ada di ruang penelitian.”

“Apakah kamu yakin akan menghadapinya sendirian?”

Idris menoleh ke arah Tuan Poppin yang sudah berjalan mendekati pintu. “Aku bisa,” jawab Idris mantap.

Tuan Mallory tidak banyak berbasa-basi. Segera berlari dalam lorong sepi lalu membuka setiap ruangan. Keberadaan Silvia atau anak yang akan dipakai akan diletakkan dalam sangkar dengan awalan nomor 0.

Membuka setiap pintu, terlalu banyak ruangan kosong. Terlalu banyak pintu menuju ke ruangan entah apa saja Tuan Mallory tidak tahu. Seakan mengecoh dirinya.

Tuan Mallory masuk ke dalam ruangan yang berada di sudut lorong. Tempat di mana ada beberapa cakaran Phoen. Yang Tuan Mallory tahu itu tempat Tuan sebelum keluar dari penjara.

Ruangan Tian sungguh pengap, membuat tidak nyaman Tuan Mallory. Segera berpindah dalam ruangan sebelah. Kosong. Sebelah juga sebelahnya lagi dengan hasil sama.

Tuan Mallory mendengar suara pistol dilesatkan. Semoga saja tidak akan yang terluka dalam pertarungan itu.

Segera membuka pintu yang berupa seperti jendela. Cahaya kehijauan menyilaukan matanya. Ada pasang hewan, membuatnya tersenyum.

Tuan Mallory mengingat kata Tian untuk mengaktifkan bom yang dia maksudkan. Apa yang dia sebut sebagai bom juga tidak diketahui oleh Tuan Mallory. Hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri sebuah cahaya hijau sedikit menyala. Ada batuan yang dipasang di sana. Tuan Mallory menekan berbatuan itu. Tidak ada respon yang terjadi, namun beberapa binatang liar mulai tersadar dan bergerak dengan satu perintah mutlak.

"Menghancurkan laboratorium."

"Bergegaslah kalian jika seseorang yang memberikan kalian perintah mutlak untuk menghancuran laboratorium. Ketika benda hijau ini sudah tersebar akan meruntuhkan apa yang sudah seharusya terpendam. Salam Tian Cleodra Amarilis, Putra Regen."

Tuan Mallory memegangi telinganya yang berdenging. Perintah Tian mutlak, jika begitu tidak ada waktu untuk menyelamatkan siapapun. Tuan Mallory meninggalkan ruangan segera. Para hewan yang sudah diberikan perintah kini mulai berhamburan keluar. Mereka seakan mengacaukan semua hal yang ada. Tuan Mallory berlari dalam riuhnya lorong. Menuju tempat dia meninggalkan Idris.

Berharap jika seseorang yang dia benci akan selamat.

...*...

Idris menghadapi Tuan Poppin. Lelaki beringas mulai mengincar lengan Idris. Tahu cairan apa yang ada didalamnya membuat Idris merinding. Opium dalam jangka besar. Jika saja cairan itu masuk ke dalam tubuh manusia akan membuat overdosis seketika.

Tuan Poppin mengejar Idris, berusaha menjatuhkan lelaki itu dengan memukul kepalanya menggunakan papan informasi. "Aku sudah lama tidak menyukaimu!"

Idris melawan, dipegangnya sebuah suntikan yang dia tahu isinya hanya obat tidur. Pisau bedah yang mengenai lengan Idris ketika dia mencoba meraih tangan Tuan Poppin. Idris memegangi lengannya yang berdarah. Segar menuju ke lantai mengucur.

"Aku sudah lama menantikannya. Salah satu anak manja yang selalu membuat aku gagal menciptakan semua penelitianku adalah kamu."

"Aku juga sudah lama menantikannya. Dimana kamu akan menjadi mayat."

Tuan Poppin mengambil pemadam kebakaran yang berada di dekatnya, menyemprotkannya ke Idris. Gas mata yang spontan membuat matanya kabur. Penglihatan membuyar, konsentrasinya juga hancur. Idris menabrak dinding pembatas. Tuan Poppin menyeringai. sembari lelaki itu mengucek matanya, suara gemuruh berasal dari ujung lorong lainnya mengalihkan konsentrasi Tuan Poppin.

Berdecak sebal Tuan Poppin. Dilihatnya kuda, burung juga makhluk yang biasa dia gunakan untuk mengekstrasi DNA kini berhamburan menuju ke arahnya. Tuan Poppin menyeret tubuh Idris untuk melindungnya namun, hewan itu menghindari mereka. Idris mendorong tubuh Tuan Poppin, Sembari terus berfokus pada penglihatannya yang minim. Rasa pusing juga menderanya segera.

Idris tidak kalah cerdas, dicekiknya Tuan Poppin. Hingga Tuan Poppin menendang tubuhnya sampai menuju ke tengah jalan. Beberapa kemudian suara bising membuaat sedikitnya getaran samar dari atas tanah.

"Suara apa ini?" Tuan Poppin merinding.

Hewan yang kabur juga masih dengan dendam. Ada satu kuda bersurai cokelat yang kini menendang tubuh Tuan Poppin hingga terinjak oleh kerumunan hewan.

Idris menutup mulutnya ketika melihat banyaknya organ yang berhamburan. Suara yang tercekat oleh gemuruh tidak dia dengar bersuara dari Tuan Poppin.

Idris bangkit, berlari menuju ruangan yang memungkinkan untuk menyimpan permen sbelum dikelola. Dengan cepat membuka penjara. Tidak ada seorangpun disana hanya tersisa ranjang beranakan.

"Tuan Mallory!" teriak Idris. Berharap jika suaranya terdengar oleh lelaki yang tidak dia ketahui keberadaannya.

Tangga sudah dipenuhi dengan hewan, ada juga beberapa makhluk tidak berhasil ikut keluar dari sarangnya. Melihat pemandangan mengerikan itu membuat Idris mual. Seakn menelan muntahannya sendiri dalam lampu temaram hampir gelap.

Kaki lemas menopang tubuh Idris. hampir menjatuhkan dirinya jika tidak ada lelaki yang menopangnya.

"Idris," tepuk pelan pipi oleh Tuan Mallory.

"Tuan Mallory," lirih Idris. "Apakah kamu menemukan Silvia?"

"Tidak maafkan aku, namun, aku menemukan sisa hidupnya." Tuan Mallory menunjukkan sebuah kotak yang dia bawa. Ada tulisan Silvia dengan jantung yang sudah diawetkan.

Idris perlahan menyentuh kotak kecil itu, lalu hanya meringis. "Lelaki itu, apa yang dia lakukan kepada Silvia?"

Tuan Mallory membawa tubuh Idris untuk menuju lokasi tempat dia turun. Sekelebat bayangan yang membuat keduanya menoleh. Ada seorang anak yang kini berlarian menuju ke arahnya. Dalam lorong yang masih banyak hewan berkeliaran. Seorang anak dengan menggunakan gaun biru cantik. Lalu dia berjalan sempoyongan seakan sampai titik lega.

"Selamat tinggal," salamnya ramah.

"Silvia?"  tanya Idris.

Tuan Mallory dan Idris hanya saling berpandangan lalu tersenyum. "Ayo iku-" perkataan Idris terputus ketika sudah tidak melihat gadis itu. Bayangan penyangkalan masih mereka genggam mesra. Tuan Mallory dan Idris akhirnya paham arti dari sebuah perpisahan indah. Membuat tersenyum dengan wajahnya yang cantik, juga tidak akan pernah ditemui esok hari.

...***...

Perjuangan yang telah engkau lalui, sebising danau di ujung hari. Rasa lelah sudah terbayarkan dengan banyaknya penghargaan. Senar sudah digesek, menciptakan melody yang indah untuk akhir hari di danau luas Kerajaan Argania. Banyak yang orang sedang menikmati pasangan mereka. Sekedar bercumbu atau merayu.

Tian memainkan biola, sudah lama tidak belajar semenjak Pulau Arash luluh lantah. Seperti dirinya, melody sedih menyelimuti dirinya, bagaikan cangkang kosong yang sudah kehilangan semuanya.

Siapa yang akan menjadi penerus Regen jika bukan dia? Hanya Tian yang tersisa, akan dia manfaatkan semua hal yang sudah dia dapatkan. Sebuah hasrat yang ingin dia ledakkan agar semua orang tahu. Akan sebuah tujuan untuk menghancurkan sekte Uno.

Permainan biola berhenti, mengusap air matanya yang menetes.

Ada amarah yang sekaan meledak keluar. Dari sangkar yang sudah dia bangun dengan ketenangan seakan terus meronta ingin keluar.

"Aku lelah kakak," lirihnya tanpa isak.

Mempertanyakan sedang apa yang dia lakukan dengan menangis. Mempertanyakan mengapa masa mudanya harus direnggut sedemikian rupa? Tian hampir gila.

Seseorang berjongkok. Memberikan sapu tangannya kepada lelaki kecil sedang menangisi kehidupan. Tian mendongak, dihadapannya badan kekar dengan wajah tegas, dengan jubah yang menjuntai sampai ke kakinya, dengan hiasan kepala yang dia kenal sebagai Pangeran Andreas.

"Pangeran," lirih Tian tanpa sadar, seolah dia sedang menggapai mimpinya.

"Mari bicara sebentar."

Tian melongo, kedua mata saling beradu seakan memberikan kelegaan yang luar biasa. Pangeran Andreas Mengusap wajah Tian. "Putra Regen," lirihnya kemudian.

...***...

...Bersambung......

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!