NovelToon NovelToon
Whispers Of Ghost : The Shaman'S Secret

Whispers Of Ghost : The Shaman'S Secret

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Romansa Fantasi / Cinta Beda Dunia / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.

Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.

Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.

"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 : "Jejak Kabut dan Perangkap Tak Terlihat"

Kabut malam menyelimuti jalan setapak seperti tirai tebal yang menutupi niat jahat. Udara dingin menggigit, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan keheningan mencekam. Xin Lian melangkah di depan, wajahnya tetap tenang meski tubuhnya mulai terasa berat. Tianlan berjalan di belakang, tatapannya tajam menyapu setiap sudut, sementara Xiao Chuan berusaha menjaga jarak dekat dengan Xin Lian, wajahnya pucat pasi.

“Langkahmu lambat, Jenderal,” sindir Xin Lian tanpa menoleh, suaranya terdengar ringan namun menusuk. “Apa kau takut tersesat dalam kabut?”

Tianlan mendengus pelan. “Jika aku tersesat, kau yang akan lebih dulu celaka. Mulut tajammu tak akan menyelamatkanmu dari bahaya.”

Sebelum Xin Lian sempat membalas, suara langkah berat terdengar dari balik kabut. Tianlan segera menghentikan langkah, tangan kanannya sudah berada di gagang pedang.

“Berhenti,” katanya dingin, suaranya penuh perintah.

Dari balik kabut, bayangan-bayangan bergerak mendekat. Sekelompok pria bersenjata muncul, mata mereka tajam seperti binatang buas yang lapar.

“Serahkan barang-barang kalian, atau kami akan mengambilnya dengan paksa,” salah satu dari mereka berkata, suaranya rendah dan penuh ancaman.

Xin Lian mengangkat alis, senyum tipis bermain di bibirnya. “Barang-barang? Kau pikir kami ini pedagang keliling? Atau kau hanya buta?”

Pria itu menggeram, mengayunkan pedangnya ke arah Xin Lian tanpa ragu. Namun, sebelum pedang itu menyentuhnya, Xin Lian menjentikkan jarinya. Bayangan hitam samar muncul dari tanah, menjatuhkan pedang pria itu.

“Buta dan bodoh,” ejek Xin Lian sambil meraih pedang yang terjatuh. Dengan gerakan gesit, dia melawan balik, ayunan pedangnya tajam dan penuh perhitungan.

Tianlan, yang sudah terbiasa dengan keangkuhan Xin Lian, tidak membuang waktu. Dia maju ke depan, pedangnya berkilat dalam kegelapan. Setiap gerakannya presisi, mengalahkan lawan tanpa membuang tenaga.

Sementara itu, Xiao Chuan berdiri gemetar di belakang Xin Lian, suaranya melengking, “Lindungi aku! Aku tidak bisa bertarung!”

Xin Lian melirik ke belakang, tatapannya dingin. “Kau bahkan tidak bisa berhenti merengek. Jika kau tidak ingin mati, setidaknya jangan menghalangi jalanku.”

“Tapi aku—”

“Diam.” Xin Lian menepis serangan lain dengan mudah, bayangan hitam melesat dari ujung jarinya, melumpuhkan musuh di depannya. “Kalau kau terus merengek, aku akan menyerahkanmu pada mereka. Siapa tahu, mungkin mereka lebih menghargaimu daripada aku.”

Xiao Chuan menelan ludah, tapi tetap bersembunyi di belakang Xin Lian.

Tianlan, yang telah menyelesaikan sebagian besar musuh, melirik ke arah Xin Lian. “Kau terlalu banyak bermain-main.”

“Dan kau terlalu serius,” balas Xin Lian tanpa menoleh, pedangnya menebas udara dengan gerakan tajam.

Pertempuran berakhir dalam sekejap. Para penyerang yang tersisa melarikan diri, meninggalkan tubuh-tubuh tak berdaya di belakang.

Saat keheningan kembali, Tianlan mengembalikan pedangnya ke sarungnya. “Kau terlalu ceroboh,” katanya pada Xin Lian, suaranya penuh teguran.

“Dan kau terlalu suka memerintah,” balas Xin Lian, menyeka keringat di dahinya. “Kau harus belajar untuk menikmati hidup, Jenderal.”

Xiao Chuan, yang akhirnya keluar dari persembunyiannya, berseru, “Aku pikir aku akan mati! Kalian berdua benar-benar luar biasa!”

Xin Lian memutar matanya. “Jika kau terus seperti ini, mungkin lain kali aku benar-benar akan membiarkanmu mati.”

Mereka melanjutkan perjalanan, meninggalkan medan pertempuran dengan suasana yang lebih tegang namun penuh percikan keakraban. Di kejauhan, suara burung hantu menggema, seolah memperingatkan bahwa bayangan gelap masih mengintai.

***

Matahari mulai condong ke barat, cahayanya redup tertutup kanopi hutan yang lebat. Jalan setapak yang mereka lalui semakin sempit, diapit oleh pohon-pohon tua yang menjulang tinggi. Angin dingin berembus pelan, membawa bisikan samar yang membuat bulu kuduk meremang.

Xiao Chuan berhenti tiba-tiba, matanya terpaku pada peta di tangannya. “Kita harus melewati lembah itu,” katanya sambil menunjuk ke depan, ke arah celah sempit di antara dua bukit. “Jalan ini lebih pendek, tapi…” Dia menggantungkan kalimatnya, ragu untuk melanjutkan.

“Tapi apa?” Tianlan bertanya dengan nada dingin, matanya tajam mengamati wajah Xiao Chuan.

Xiao Chuan menelan ludah. “Ada desas-desus bahwa lembah itu sering menjadi tempat persembunyian para bandit.”

Tianlan mendengus, tangannya terulur menyentuh gagang pedangnya. “Bandit? Itu hanya masalah kecil. Kita tidak punya waktu untuk berputar lebih jauh.”

Xin Lian tersenyum tipis, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Kalau begitu, mari kita lihat apakah para bandit itu cukup bodoh untuk menghadang kita.”

Mereka melanjutkan perjalanan, melewati jalan berbatu yang semakin curam. Suasana menjadi semakin sunyi, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Tiba-tiba, Xin Lian berhenti. Matanya menyipit, memandang ke arah bayangan gelap yang bergerak cepat di antara pepohonan.

“Berhenti,” katanya dengan suara rendah namun penuh perintah.

Tianlan langsung waspada, tangannya sudah menggenggam pedang. Xiao Chuan, di sisi lain, tampak kebingungan. “Apa yang terjadi?” bisiknya dengan nada panik.

Xin Lian tidak menjawab. Dia mengangkat tangannya perlahan, jari-jarinya yang ramping menjentik dengan lembut. Dari kegelapan, bayangan hitam muncul, melingkar di sekitar tubuhnya seperti asap pekat.

“Pergi dan periksa,” perintahnya dengan suara dingin.

Bayangan itu melesat cepat, menghilang ke dalam kegelapan. Tidak lama kemudian, suara gemerisik terdengar, diikuti oleh jeritan tertahan yang membuat Xiao Chuan melompat ketakutan.

“Apa itu tadi?” tanya Xiao Chuan dengan suara bergetar.

Xin Lian menoleh padanya, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Roh kecil yang suka menempel padaku. Mereka tidak berguna untuk bertarung, tapi cukup pintar untuk mengintai.”

Tianlan menyeringai, senyumnya penuh ejekan. “Akhirnya kau menemukan kegunaan lain dari bayangan itu, hmm?”

“Tentu saja,” jawab Xin Lian santai. “Roh kecil seperti mereka tidak pernah bisa menolak pesonaku. Jadi, kenapa tidak memanfaatkan mereka?”

Tianlan tertawa kecil, namun matanya tetap waspada. “Baiklah, mari kita lihat apa yang mereka temukan.”

Beberapa saat kemudian, bayangan itu kembali, bergerak cepat dan melingkar di sekitar Xin Lian. Dia menutup matanya, membiarkan informasi dari roh itu mengalir ke pikirannya.

“Di depan ada sekelompok orang bersenjata,” katanya akhirnya, membuka matanya yang bersinar tajam. “Mereka sedang menunggu kita.”

Tianlan mengangguk, ekspresinya tidak berubah. “Bagus. Kalau begitu, kita akan memberi mereka pelajaran.”

Xiao Chuan tampak pucat. “Apakah kita benar-benar harus melewati sini? Tidak bisakah kita mencari jalan lain?”

Xin Lian meliriknya dengan pandangan mengejek. “Bukankah kau yang menuntun kami kejalan ini. Kalau kau takut, kau bisa kembali sendiri. Tapi aku tidak akan repot-repot menyelamatkanmu jika kau ditangkap.”

Xiao Chuan mendesah, menunduk pasrah. “Aku tidak punya pilihan lain, kan?”

Mereka melanjutkan perjalanan, langkah mereka lebih hati-hati namun penuh keyakinan. Di kejauhan, suara samar tawa dan percakapan mulai terdengar, menandakan keberadaan para bandit yang menunggu di balik bayangan.

***

Kabut yang Menipu

Kabut menggantung berat di antara pepohonan, seperti tirai kelabu yang menelan setiap suara dan gerakan. Udara terasa lembap dan dingin, menyusup hingga ke tulang. Aroma tanah basah bercampur dengan bau dedaunan busuk, menambah kesan muram pada hutan yang seolah bernapas dalam diam.

Di antara rerimbunan, sekelompok pria berwajah kasar duduk melingkar di atas batu-batu berlumut. Cahaya redup dari obor mereka memantulkan bayangan-bayangan bergerigi di batang pohon, membuat hutan tampak lebih menyeramkan.

Seorang pria bertubuh kurus dengan bekas luka melintang di pipinya menyeringai, matanya berkilat penuh kelicikan. “Bos, orang-orang itu pasti tidak akan bisa keluar dari kabut ini, bukan?”

Di hadapannya, seorang pria bertubuh besar dengan jubah lusuh bersandar pada pohon dengan ekspresi percaya diri. Wajahnya penuh guratan kasar, dan bekas luka di alisnya membuatnya tampak semakin garang. Ia mengeluarkan tawa pendek, penuh kepuasan.

“Tentu saja,” katanya, suaranya berat dan penuh keyakinan. “Kabut ini bukan sekadar kabut biasa. Ini adalah perangkap yang telah kita siapkan selama bertahun-tahun. Mereka akan tersesat, berputar-putar tanpa arah, dan saat kelelahan, kita akan menyergap mereka.”

Seorang bandit muda yang duduk di akar pohon mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya berbinar penuh antusiasme. “Bos, aku melihat ada seorang gadis di antara mereka.”

Mata sang pemimpin berkilat. Ia menjilat bibirnya yang kering, lalu tertawa rendah. “Hehehe… itu lebih baik lagi,” katanya, suaranya dipenuhi nada serakah. “Kita akan merampok harta mereka, dan setelah itu… kita bisa bersenang-senang dengan gadis itu.”

Tawa kasar meledak di antara para bandit. Beberapa dari mereka menepuk paha dengan semangat, membayangkan hasil rampokan besar—emas, perak, dan hiburan yang mereka dambakan.

Namun, seiring berjalannya waktu, keheningan mulai terasa mencurigakan. Kabut tetap bergulung tebal, tetapi tidak ada tanda-tanda kemunculan para pendatang yang mereka incar.

Wajah sang pemimpin mulai mengeras. Ia menegakkan tubuhnya, matanya menyipit tajam. “Di mana mereka?” gumamnya, suaranya kini tak lagi penuh percaya diri. “Seharusnya mereka sudah berada di tengah hutan sekarang.”

Para bandit saling berpandangan, kegelisahan mulai merayapi hati mereka. Mereka jelas melihat rombongan itu memasuki hutan, tetapi mengapa jejak mereka seolah lenyap begitu saja?

Sesaat sebelumnya…

Di sisi lain kabut, Xin Lian berdiri tegak, jubahnya berkibar pelan saat angin dingin berembus melewati mereka. Matanya yang tajam menyipit, meneliti lingkungan sekitar.

Dari balik bahunya, bayangan kecil yang ia lepaskan kembali ke sisinya, berbisik dengan suara lirih yang hanya bisa didengar olehnya.

"Jika kau ingin melihat dengan jelas dalam kabut, gunakan kekuatan dari simbol di tanganmu."

Xin Lian menundukkan kepala, menatap telapak tangannya. Simbol samar yang terukir di sana mulai berpendar lembut, seolah menunggu untuk diaktifkan. Ia mengangkat tangannya perlahan, membiarkan aliran energi mengalir dari simbol itu.

Sekelebat cahaya samar muncul, dan seketika, dunia di hadapannya berubah. Kabut yang sebelumnya pekat kini menjadi tipis dan transparan di matanya. Ia bisa melihat dengan jelas—pohon-pohon, bebatuan, bahkan para bandit yang bersembunyi di kejauhan dengan tatapan penuh keserakahan.

Senyum licik tersungging di bibirnya.

“Tianlan,” katanya pelan, suaranya nyaris seperti bisikan.

Tianlan, yang selalu waspada, menoleh ke arahnya. Matanya yang tajam menyiratkan ketegangan, tetapi ekspresinya tetap tak terbaca. “Apa yang kau lihat?”

Xin Lian mengangguk ke arah depan, matanya masih terfokus pada sosok-sosok yang mengintai di kejauhan. “Para bandit itu sudah menunggu kita. Mereka mengira kita akan tersesat dalam kabut dan jatuh ke dalam perangkap mereka.”

Tianlan mendengus pelan. “Bodoh.”

Xin Lian terkekeh. “Sangat bodoh.”

Dengan cepat, ia menyusun rencana. Dengan menggunakan pengetahuannya tentang jalur-jalur tersembunyi, ia mengarahkan mereka untuk mengambil jalan memutar yang tidak terlihat oleh para bandit.

Langkah mereka ringan dan terarah. Tianlan, dengan kepekaannya yang tajam, mengikuti dengan penuh kewaspadaan, sementara Xiao Chuan dengan patuh melangkah di belakang mereka, menahan napas agar tidak menimbulkan suara.

Sesekali, Xin Lian melirik ke arah bandit-bandit itu, memastikan mereka tetap di tempatnya—menunggu mangsa yang tak akan pernah datang.

Dan ketika para bandit masih menunggu dengan penuh harapan di dalam kabut, mereka yang seharusnya menjadi mangsa telah lama pergi, meninggalkan mereka dalam kebingungan.

Di kejauhan, Xin Lian menoleh sekali lagi, matanya berkilat penuh kepuasan.

“Bersiaplah menunggu selamanya, bajingan,” gumamnya dengan nada mengejek sebelum melanjutkan langkahnya, menghilang dalam bayangan malam.

1
Mila Sari
Oh omg lg seru2 knp harus bersambung lg, semangat Thor aku tunggu episode selanjutnya
Mila Sari
lanjut Thor, ceritanya membuatku penasaran,
Mila Sari
terimakasih Thor, penasaran dengan kelanjutan ceritanya,
Mila Sari
terimakasih Thor, seru nih ceritanya
Mila Sari
suka dengan ceritanya, seru aku smpe ikut tegang, Thor d tunggu episodenya yg smkin seru
Seojinni_
Siappp.. tunggu ya, author akan coba update secepatnya.. Krn draft nya kmren keapus semua jd harus nulis ulang 😭
Mila Sari
lanjut Thor, penasaran ceritanya
Mila Sari
semoga berhasil jendral memecahkan misteri kutukan,
Mila Sari
kenapa semakin merinding, d bab ini banyak bayangan yg mengincar mereka
Mila Sari
menegangkan perjalanan pangeran
Mila Sari
seru ceritanya, semakin penasaran
Mila Sari
aku suka banget ceritanya, apa yg akan d temukan di negri kutukan
Intan Hazana
Luar biasa
Seojinni_
good
Ao_Ao_
semakin menarik kak, lanjut
Ao_Ao_
Tianlan yg terfitnah /Facepalm/
Ao_Ao_
mulai deh mulai /Facepalm/
Ao_Ao_
betullllll, aku suka MC yg realistis gini gak terlalu masalalu /Kiss//Kiss//Kiss/
Ao_Ao_
lawak banget dia nih, aku bahkan gak tau siapa aku? /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Ao_Ao_
lanjuttttt kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!