Menghitung Langkah Cinta

Menghitung Langkah Cinta

Dunia yang gelap

Catherine duduk di sudut perpustakaan, mencoba tenggelam dalam buku favoritnya. Buku itu sudah dibaca berkali-kali, hingga beberapa halamannya mulai kusut. Tetapi, bagi Catherine, cerita di dalamnya adalah tempat pelarian yang sempurna dari realitas pahit hidupnya. Setiap kalimat yang ia baca seperti membangun dinding pelindung dari kenyataan di luar sana—kenyataan yang selalu penuh dengan hinaan dan cemoohan.

Di luar perpustakaan, di tengah terik matahari yang menembus celah-celah daun, Akbar berjalan dengan langkah percaya diri. Dia selalu menjadi pusat perhatian ke mana pun ia pergi. Dengan seragam sekolah yang rapi dan rambutnya yang tertata sempurna, Akbar adalah sosok yang sulit untuk diabaikan. Senyumnya, yang sering ia tebarkan tanpa alasan, selalu memikat banyak orang. Catherine tahu itu. Dia sudah mendengar cerita tentang betapa populernya Akbar bahkan sejak pertama kali masuk sekolah ini.

Namun, di balik semua itu, Catherine tidak pernah bisa membenci Akbar. Meskipun ia tahu Akbar sering ikut mencemoohnya, hati kecilnya masih menyimpan rasa kagum. Ada sesuatu dalam tatapan matanya, cara ia berbicara, yang membuat Catherine percaya bahwa Akbar bisa lebih baik daripada apa yang ia tunjukkan.

Perasaan itu, bagaimanapun, tidak lebih dari harapan kosong. Catherine tahu dia hanyalah gadis biasa, atau mungkin bahkan kurang dari itu. Kulitnya yang gelap dan tubuhnya yang gendut selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya. Bahkan, di antara guru-guru, dia sering merasa tidak terlihat. Dia hanyalah "Catherine si pendiam," seseorang yang selalu ada di sudut, tak pernah cukup penting untuk diingat.

Suara langkah sepatu putih besar mendekat, membuat Catherine mendongak. Di depannya berdiri Theresia, pacar Akbar. Theresia adalah kebalikan dari Catherine dalam segala hal. Kulitnya putih bersih, rambutnya lurus panjang seperti model di majalah, dan tubuhnya ramping. Senyumnya yang menawan hanya digunakan untuk memikat orang, atau, seperti yang sering Catherine alami, untuk menghina.

"Hei, Catherine," suara Theresia memecah keheningan. Nadanya terdengar manis, tapi Catherine tahu betul maksud di baliknya. "Kamu selalu di sini, ya? Membaca buku kayak kutu buku. Seru nggak sih hidup kayak kamu?"

Theresia tertawa kecil, dan di belakangnya, beberapa teman ikut cekikikan. Catherine menunduk, mencoba fokus kembali pada bukunya. Ia tahu, membalas hanya akan membuat semuanya lebih buruk.

Tapi Theresia tidak puas. "Atau jangan-jangan kamu lagi pura-pura sibuk biar bisa curi-curi pandang ke Akbar, ya?" Ia melirik Catherine dengan sorot mata penuh kemenangan. "Oh, aku ngerti, kok. Wajar aja, Akbar kan ganteng banget. Tapi… kasihan, ya. Dia nggak akan pernah tertarik sama kamu."

Gengnya Theresia, Cicilia dan Fiorentina tertawa keras. Catherine menggenggam buku di tangannya erat-erat, mencoba menahan air mata. Dia tidak akan menangis, tidak di depan mereka. Tetapi, kata-kata Theresia seperti pisau yang menusuk hatinya. Setiap ejekan mengingatkannya pada semua hal yang ia benci tentang dirinya sendiri. Kulitnya, tubuhnya, rambutnya—semua yang menurut Theresia adalah bahan hinaan.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" Sebuah suara berat tiba-tiba terdengar dari belakang Theresia. Catherine mendongak dan melihat Akbar berdiri di pintu perpustakaan. Dia memandang Theresia dengan alis terangkat, tetapi di sudut bibirnya masih ada senyuman tipis.

Theresia berbalik, senyumnya langsung berubah menjadi manis. "Nggak, kok, Akbar. Aku cuma ngobrol sama Catherine." Ia melirik Catherine dengan pandangan tajam. "Kita lagi seru-seruan aja."

Akbar melangkah mendekat. Catherine berharap, meski hanya sedikit, bahwa Akbar akan membelanya. Tapi, harapan itu segera pupus. "Seru-seruan, ya? Biarin aja," katanya sambil terkekeh. "Dia pasti suka kok diperhatikan, kan, Catherine?"

Tawa kecil itu terdengar ringan, seolah-olah dia hanya bercanda. Tetapi bagi Catherine, itu adalah tamparan keras. Rasa kagumnya pada Akbar perlahan mulai memudar, digantikan oleh rasa sakit. Bagaimana mungkin seseorang yang ia kagumi bisa ikut-ikutan menyakitinya?

Theresia tertawa puas, seakan mendapat izin untuk melanjutkan ejekannya. "Lihat, Akbar tahu kamu suka dia, Catherine," katanya dengan nada mengejek. "Tapi maaf ya, dia udah punya aku. Jadi, kamu bisa terus mimpi aja."

Catherine menggigit bibirnya, menahan tangis yang hampir meledak. Ia tahu ia harus pergi. Dengan tangan gemetar, ia menutup bukunya dan bangkit dari tempat duduk. "Aku ada tugas," katanya pelan sebelum berjalan cepat keluar dari perpustakaan.

Saat ia melangkah pergi, ia bisa mendengar Theresia dan teman-temannya tertawa di belakangnya. Namun, yang paling menyakitkan adalah suara tawa Akbar.

Fiorentina, dengan nada penuh ejekan, berkata, "Orang seperti Catherine nggak akan pernah sadar-sadar juga, ya? Cih, udah tau Akbar punya kamu, Ther, masih aja ngejar-ngejar."

Cicilia menambah dengan tawa mengejek, "Udah jelek, sadar diri dong! Wkwk, kalau punya otak buat apa, coba mikir jernih sedikit."

Catherine terus melangkah, tak terpengaruh dengan kata-kata mereka. Setiap hinaan yang dilontarkan hanya membuatnya semakin yakin akan pilihan yang sudah dia buat. Sementara itu, Fiorentina dan Cicilia hanya bisa tertawa keras, merasa kemenangan mereka sudah pasti, meski Catherine tidak terlihat sedikit pun tergoyahkan.

Catherine berjalan menyusuri lorong sekolah, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Di sudut ruangan, ia menemukan tempat yang sepi dan duduk di sana, memeluk buku favoritnya. Buku itu menjadi satu-satunya pelipur laranya, dunia fiksi tempat ia bisa melupakan semua rasa sakit.

Namun, meskipun ia mencoba melupakan, bayangan Akbar dan Theresia terus menghantuinya. Bagaimana bisa seseorang yang ia kagumi begitu tega ikut-ikutan menyakitinya? Bagaimana bisa dia tetap menyukai seseorang seperti Akbar?

"Aku bodoh," bisiknya pada diri sendiri. "Kenapa aku harus berharap?"

Tetapi, di lubuk hatinya, Catherine tahu jawabannya. Dia berharap karena, di balik semua rasa sakit, ada bagian kecil dari dirinya yang percaya bahwa Akbar bisa berubah. Bahwa di balik semua popularitas dan kesombongannya, ada sisi lain yang mungkin ia belum lihat. Tetapi, apakah itu hanya harapan kosong? Catherine tidak tahu. Yang ia tahu hanyalah bahwa, meskipun rasa sakit itu terus menusuknya, ia tidak bisa berhenti memikirkan Akbar.

Dan mungkin, itu adalah hal yang paling menyakitkan dari semuanya.

Episodes
1 Dunia yang gelap
2 Teman sejati
3 Kekuatan yang Tersembunyi
4 Kehidupan yang Tak Terduga
5 Persaingan yang Tak Terhindarkan
6 Akhir yang Mengubah Segalanya
7 Cinta Sejati Dimulai dari Diri Sendiri
8 Kekuatan di Balik Persahabatan
9 Pertemuan yang Mengubah Perspektif
10 Konflik yang Semakin Memanas
11 Momen penentuan
12 Keputusan Terakhir
13 Menguatkan Hati
14 Memaafkan dan Melangkah Maju
15 Menyusun Langkah Sendiri
16 Akhir yang Baru
17 Perpisahan yang Penuh Harapan
18 Melangkah Lebih Jauh
19 Kembali Bertemu Akbar
20 Pertemuan baru
21 Akbar Mulai Menyadari
22 Pertemuan Tak Terduga
23 Perasaan yang Tumbuh
24 Keputusan Sulit
25 Antara Teman dan Cinta
26 Langkah Kecil
27 Masa Lalu Kembali Menghantui
28 Keputusan Besar
29 Ketakutan Yang tak Terduga
30 Kode yang Tak Terucap
31 Cinta yang Tak Terucap
32 Pilihan yang Tepat
33 Menghadapi Perasaan
34 Cinta dan Cemburu yang Tersembunyi
35 Terselip Rasa
36 Batas antara Sahabat dan Lebih dari itu
37 Perasaan yang Terlupakan
38 Bingung Antara Teman atau Lebih
39 Ketakutan yang meningkat
40 Cemburu yang Membara
41 Akbar Makin Agresif
42 Perasaan yang Menyakitkan
43 Hantaman Akbar
44 Menyadari Perasaan
45 Akbar Mengungkapkan Perasaan
46 Hubungan Catherine dan Akbar
47 Semakin Terbuka
48 Tantangan Baru, Rasa Baru
49 Tangan yang Tak Lepas
50 Malam Penuh Janji dan Cinta
51 Langkah Maju, Bayangan Masa Lalu
52 Perubahan yang Semakin Mesra
53 Perasaan yang Tak Kunjung Padam
54 Kembali ke Rumah
55 Melewati Masa Lalu, Menyambut Masa Depan
56 Dukungan yang Menguatkan
57 Mimpi yang Dirangkai Bersama
58 Bersama Menapaki Mimpi
59 Saat Keyakinan Bertumbuh
60 Antara Bola Basket dan Harapan
61 Genggam Erat Realita
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Dunia yang gelap
2
Teman sejati
3
Kekuatan yang Tersembunyi
4
Kehidupan yang Tak Terduga
5
Persaingan yang Tak Terhindarkan
6
Akhir yang Mengubah Segalanya
7
Cinta Sejati Dimulai dari Diri Sendiri
8
Kekuatan di Balik Persahabatan
9
Pertemuan yang Mengubah Perspektif
10
Konflik yang Semakin Memanas
11
Momen penentuan
12
Keputusan Terakhir
13
Menguatkan Hati
14
Memaafkan dan Melangkah Maju
15
Menyusun Langkah Sendiri
16
Akhir yang Baru
17
Perpisahan yang Penuh Harapan
18
Melangkah Lebih Jauh
19
Kembali Bertemu Akbar
20
Pertemuan baru
21
Akbar Mulai Menyadari
22
Pertemuan Tak Terduga
23
Perasaan yang Tumbuh
24
Keputusan Sulit
25
Antara Teman dan Cinta
26
Langkah Kecil
27
Masa Lalu Kembali Menghantui
28
Keputusan Besar
29
Ketakutan Yang tak Terduga
30
Kode yang Tak Terucap
31
Cinta yang Tak Terucap
32
Pilihan yang Tepat
33
Menghadapi Perasaan
34
Cinta dan Cemburu yang Tersembunyi
35
Terselip Rasa
36
Batas antara Sahabat dan Lebih dari itu
37
Perasaan yang Terlupakan
38
Bingung Antara Teman atau Lebih
39
Ketakutan yang meningkat
40
Cemburu yang Membara
41
Akbar Makin Agresif
42
Perasaan yang Menyakitkan
43
Hantaman Akbar
44
Menyadari Perasaan
45
Akbar Mengungkapkan Perasaan
46
Hubungan Catherine dan Akbar
47
Semakin Terbuka
48
Tantangan Baru, Rasa Baru
49
Tangan yang Tak Lepas
50
Malam Penuh Janji dan Cinta
51
Langkah Maju, Bayangan Masa Lalu
52
Perubahan yang Semakin Mesra
53
Perasaan yang Tak Kunjung Padam
54
Kembali ke Rumah
55
Melewati Masa Lalu, Menyambut Masa Depan
56
Dukungan yang Menguatkan
57
Mimpi yang Dirangkai Bersama
58
Bersama Menapaki Mimpi
59
Saat Keyakinan Bertumbuh
60
Antara Bola Basket dan Harapan
61
Genggam Erat Realita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!