Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Kaset Khusus untuk Rina
Matahari mulai meredup di balik awan, menciptakan langit sore yang begitu indah. Rina berjalan pulang dari sekolah dengan langkah yang lebih ringan dari biasanya. Sejak pagi, hatinya sudah terasa berdebar-debar. Ia tahu, hari ini adalah hari yang berbeda. Meskipun tak ada yang terlalu istimewa, perasaan itu muncul begitu saja—sebuah perasaan yang sepertinya akan mengubah banyak hal.
Sambil melangkah, Rina meraih tas ranselnya yang terbuat dari kanvas dengan corak kotak-kotak berwarna merah dan hitam. Tangan kanannya menyentuh Walkman kecil yang ada di dalam tas, salah satu barang paling berharga miliknya. Sejak Danu memberikan kaset-kasetnya, Walkman itu menjadi teman setia, seolah menjadi jembatan yang menghubungkan perasaan yang tak terucapkan antara dirinya dan Danu.
Tadi pagi, Danu memberi kaset lagi. Kali ini bukan kaset biasa. Rina masih ingat jelas saat Danu menyerahkannya dengan senyum penuh arti. “Dengerin ini, Rin. Kaset ini untuk kamu. Lagu-lagu di dalamnya, semuanya punya makna.” Kata-kata itu menggantung di telinganya sepanjang hari. Rina sudah berulang kali membayangkan isi kaset tersebut, tetapi ia tak sabar untuk segera mendengarkannya.
Setelah sampai di rumah, Rina segera menuju kamarnya dan duduk di sudut tempat tidur, membuka tasnya, dan mengeluarkan kaset yang diberikan Danu. Sampulnya terlihat sederhana, tapi ada sesuatu yang istimewa tentang kaset itu—ada tulisan tangan Danu di bagian depan, “Untuk Rina, dari Danu.”
Dengan hati-hati, ia memasukkan kaset ke dalam Walkman dan menekan tombol play. Lagu pertama yang terdengar adalah lagu melankolis yang sangat familiar. Lagu itu adalah lagu favorit mereka berdua, yang sering diputar di toko kaset saat mereka bersama. Sebuah senyum kecil muncul di wajah Rina saat mendengarkan lagu itu, seolah-olah Danu ingin mengingatkan kembali kenangan-kenangan kecil mereka. Tetapi lagu berikutnya yang muncul membawa suasana yang lebih serius—lebih dalam.
Lagu itu bercerita tentang seseorang yang sedang merasakan kebingungannya dalam hubungan, tentang perasaan yang tak bisa diungkapkan, dan tentang keraguan yang muncul ketika seseorang mulai merasakan cinta. Setiap liriknya seakan berbicara langsung kepada Rina, membuat hatinya berdebar lebih kencang. Ia bisa merasakan bahwa Danu mungkin juga sedang merasakan hal yang sama. Apakah ini sebuah pertanda? Apakah Danu sedang mencoba mengungkapkan perasaannya lewat lagu-lagu ini? Rina merasa bingung, tetapi juga terharu.
Kaset itu terus berlanjut, lagu demi lagu. Setiap lagu seolah menceritakan perjalanan perasaan yang penuh keraguan, harapan, dan keinginan untuk lebih dekat dengan seseorang. Setiap lirik seakan menjadi pesan yang tersembunyi, memberikan Rina gambaran tentang apa yang sebenarnya dirasakan oleh Danu.
Selesai mendengarkan kaset itu, Rina merasa hati dan pikirannya semakin penuh dengan pertanyaan. Apakah Danu benar-benar menyukai dirinya? Apakah lagu-lagu ini hanya sekadar kebetulan, ataukah Danu sedang menyampaikan perasaan yang lebih dalam? Rina merasa seperti berada di ujung jurang, di antara perasaan ragu dan keinginan untuk mengetahui kebenaran.
Ia memutuskan untuk bertanya pada Sari, sahabatnya yang selalu tahu cara terbaik untuk menghadapinya. “Sar, dengerin deh, ini kaset yang Danu kasih kemarin,” ujar Rina sambil menyerahkan Walkman-nya kepada Sari.
Sari mendengarkan dengan serius, matanya sesekali tertuju pada Rina, kemudian kembali menatap Walkman yang dipakainya. Setelah selesai mendengarkan, Sari meletakkan Walkman itu di meja dan menatap Rina dengan tatapan yang penuh arti. “Rin, ini jelas banget. Danu tuh lagi ngasih kamu petunjuk soal perasaannya. Kamu cuma perlu lebih peka.”
Rina menggelengkan kepala, sedikit bingung. “Tapi Sar, kenapa dia nggak ngomong langsung aja sih? Kenapa mesti lewat lagu-lagu kayak gini? Aku nggak ngerti.”
Sari tertawa kecil, sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Karena dia orangnya malu-malu. Kalau ngomong langsung, dia mungkin takut kalau kamu nggak merespons sama seperti dia. Ini cara dia yang lebih aman untuk ngajak kamu tahu perasaannya.”
Rina terdiam, mencerna kata-kata Sari. Ia merasa ada kebenaran dalam perkataan sahabatnya itu. Namun, Rina juga merasa bingung. Ia ingin sekali mendengar pengakuan langsung dari Danu. Ia ingin tahu, apakah perasaannya memang berbalas. Rasa penasaran itu semakin menggelitiknya, membuatnya semakin bingung.
Pada hari berikutnya, setelah pelajaran selesai, Danu menghampiri Rina di depan kelas. “Rin, gimana, udah dengerin kasetnya?” tanyanya dengan senyum tipis, seolah-olah ingin mengetahui apa yang ada di pikiran Rina.
Rina menatap Danu, merasa gugup. Ia ingin sekali mengungkapkan apa yang ia rasakan, tetapi kata-kata itu seolah terjebak di tenggorokannya. “Iya, aku dengerin. Lagu-lagu di kaset itu… kamu banget, Danu,” jawabnya dengan suara yang agak bergetar.
Danu tertawa pelan, menyembunyikan rasa gugupnya di balik tawa ringan. “Aku tahu, kamu pasti bakal ngerti kok. Tapi, emang sih, lagu-lagu itu banyak yang ngungkapin perasaan aku juga.”
Rina menelan ludah, matanya menatap Danu dengan penuh harap. “Jadi… maksudnya?”
Danu terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Maksudnya, kalau kamu mau tahu lebih banyak, kita bisa ngobrol lagi. Tapi aku nggak bisa ngomong langsung, Rin. Aku takut kalau kamu nggak… nggak ngerasa hal yang sama.”
Rina merasa ada sesuatu yang menghangatkan hatinya saat mendengar kata-kata itu. Ia tersenyum kecil, meskipun masih sedikit bingung dengan cara Danu menyampaikan perasaannya. Tapi yang jelas, kini ia tahu bahwa Danu pun merasakan hal yang sama.
Akhirnya, mereka berjalan keluar dari sekolah bersama, tidak banyak bicara, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam keheningan itu. Sebuah kedekatan yang perlahan mulai terjalin lebih erat, meski tak ada pengakuan terang-terangan. Danu dan Rina merasa seperti dua orang yang sama-sama memendam perasaan, dan mungkin—hanya mungkin—saatnya akan tiba untuk mereka saling mengungkapkan semuanya.
Hari itu berakhir dengan rasa penasaran yang semakin menggelora dalam hati Rina. Namun, ia tahu bahwa setiap langkah kecil yang mereka ambil bersama adalah sebuah perjalanan yang akan membawa mereka lebih dekat kepada kebenaran yang selama ini mereka tunggu.