Pengasuh Tuan Muda Genius

Ajeng tidak boleh menangis, kesedihan yang dia rasa harus disimpan rapat-rapat.

Disini dia bukan memikirkan dirinya sendiri, tapi Ajeng sedang bekerja pada orang lain. Lantas selalu menunjukkan wajah ceria adalah hal yang harus dia lakukan.

Tak peduli betapa sesaknya dadda, Ajeng pun menghapus semua air mata itu. Lalu kembali masuk ke dalam apartemen dan menutup pintunya.

Melihat di ruang tengah Sean dan ibunya saling memeluk.

Ajeng urung masuk, dia kembali mundur dan menunggu di ruang tamu.

Diam di sana tidak membuat pergerakan apapun, tidak menciptakan suara apapun. Di dalam apartemen ini hanya terdengar suara saling bersahut rindu antara Sean dan mama Mona.

Ajeng tersenyum, meski ada air mata yang lagi-lagi jatuh.

Ya Allah Jeng, jangan cengeng sih! ucapnya pada diri sendiri, merutuk dirinya sendiri.

Kamu jangan terlena dengan kebaikan semua orang, nyatanya kamu hanyalah seorang pembantu. Wajar kalau Oma Putri marah dan langsung menganggap kamu tidak ada.

Astaghfirullah.

Ajeng terus diam di sana.

Sampai waktu bergulir.

Saat malam hari di rumah utama keluarga Aditama, rumah jadi terasa begitu sepi tanpa kehadiran Sean.

Sebelum jam makan malam telepon rumah berdering, ada panggilan masuk dari Reza.

Sebelumnya Reza sudah menghubungi Oma, Rilly dan juga Ryan, tapi tidak ada satupun yang menyahuti panggilan teleponnya itu, hingga membuat Raisa akhirnya memutuskan untuk menelpon rumah.

Seorang pelayan menjawab.

"Selamat malam_"

"Dimana Oma?" tanya Reza, bahkan sebelum pelayan itu sempat menyelesaikan kalimatnya. Namun pelayan tersebut sudah begitu menghafal suara sang tuan.

"Oma Putri ada di meja makan Pak."

"Tolong panggilkan."

"Baik."

Pelayan itu sedikit berlari menuju meja makan.

"Maaf Oma Putri, ada telepon dari pak Reza."

Deg! jantung semua orang berdenyut terkejut. mereka semua bahkan langsung saling pandang seolah diri sama-sama bingung bagaimana caranya menghadapi situasi seperti ini.

"Kek, kamu saja yang jawab," ucap Oma Putri, bicara pada sang suami.

"Jangan Oma, kakek tidak akan pernah bisa bohong. Pasti dia langsung mengatakan bahwa Sean saat ini bersama ibunya, lebih baik Oma saja yang menjawab." Rilly buka suara.

"Jadi ini harus bohong?" balas Oma Putri lagi, sungguh bingung.

"Biar aku saja yang jawab," putus Ryan.

Rilly langsung menepuk keningnya, kalau Ryan yang bicara sama saja dengan kakek Agung, dua pria itu tidak akan pernah bisa bohong.

Dan benar saja, saat itu juga Ryan mengatakan pada sang kakak bahwa saat ini Sean sedang bersama Monalisa.

Darah Reza seketika mendidih, dia bahkan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.

"Berani-beraninya wanita itu mengambil Sean!" bentak Reza. Tak ada lagi tentang bisnis di kepala pria itu, malam ini juga dia putuskan untuk kembali ke Jakarta.

Ryan tak berkutik, karena sejujurnya pun dia tak rela Sean bersama wanita itu.

5 jam perjalanan yang Reza tempuh untuk bisa kembali ke Jakarta, tak peduli saat itu jam berapa dia langsung mendatangi apartemen Mona.

Menekan bell itu dengan beruntun, sampai tak ada jeda untuk diam.

Mona bahkan sampai terbangun, melihat jam menunjukkan angka pukul 1 dini hari.

"Astaga, siapa sih?"

"Ma," gumam Sean yang tidurnya pun terganggu.

"Sst sstt sstt, tidurlah sayang," ucap Mona dengan lembut.

Dan diluar saja Ajeng lah yang membukakan pintu.

"Papa Reza," ucap Ajeng ketakutan yang mulai merasuk ke dalam dirinya.

Reza sudah menatap nyalang. Dia lantas mendorong pintu itu hingga Ajeng tersingkir dan Reza masuk.

Bertemu Mona di ruang tengah.

"Dimana Sean!"

"Kecilkan suara mu Rez, Sean sedang tidur."

"Aku tidak peduli! aku akan membawa Sean pulang!"

Mona seketika bersimpuh dihadapan Reza, dia menangis dan memeluk kaki sang mantan suami. Entah bagaimana caranya untuk meredam kemarahan Reza.

"Aku mohon Rez, aku mohon jangan begini, beri aku kesempatan untuk bersama Sean."

"Shiit! menyingkir!!"

"Papa!!" pekik Sean pula, dia berlari dan memeluk ibunya dengan kuat, Mona pun membalas pelukan itu tak kalah erat.

Sebuah pemandangan yang membuat Reza tak berkutik, karena ada sang anak.

"Papa jahat!!" pekik Sean pula.

Reza mundur selangkah, sakit sekali hatinya mendengar kalimat itu. Jadi tanpa banyak kata lagi, Reza pun memutuskan untuk pergi dari sana. Memaksa Sean pulang pun membuat sang anak akan semakin terluka.

Namun saat berbalik yang dia lihat adalah Ajeng, dan kemarahan itu seolah semakin mencuat.

"Sini kamu!" geram Reza, bicara dengan suara pelan dan penuh penekanan, dia Manarik Ajeng dengan sangat kasar hingga keluar ke apartemen ini.

Reza kemudian membuang Ajeng seperti sampah, hingga gadis itu terjerembab membentur dinding.

Bugh!