Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Adu jotos
Setelah satu minggu menjalani pengobatan intensif dari Amoria. Kini Januza sudah pulih total, dan sekarang adalah hari dimana dia akan berlatih bela diri bersama Bjorn, seperti apa yang telah dijanjikan.
Mereka berdua tengah serius berbincang di antara hutan lebat, mereka memilih tempat berlatih yang memiliki banyak bebatuan besar, "Bela diri tidak akan berguna jika kau tidak membuang emosi mu" Ucap Bjorn.
"Tidak Bjorn, saat ini aku yakin aku adalah orang yang penyabar" Jawab Januza.
"Bego.. aku tidak peduli kau itu penyabar atau bukan, aku hanya bilang kau harus bisa mengontrol emosi-mu, tepatnya disaat kau melakukan bela diri"
"Pertama-tama, lihat dan amati gerakan ku" Bjorn melebarkan kuda-kudanya, menarik napas begitu dalam, lalu mengembuskannya di sela-sela mulut yang sedikit ia rapatkan dengan perlahan hingga berbunyi "Pssshhhh" lalu memukul sebuah batu besar dengan tinju-nya hingga terbelah dua.
Melihat gerakan barusan adalah hal baru bagi Januza, dia hanya berdecak dan bingung melihat pukulan Bjorn "Tunggu, itu gerakan apa?"
"Itu Karate" jawabnya.
"Sekarang giliranmu" Bjorn menyuruh tanpa memberi instruksi apapun.
Januza meniru Bjorn sebisa mungkin, melebarkan kuda-kudanya, menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan dari mulut.
Lalu memukul sebuah batu dengan tinju nya..
"..ARRGHH! SAKIT!"
"Bjorn, kenapa batu milikku begitu keras"
"Batu kita sama, bodoh, mana mungkin kau bisa membelah batu itu hanya dengan sekali percobaan"
"Kalau kau tau itu mustahil, kenapa kau menyuruhku, sialan!"
Bjorn mendekati Januza dan meraih tangan Januza yang barusan ia pakai untuk memukul batu itu.. Bjorn bergumam, fisik Januza memanglah kuat, walaupun ia merasa kesakitan, tetapi tangannya tidaklah memar, Bjorn pun teringat saat pertama kalinya dia bertarung dengan Januza. Pukulan yang ia lancarkan kepada Januza memang ber-efek, tetapi justru Bjorn juga terkena dampak nya karena tubuh Januza begitu keras.
"Coba sekali lagi, tapi fokuskan listrikmu di tangan" Ucap Bjorn.
Januza berusaha membayangkan, keringat mengucur di dahi nya, melebarkan kuda-kudanya lagi, dan mengatur napas yang panjang, mata nya terpejam seakan sedang fokus dengan aliran listriknya ke area tangan.
Saat dia memukul batu itu, Januza yang masih memejamkan matanya pun tidak sadar kalau batu yang ia pukul telah berlubang.
"Cukup bagus untuk percobaan kedua-mu" Apresiasi Bjorn pada Januza.
"Hah? Apa kau yakin lubang ini aku yang membuatnya?" dengan ekspresi tak percaya sambil menunjuk-nunjuk batu bekas pukulannya.
"Kau tidak tau cara menggunakan tenaga dalam, tetapi kau memiliki energi sihir, sedangkan aku sebaliknya.. Daripada kau memusingkan cara agar menyamaiku, setidaknya kau punya cara-mu sendiri"
"Tapi jujur, aku tidak percara bisa melubangi batu ini dengan tanganku"
"Itu karena kau terlalu tolol"
"HOII!"
"Kau memiliki elemen tersendiri, tetapi kau hanya menggunakannya untuk berlarian kesana kemari, kau tidak pernah berfikir jika listrik itu bisa kau padukan dengan gaya bertarungmu"
"Sepertinya aku sudah paham.."
"Ya.. Jangan terlalu di paksakan, otak-mu bisa keram"
"HOII"
Bjorn berjalan pergi kembali ke markas dan meninggalkan Januza "Aku mau makan dulu, kau lanjutkan saja latihanmu, nanti aku kesini lagi" Ucapnya sambil berjalan pergi.
"Siap Bos"
Januza kembali menatapi bebatuan dihadapannya, dia bingung harus mulai dari mana. Karena tak ada arahan sama sekali dari Bjorn, dia pun mencoba trik yang sama "kalau tadi pakai tangan, berarti sekarang pakai kaki" Januza kembali fokus, memejamkan kedua mata dan mengatur napas panjang, membentuk kuda-kuda dengan kaki kanan yang siap.
Kaki kanan Januza pun mengeluarkan kilat petir berwarna kuning "Baiklah, mari kita coba" berlari dan menendang sebongkah batu besar didepannya sekuat tenaga, Batu besar itu hanya diam dan tak terjadi apa-apa, hanya muncul suara yang nyaring dari serangan itu.
"Sial! Sepertinya tendanganku terlalu lemah" kesalnya menginjak-injak bumi.
"Selagi masih banyak batu, akan aku coba semuanya"
****
Sulpha yang sibuk mengasah anak panah-nya diteras markas, dihampiri Neil "Kak Sulpha, kau sedang apa?" tanya Neil seraya duduk disampingnya ingin tahu.
"Aku pikir akan keren jadinya jika ujung busurku diberi air asam milikmu, Neil. Seperti panah beracun" Sulpha sambil sibuk mengasah busurnya.
"Benar juga, sepertinya itu harus kita coba"
Sulpha menolehkan kepala-nya ke sisi lain, Bjorn yang sedang terlelap tidur diatas kursi panjang teras markas tak sengaja terkena kayu rakitan busur milik Sulpha.
"Hah?" Bjorn terbangun dan merasa bingung.
"Maaf, Bjorn.." Ucap Sulpha.
Bjorn melihat Sulpha dan Neil yang sedang duduk, dan menengok langit sambil menggaruk kuduk-nya, terlihat matahari sudah hampir terbenam "Januza? Kalian lihat Januza?" Tanya Bjorn.
"Tidak.. Bukannya tadi pagi pergi denganmu?" Jawab Sulpha.
Bjorn memegang keningnya "Aku kelupaan.. Aku harus pergi" tergesa-gesa lari menuju dalam hutan.
Bjorn kembali ketempat latihan Januza "Januza, pulang lah, kau belum makan"
Yang dilihatnya, Januza sedang terkapar diatas tanah kelaparan "Hoi, latihan konyol ini tidak membuatmu mati kan?" Ucap Bjorn mendekatinya.
Januza bangkit dari tanah, duduk dengan lemas "Cukup sudah hari ini, aku mau istirahat"
Pria besar itu berjalan bertatih-tatih meninggalkan Bjorn "Aku harap Amoria memasak daging kerbau" perut keroncongan nya berbunyi.
Mengamati setiap bebatuan besar bekas Januza berlatih, Bjorn bergumam "Bebatuan ini.. Tidak ada yang hancur? Hasil dari latihannya tidak ada?" sambil berjalan mendekati bebatuan besar, penasaran dengan tiap goresan di bebatuan, Bjorn mengusap lembut debu dibatu itu.
Tanpa ia duga, bebatuan itu langsung pecah berhamburan dan longsor "Sial"
Batu-batu itu tidaklah seperti semula, karena latihan keras Januza. Dia berulang kali menghantamkan kaki tangan nya ke bebatuan dengan kilatan petir, tanpa frustasi dia terus melakukanya hingga petang, tetapi sekilas bebatuan itu tidak berefek sama sekali, yang padahal batu itu sudah pecah berkeping-keping dengan retakannya dan hanya dengan sentuhan kecil batu-batu besar itu runtuh.
.....
"Januza.."
"Kenapa, Bjorn?" Sambil menyantap paha kerbau bakar di meja makan.
"Istirahat yang cukup, besok kita akan melakukan latih tanding dengan tangan kosong"
Januza berhenti mengunyah, menurunkan daging bakarnya dan makanan pun tak lagi tertelan, tatapannya drastis menjadi kosong "Aku jadi tak bisa istirahat dengan tenang, sialan!"
...****************...
Markas tak mengeluarkan suara apapun, karena dini hari yang dingin membuat semua orang tidur lelap dengan selimutnya, disamping itu.. Januza yang tidur nyenyak dengan selimutnya, harus terpaksa bangun.
Atap kamar Januza runtuh, seseorang muncul dari atap melompat turun melancarkan tinju ke perut Januza dengan keras, kasurnya berantakan. Puing-puing atap berserakan dan debu menyelimuti seisi kamar.
Amoria yang mendengar suara bising itu langsung bangun dari tidurnya dan berlari menuju kamar Januza, membuka pintu kamarnya dan terkejut.
"Apa-apaan ini, kalian merusak rumahku!" seru Amoria yang melihat kejadian itu.
Januza hanya berbaring di lantai kamarnya sambil memegangi perutnya yang kesakitan, Bjorn menoleh dan dengan santainya mengucap "Latihan pertama, harus siap dalam situasi apapun" Ucap Bjorn.
"Latihan tahi! Pergi dari sini kalian!" Ucap kesal Amoria.
Tanpa disadari Januza menghilang dari tempat tidurnya, telat disadari oleh Bjorn, dengan cepat Januza memukulnya dari belakang, pria pirang itu terlempar keluar melubangi markas.
"Sudah ku bilang jangan rusak rumah cantik-ku!" muncul suara tamparan nyaring dari dalam markas.
Januza melangkah keluar dengan hati-hati melewati dinding yang bolong itu, wajahnya kemerahan membekas telapak tangan Amoria "Aku harap kau melatih ku dengan serius" Kemudian Januza menarik napasnya dalam-dalam.
"Kemari lah, pelajaran kedua akan dimulai" Bjorn berdiri dengan kuda-kuda sikap serius.
Januza melepas napasnya perlahan, tanah pijakannya tak kuat menahan bobot tubuhnya, kilatan petir mengelilingi kaki nya yang kekar, lalu berlari gesit dengan tangan mengepal siap memukul Bjorn.
Gerakan cepat itu menyapu debu begitu banyak, Bjorn yang seharusnya siap mengantisipasi serangan Januza, malah terganggu pandangannya dengan debu yang masuk ke dalam matanya "Sial" Memejamkan mata nya sesaat menyadari tinju Januza secara tiba-tiba didepan matanya.
Telat merespon gerakan cepat itu, Bjorn menggeser kepala nya sedikit, pukulan yang seharusnya bisa dengan mudah ia hindari itu malah terkena rahangnya. Bjorn menangkap lengan Januza, bersamaan menarik secarik tali dari pakaian Januza, kemudian Bjorn memutar membelakangi Januza dan membantingnya dengan keras ke tanah. Gerakan ini adalah teknik bantingan dari Judo.
Bantingan kuat itu meretakan tanah pijakan, Bjorn menarik dalam napasnya dan membuang perlahan di rongga gigi nya sampai berbunyi "Pssshhh" lalu melempar tinju kearah Januza setelah terbanting di tanah. Tinju kuat itu meng-hemparkan debu seperti ledakan, telat disadari-nya setelah debu yang mengepul itu memudar, tidak ada orang di bekas tinju-nya, Januza menghilang dari tanah berlubang itu.
Bjorn langsung cepat-cepat menolehkan kepala-nya memutar ke belakang, Januza melakukan langkah kilat dan siap memukul Bjorn dari belakangnya "Cara yang sama tak akan berjalan mulus" Ucap Bjorn mengambil sikap merangkak dan memutarkan tendangan rendah kaki-nya.
Karena berlari terlalu kencang, Januza tak bisa menghindari ataupun menghentikan langkahnya begitu saja, dia pun tersandung jatuh terkena tendangan rendah itu dan membuatnya tergelincir, tersungkur sampai masuk kedalam hutan.
Bjorn kembali berdiri, merenggangkan sebelah kaki, diangkatnya sampai lutut menyentuh dada, dan membunyikan beberapa tulang jari tangannya, sambil menunggu lawannya kembali.
Didalam hutan itu mem-bising, suara pohon tumbang terdengar dari balik hutan "Cepat lah kembali, ini belum selesai" Ucap Bjorn.
Kemudian beberapa pohon lagi tumbang ditempat yang sama, Bjorn masih mempertahankan kuda-kuda nya sambil menunggu Januza keluar dari dalam hutan.
Lima menit kemudian..
Sepuluh menit kemudian..
Lima belas menit kemudian..
"Sialan, tendangan kecil seperti itu tidak membuatmu mati kan? Cepatlah kemari!" Ucap kesal Bjorn menunggu Januza.
Tiba-tiba dari dalam hutan, suara semak semakin bising, dengan kencang Januza terlempar dari dalam hutan dan menabrak Bjorn sampai mereka berdua terguling ke belakang.
Langkah keras yang gagah muncul dari hutan, dan keluar se-sosok beruang yang sebelumnya melawan Januza tempo hari, beruang itu mengaum sambil memukul dada nya yang bidang seperti Gorilla.
Bjorn bergegas berdiri dan melangkah kesal "Sialan kau, berani-berani nya beruang jelek seperti mu mengganggu pelatihan-ku" tangan Januza meraih kaki Bjorn. Membuat langkahnya terhenti tersandung jatuh.
"Apa ini sialan? Lepaskan tanganmu" Ucap Bjorn merangkak menoleh belakangnya.
"Biar aku yang menyelesaikan beruang jelek ini" Ucap yakin Januza.
Bjorn kembali berdiri sambil mengibas debu di baju nya "Selesaikan ini sebelum matahari terbit" Dengan gusar Bjorn menyingkir dan duduk di atas rumput bersandarkan sebuah pohon.
Januza berdiri, memiringkan kepala nya kiri dan kanan sampai tulang lehernya berbunyi, merenggangkan otot-otot besarnya "Baiklah, waktu kita tak banyak"
...****************...
Beruang itu mengaum dengan suara parau, dia berulang kali mengucapkan nama "Nogale" Sambil melempar tatapan kesal pada Januza.
Tak ada yang mengerti dengan maksud perkataan beruang itu, karena tidak ada kata lain selain "Nogale" dari mulut bertaringnya.
Memikirkan itu membuang waktu, Januza memanfaatkan waktu secepatnya agar bisa menyelesaikan pertarungan yang tak kunjung berakhir ini.
Menarik napasnya sangat dalam, lalu Januza perlahan menarik lengan besarnya dengan sebelah tangannya menjulur, kaki kiri nya pun ikut digeser menekuk membelakangi tubuhnya.
Lalu napas panjang itu ia hembuskan sampai berbunyi "Psshhhh" Dari sela-sela gigi nya.
Kilatan listrik dikakinya muncul dan berlari secepat kilat menuju Beruang itu, dengan timing yang tepat, ia melancarkan tinju sekeras mungkin ke wajah beruang itu.
Bjorn tahu, pukulan itu adalah tinju sekuat tenaga milik Januza, beruang itu menarik perhatian Bjorn. Hewan berbadan besar itu bukan tak bisa menghindar, tetapi ia sengaja menahan tinju Januza dengan wajahnya.
"Nogale!" Beruang kekar itu menarik kaki Januza dan membantingnya ke tanah, lalu dilemparkannya ke sebuah pohon tua yang besar di dekatnya, kekuatan lemparan itu membuat ambruk pohon tersebut.
Januza merintih mencoba bangkit, kaki nya gemetar dan sebelah kupingnya pecah, tubuhnya begitu sulit untuk diseimbangkan. Berulang kali ia mencoba bangun berulang kali pula ia terjatuh terhuyung.
"Nogale" Ucap Beruang itu berjalan mendekati Januza dengan sengat listrik di cakar panjang nya.
"Nogale, Nogale, Nogale! Persetan kau Nogale!" Januza berlari lunglai sambil berteriak, kilat di kaki nya berpindah ke lengan kanannya, gerakan itu tidaklah spesial, justru karena Januza kesulitan menyeimbangkan tubuhnya, Beruang itu kesulitan untuk membaca arah pukulannya.
"Makan ini Nogale!" Januza memukul dengan tinju tanah tempat beruang itu berpijak, lalu awan gelap di langit menyambarkan petir besar kearah mereka berdua.
Jurus ini adalah sebuah pertaruhan, yaitu Januza harus bisa menahan sengatan listrik bertegangan sangat tinggi tersebut dari langit, cara ini merupakan alternatif buntu dari sebuah pertarungan.
Mereka berdua berhadap-hadapan, berdiri tegak dengan tangan tegang terlipat disamping pinggang, saling menatap siapa yang bisa menahan sengatan ini lebih lama, percaya diri dengan tubuhnya, Januza menginjak bumi. Petir dari langit pun semakin membesar "HIAAAAAA" Tak sanggup menahan rintih riak-nya.
Listrik itu membutakan pandangan Bjorn, kesilauan cahaya itu hampir membuat cuaca gelap menjadi secerah siang hari, tak ada yang bisa melihat apa yang sedang Januza dan Beruang itu lakukan.
Listrik besar yang silau itu kembali ke langit, petir itu menyambar mereka selama Lima menit tanpa henti. Bjorn penasaran dengan hasil pertarungan itu, bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat kearah pertarungan.
Dirinya mendapati Januza dan Beruang itu terkapar ditempat yang sama, saling tindih-menindih, keduanya sama-sama pingsan dengan tubuh gosong.
Bjorn berbalik, mendecakkan lidah karena kesal latih tandingnya tak bisa dilanjutkan, dia pergi menuju markas dengan wajah jengkel..
Tetapi ada beberapa hal yang membuatnya bingung, dia memincingkan mata nya seraya melangkahkan kaki "Petir tadi itu apa? Apakah jurus beruang aneh itu? Atau jurus milik Januza?" Ucapnya dengan nada penasaran sambil menatapi langit gelap.