Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 9
Rata-rata orang pasti akan merasa senang jika terlibat hubungan dengan sosok berpengaruh. Mereka akan dengan percaya diri menyombongkan di hadapan banyak orang tentang kedekatan tersebut. Namun, hal berbeda justru ditunjukkan oleh Ailen. Alih-alih merasa senang dengan gosip panas yang beredar diantara para dokter dan perawat, dia malah merasa risih dan juga malu.
"Kau sudah tidak waras ya. Di mana-mana orang pasti akan merasa bangga jika digosipkan menjadi kekasih dari Tuan Derren. Kenapa kau sewot?" omel Juria sambil berkacak pinggang menatap dokter cantik di hadapannya. Saat ini mereka sedang berada di atap rumah sakit.
"Bagaimana aku tidak sewot. Kalian semua membully-ku," sahut Ailen malas. Dia menghela napas, menatap jauh ke arah depan. "Hanya karena dia berbuat cabul padaku, bukan berarti aku adalah kekasihnya. Yang kalian lihat tidak sama dengan yang sebenarnya."
"Memangnya yang sebenarnya itu seperti apa?"
"Ya ... ya pokoknya hubungan kami tidak seperti yang kaliam kira. Titik!"
Juria memicingkan mata. Sikap Ailen mencurigakan sekali. Tidak biasanya wanita ini gugup saat bicara. Jadi curiga.
(Apa jangan-jangan pria yang malam itu membungkus Ailen adalah Tuan Derren ya? Makanya dia sampai rela datang kemari dan tak ragu menebar kemesraan. Wahhh, kalau dugaanku benar itu artinya tindakanku sudah tepat. Asikkk, akhirnya temanku laku juga)
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri? Habis obat apa bagaimana?"
"Sembarangan." Juria meng*lum senyum. Dengan genitnya dia mencolok lengan Ailen kemudian berdehem.
"Ck, kau ini kenapa, Juria. Cacingan?" kesal Ailen heran melihat kelakuan Juria.
"Senang tidak punya pacar ATM berjalan?" tanya Juria. Mengapa ATM berjalan? Karena dari ujung rambut hingga ujung kaki Tuan Derren beraroma uang. Haha.
"Maksudnya bagaimana? Dan siapa juga yang punya pacar? Aku single."
"Itu menurutmu, Nona. Jika dilihat dari kacamataku, statusmu sekarang bukan lagi seorang single, tapi pacar orang."
"Kau mulai lagi, Juria. Dari aku membuka mata hingga tertidur, kau menjadi orang yang paling tahu apa saja kegiatanku. Bisa-bisanya memfitnahku sudah mempunyai pacar. Awas ya kalau kabar tak jelas ini sampai menjadi gosip di rumah sakit!"
Angin sepoi-sepoi datang berembus. Hal itu membuat tengkuk Ailen meremang. Sekilas dia teringat dengan sentuhan Derren saat mereka terjebak di dalam lift. Deru napasnya yang hangat, jari tangannya yang bergerak lembut di beberapa titik tubuhnya, juga dengan bisikannya yang sensual, tanpa sadar membuat tubuh Ailen memanas. Bukan demam, melainkan berg*orang tanpa sebab.
(Astaga, aku ini kenapa sebenarnya? Kenapa mudah sekali untukku merasa g*irah hanya dengan mengingat perbuatan Derren? Apakah sekarang aku sudah menjadi wanita murahan yang gila sentuhan laki-laki? Sadar, Ailen. Jangan biarkan hidupmu hancur hanya karena napsu sesaat. Derren terlalu tinggi untuk kau miliki. Ingat itu baik-baik!)
Terkejut akan apa yang dia lamunkan, Ailen sampai terlonjak kaget hingga membuat Juria curiga. Khawatir ketahuan sedang memikirkan Derren, dia buru-buru pergi dari sana. Ailen bahkan tak menoleh saat Juria berteriak memintanya untuk menunggu.
"Bisa gila aku lama-lama. Kenapa sih malam itu kami harus bertemu?" gerutu Ailen sembari berjalan menuruni anak tangga. Memasukkan kedua tangan ke saku jas dokter kebanggaannya, dia mengawasi keadaan. "Fyuhh, untung sepi. Akan memalukan sekali jika sampai berpapasan dengan dokter yang lain."
Akibat mulut Juria yang ember, para wanita yang memuja Derren, khususnya yang bekerja di rumah sakit ini, menatap Ailen dengan pandangan yang berbeda-beda. Ada yang sinis, ada yang memuji, bahkan ada juga yang terang-terangan menyindir. Hal ini tentu saja membuat Ailen merasa tak nyaman. Itulah kenapa dia sering menghabiskan waktu di atap rumah sakit pasca kedatangan Derren tempo hari.
"Awas saja kalau sampai benar Tuan Derren dan dokter Ailen berpacaran, aku bersumpah akan menghancurkan reputasinya di rumah sakit ini. Aku tidak rela jika orang sehebat Tuan Derren jatuh ke pelukan dokter bedah yang penampilannya biasa saja. Itu melukai harga diriku tahu!"
"Kau mana boleh melakukan hal seperti itu pada rekan sendiri. Toh yang memilihnya menjadi pasangan adalah Tuan Derren sendiri. Itu tandanya dokter Ailen memang punya kualifikasi yang sesuai dengan kriterianya. Bagaimana sih,"
"Pokoknya aku tidak mau tahu. Kalau pun harus mempunyai pacar, itu bukan dokter Ailen. Titik."
"Memangnya apa yang akan kau lakukan jika memang benar mereka pacaran?"
"Aku akan melakukan apapun untuk menghancurkan hubungan mereka. Bila perlu akan kusewa jasa untuk merusak nama baik dokter Ailen supaya tidak berani lagi muncul di hadapan kita semua."
"Ihh kejam sekali kau,"
"Biar saja. Siapa suruh tidak tahu diri."
Wajah Ailen pucat pasi mendengar percakapan dua orang dokter yang sedang asik bergosip di dekat tangga tempat dia berdiri. Seburuk itukah dia di hadapan mereka?
Tap
"Tuhan menciptakan dua tangan untuk menutupi kedua telinga kita. Jadi saat kau mendengar seseorang menjelekkan sesuatu tentang dirimu, gunakan tanganmu untuk melindungi hati. Bukan malah menguping dan mendengarkan percakapan mereka sampai selesai. Dasar bodoh!"
"S-siapa kau?"
"Aku?"
Pria dengan wajah yang manis tampak tersenyum saat ditanya seperti itu oleh Ailen. Memastikan kedua dokter yang tadi bergosip sudah pergi, dia baru menarik tangannya. Setelah itu dia tersenyum, merasa lucu dengan ekspresi dokter cantik di hadapannya.
"Dokter Fredy?" pekik Ailen kaget. Dia sampai menutup mulut saking terkejut akan sosok yang tadi menutup telinganya.
"Hai, Ailen. Apa kabar?" sapa Fredy ramah. "Ku kira kau sudah lupa denganku, ternyata tidak. Ini kabar yang sangat baik."
"Kabarku sangat baik, dokter. Kapan kau kembali ke negara ini? Kenapa tidak ada kabar?"
"Sabar sabar. Aku akan menjawab satu-persatu. Oke?"
Dokter Fredy adalah salah satu dokter bedah andalan yang juga menjadi senior Ailen. Beberapa tahun yang lalu dokter ini mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Tak disangka hari ini dia akan kembali bertemu dengan senior yang sangat dihormatinya. Jelas Ailen merasa sangat terkejut sekaligus bahagia.
"Pendidikanku berhasil selesai lebih awal dari waktu yang ditentukan. Dan alasan kenapa aku tidak mengabarimu adalah karena ingin memberikan kejutan. Tidak seru kalau kau tahu jadwal kepulanganku. Begitu," ucap Fredy seraya mengusap puncak kepala Ailen.
(Kau sama cantiknya seperti dulu, Ailen. Aku beruntung kau masih belum menjadi milik orang. Dan tujuanku kembali lebih awal adalah untuk menyelesaikan urusan diantara kita. Aku ... menyukaimu)
"Oh jadi itu alasannya. Pantas kau bisa tiba-tiba muncul di sini," sahut Ailen seraya mengangguk paham.
"Apa kau senang melihatku kembali?"
"Tentu saja aku sangat senang, dokter. Senang sekali malah,"
"Sungguh?"
Ailen mengangguk-angguk seperti anak kecil. Dan hal itu membuat dokter Fredy menjadi gemas sendiri. Reflek, dia mengusap pipi wanita yang begitu dicintainya ini.
"Menggemaskan sekali. Jangan salahkan aku jika jatuh cinta padamu," celetuk Fredy dengan suara kecil.
"Maaf, barusan kau bilang apa, dokter? Aku tidak mendengarnya dengan jelas."
"Lupakan. Lebih baik sekarang kita pergi ke kantin untuk makan. Aku rindu makanan yang dijual di rumah sakit ini. Ayo!"
"Umm baiklah."
Dari arah atas, terlihat Juria yang sedang termangu diam. Sejak tadi dia menyaksikan interaksi tak lazim antara Ailen dengan dokter Fredy.
"Jadi dilema harus berpihak pada siapa. Dokter Fredy tampan dan baik hati, tapi Tuan Derren lebih tampan dan berkuasa. Hmmmm, pusing."
***