Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyerah (15)
Setelah pertengkaran semalam. Pagi ini ada perasaan canggung di antara mereka berdua. Melihat Kenzie yang sedang melamun, lantas Ardi pun menghampirinya karena ada sesuatu yang harus dikatakannya.
"Tenang saja, kita akan segera bercerai dan kejarlah kebahagiaanmu." Ucapan Ardi membuat Kenzie seketika mendongakkan kepalanya.
"Jika seperti itu. Bagaimana dengan ibuku," ujar Kenzie karena untuk saat ini yang ada di pikirannya adalah ibunya—bu Leiha.
"Kamu tenang saja, aku yang akan mengurusnya." Jawab Ardi seraya melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah. Namun, belum sempat tangannya menyentuh gagang pintu. Sebuah suara membuatnya berhenti seketika.
"Aku lapar dan ingin masakanmu!"
Ardi pun menoleh.
"Anggap saja kamu memberikan kenangan terakhir sebelum kita bercerai," jelas Kenzie lagi karena tidak ingin jika Ardi sampai salah paham.
Tak ada jawaban, tetapi Ardi pun mengurungkan niatnya untuk pergi. Berjalan ke arah belakang dan membuatkan sarapan untuk Kenzie.
Beberapa saat kemudian.
"Duduklah, siapa tahu makanan ini kamu mencampurnya dengan racun!" ucap Kenzie.
Meski Ardi terlihat kesal. Namun, sama sekali tidak berniat membalas ucapan Kenzie dan memilih untuk duduk. Lalu, memakan apa yang dimasaknya dengan lahap.
"Apa dia memiliki penyakit tersembunyi dan tiba-tiba menjadi bisu," pikir Kenzie.
Setelah makannya habis, tanpa mengatakan apa pun. Ardi pun pergi dan tak sedikitpun menoleh ke arah Kenzie.
"Apa dia tidak melihatku dengan tubuh sebesar ini? Sepertinya penyakitnya sudah lengkap," gerutu Kenzie karena merasa jika Ardi semakin menjadi.
Sejenak, ponsel Kenzie berdering dan setelah itu membawa pesan yang baru saja diterimanya. "Leo, apa yang harus aku katakan."
Kenzie kembali merenung. Pikirannya kembali kalut dan merasa terjebak di dalam lubang yang dalam. "Argh ... kenapa bisa jadi begini," teriak Kenzie yang berada diambang frustrasi.
Kenzie pun tak berniat untuk membalas pesan tersebut dan justru menghubungi sahabatnya, karena sekarang dialah yang dibutuhkan olehnya.
"Baiklah, aku harus menemui Lily karena aku butuh nasehat darinya.
Di bengkel.
"Ar, apa kamu sudah memikirkan dengan matang-matang soal perceraianmu itu?"
Ardi pun mengangkat kepalanya, menatap dalam-dalam ke arah Deva, di mana dialah yang memberi saran untuk berpisah, tetapi sekarang ... sekarang justru membuatnya gundah.
"Bukankah kamu yang menyarankanku untuk berpisah."
Deva pun mengusap pelipisnya, entah kenapa ia merasa jika sikap Ardi pagi ini tidak seperti biasa. "Kamu menyembunyikan sesuatu dariku, meski aku menyuruhmu untuk berpisah dari wanita. Tahukah kalau kamu selalu menolak dengan gigih—,"
"Ada saatnya jika lelah bekerja harus beristirahat, bukan? Jadi itulah yang aku lakukan sekarang." Dengan tegas Ardi menjawab.
"Ar, ini bukan kamu. Semenjak awal tidak ada kata menyerah, tetapi sekarang lihatlah. Kamu menyerah dan wanita itu yang menang pada akhirnya," ucap Ardi.
"Aku salah karena sudah masuk ke dalam hidupnya. Orang sepertiku memang tak pantas bersanding dengannya!" balas Ardi.
"Sudahlah, nanti siang aku akan mendaftar ke pengadilan. Jalan satu-satunya untuk menemukan kebahagiaan adalah dengan cara berpisah," imbuh Ardi lagi.
"Ar, aku adalah orang yang paling memahamimu, tetapi sekarang bahkan aku seperti orang yang baru saja mengenalmu. Sama sekali tak bisa memahamimu!"
"Bahkan aku sendiri tidak memahami diriku sendiri, menurutmu jika terus bersama akan membuat kehidupan jauh lebih baik, tidak! Semua itu semakin menyiksaku."
Mendengar Ardi bicara dengan suara penuh ketegasan. Membuat Deva terdiam. Dibalik hatinya yang kini sedang tidak baik-baik saja. Ia yakin jika sahabatnya sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Keduanya kini saling diam. Membuat Ardi berdiri dan mengambil sebatang rokok.
"Pergilah biarkan aku yang mengurus di sini," ucap Ardi dengan menatap pepohonan disekitar bengkelnya.
"Ehm ... aku akan pergi dan segera kembali, jangan banyak merokok di dapur aku menyiapkan cemilan untukmu."
Ardi membalas dengan seulas senyuman. Melihat kepergian seseorang yang begitu berarti bahkan mengalahkan arti sahabat.
Sedangkan di taman. Kini kedua wanita itu sedang duduk menikmati semilirnya angin yang begitu sejuk. Lily pun mulai mengusap lengan Kenzie yang kini sedang sedih.
"Zie, pada kenyataannya kamu sendiri yang tahu jawabannya. Tanyakan pada hatimu seberapa kamu nyaman dengannya walau hal itu bertentangan dengan kebencianmu," ucap Lily.
"Aku membencinya, tapi merasa aman ketika bersamanya. Aku mencintai Leo, tetapi ketika Ardi ingin mengajukan permohonan untuk perpisahan kita, ada yang sakit di sini." Seraya menunjuk dadanya, Kenzie berkata.
"Harusnya dari sini kamu sudah tahu jawabannya. Seberapa banyak hatimu membenci Ardi, tapi kamu juga tidak ingin dia pergi. Bukankah itu terlalu egois," ujar Lily.
"Kenapa harus bertentangan, aku bahagia ketika Leo mengutarakan perasaannya. Namun, ketika pulang dan Ardi ingin berpisah denganku. Rasanya sungguh aku tidak bisa menerimanya," jawab Kenzie.
"Berhentilah menjadi wanita serakah. Kamu mencintainya, belum tentu memiliki rasa nyaman dan aman ketika dengan Leo, tetapi sebaliknya. Rasa bencimu terhadap Ardi semakin membuatmu tersiksa dan dia juga terluka oleh keegoisanmu yang menahannya untuk pergi," jelas Lily.
"Masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Pergilah sesuai isi hatimu ke mana akan membawamu dan di situlah rumahmu, ketika hati sudah lelah maka seseorang juga akan memilih berhenti berjuang." Lily pun menambahkan lagi.
Kenzie mengangguk, mengusap air matanya. Lalu pergi meninggalkan Lily sendirian di taman.
"Zie, sebelum kata menyesal berada di depan matamu. Aku berharap kamu bisa memperbaikinya," lirih Lily.
"Aku tahu Ardi memiliki batasan, selagi ada waktu. Kamu bisa mengambil kembali hatinya karena dia adalah lelaki baik yang aku temui saat ini," gumam Lily seraya menatap kepergian Kenzie hingga sosok wanita itu tak lagi terlihat oleh mata telanj4ngnya.
Dengan laju pada kecepatan di atas rata-rata Kenzie pun menuju bengkel di mana Ardi bekerja. Tidak peduli atasannya akan marah karena yang ingin dilakukannya sekarang adalah, ingin meminta kesempatan dan memperbaiki hubungannya.
"Akhirnya sampai juga di garasi," batin Kenzie.
Tidak terlalu banyak pelanggan Kenzie pun melepaskan helmnya dan segera masuk menemui Ardi dengan hati yang sudah dipenuhi oleh keyakinan penuh. Bahkan mengabaikan ponselnya karena terus berdering.
Setelah berhasil masuk. Kenzie pun mundur beberapa langkah, matanya mulai berkaca-kaca dan seakan angin tengah menerjangnya.
"Aku kalah, aku sudah kalah." Menangis, tetapi tak bersuara dan ia pun bersusah payah untuk menahannya.
"Ternyata sakit, itu mengapa dia memilih menyerah." Setelah mengetahui dengan jelas. Kenzie pun berlari, tetapi sayangnya sesuatu tak sengaja jatuh olehnya hingga menimbulkan suara dan menarik perhatian Ardi.
"Siapa di sana!" teriak Ardi.
"Kenzie ...!"
"Zie tunggu!" Seberapa Ardi berteriak, tetapi Kenzie sama sekali tidak mengindahkan suara Ardi.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...