Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegelisahan Kenzie
"Kenapa tidak ada sarapan hari ini?" tanya Kenzie setelah membuka tudung, tetapi tidak menemukan apa pun di dalamnya.
"Maaf, aku kesiangan dan baiknya beli saja!" jawab Ardi ketika bersiap untuk berangkat.
Kenzie yang merasa marah, seketika tudung di atas meja itu pun melayang. "Dasar lelaki tak berguna!" sentak Kenzie penuh dengan kata-kata yang tak pantas keluar dari mulutnya.
Ardi pun memilih tak acuh, pergi begitu saja. Namun, Kenzie yang merasa dibuat kesal. Menarik lengannya dan mencabut alat bantu pendengaran di telinganya.
"Baiknya kamu tidak usah memakai alat itu, jika berujung tetap tuli." Lagi ... emosi Kenzie semakin meledak ketika Ardi sama sekali tidak mempedulikannya.
"Jika tidak tahan, kenapa kamu menolak perpisahan. Sekarang pada akhirnya kamulah yang terus menerus mengeluarkan tenaga untuk melukai hatiku," ucap Ardi seraya mengambil bantu yang terlempar entah ke mana.
"Harusnya kamu berterima kasih karena aku memungutmu sebagai suami, meski kenyataannya sosok di depanku ini sama sekali tidak berguna!"
“Entah apa yang kamu bicarakan, karena saat ini telingaku hanya mendengar sebuah dengungan." Jawab Ardi dan dengan meninggalkan seulas senyuman, Ardi pun pergi.
Ardi hanya ingin menuruti permintaan dari sang ibu. Begitu juga dengan Kenzie, tetapi siapa sangka jika pernikahan yang diatur kini berantakan. Hingga tak ada ada yang bisa direncanakan untuk kedepannya.
Melangkahkan kakinya memasuki bengkel yang dibangunnya dengan usahanya sendiri, tanpa ada seseorang membantunya selain Deva.
Sehina itukah menjadi orang yang berbeda? Lantas, apa Ardi juga tidak bisa mendapat kedudukan sebagai seorang anak hanya karena memiliki fisik tidak normal? Jika kesempurnaan menjadi prioritas, kenapa justru tak memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan?
"Ar, kenapa mukamu seperti itu?"
Mendengar suara dari balik pintu. Secepatnya Ardi mengubah posisinya.
"Tidak ada," jawab Ardi.
"Apa istrimu berulah lagi?" tanya Deva dengan menatap tajam lawan bicaranya.
"Jangan menatapku seperti itu, karena memang tidak terjadi apa-apa." Jawab Ardi penuh keyakinan.
"Baiklah aku percaya, lantas apa rencanamu untuk semalam? Bukankah kamu sudah menerima laporan itu," ujar Deva.
"Pantau saja, asal tidak membuat masalah jangan pernah menampakkan diri." Mendengar ucapan Ardi, Deva pun mengangguk.
"Ar ...."
Ardi pun menoleh, tetapi Deva justru memalingkan wajahnya.
"Tidak jadi, kamu lanjutkan saja. Aku akan keluar untuk melanjutkan pekerjaan karena pelanggan sudah memintanya," ujar Deva.
"Katakan, ada apa?" desak Ardi karena sikap Deva sedikit mencurigakan.
"Tidak ada, tidurlah." Jawab Deva.
Ardi pun tak lagi bertanya, jika diam. Maka kepalanya akan semakin bertambah pusing, itu mengapa untuk memilih mengerjakan mobil pelanggan yang sempat tertunda.
Kini, mata lelaki itu menatap ke suatu arah hingga tidak berkedip. Melihat dua insan tengah bercanda gurau. Membuatnya tersenyum miris, dan menertawakan dirinya sendiri.
"Jadi, ini yang ingin dikatakan oleh Deva sewaktu tadi." Seraya bergumam Ardi pun langsung bekerja tanpa peduli akan sosok di depan matanya.
"Mas, apa masih lama?" tanya seseorang.
Ardi menggeleng.
"Segeralah perbaiki karena kita sedang ada acara," pungkas orang itu lagi.
Ardi pun mengangguk, melepas alat pendengar. Itu jauh lebih baik. Sedangkan sedari awal kedatangan Kenzie, merasa tidak asing dengan dua motor yang terparkir di depan sana.
"Bukankah itu motorku," batin Kenzie yang kini fokus terhadap kendaraan tersebut. Hingga Leo memanggilnya beberapa kali.
"Nona, ada apa denganmu?" tanya Leo.
"Tidak ada," jawab Kenzie.
"Itu artinya si tuli bekerja di sini? Cukup besar, tapi tetap sama denganku yang seorang bawahan." Kini pikiran Kenzie dipenuhi oleh beberapa pertanyaan soal gaji yang kemarin, meski bengkel yang didatanginya cukuplah besar. Bukan berarti Ardi seorang atasan.
"Nona, lebih baik kamu menunggu di sana! Aku akan ke toilet sebentar," pinta Leo kepada Kenzie.
Kenzie pun mengangguk, kesempatan untuk mencari tahu soal suaminya dan bertanya kepada pekerja yang ada di bawah mobil. "Mas, saya mau tanya apa boleh."
Sosok lelaki itu pun keluar dan menampakkan bagian kepalanya hingga membuat Kenzie terkejut. Tidak menyangka jika seseorang yang ingin ditanyakan kini berada di sekitarnya ber-jam-jam.
"Ternyata itu kamu," ujar Kenzie.
"Apa kamu mengenalku, Nona?" Dengan menggunakan bahasa isyarat Ardi berkata.
Hati Kenzie seketika merasakan nyeri. Entah kenapa Ardi berpura-pura tidak mengenalnya.
"Tuli, sandiwara apa yang sedang kamu mainkan? Itu sungguh menjijikkan," ketus Kenzie merasa tidak terima.
"Nona, aku memang tidak mengenalmu." Seraya menangkupkan tangannya, Ardi pergi. Bertepatan dengan itu Leo datang dan merasa interaksi keduanya sedikit aneh. "Nona, ada masalah apa?" tanya Leo.
"Tidak ada apa-apa." Jawab Kenzie, meski begitu pandangannya terus tertuju ke arah Ardi.
Mobil telah selesai dan Kenzie sekarang sudah berada di rumah. Entah kenapa, semenjak pertemuannya dengan Ardi di bengkel. Hatinya gelisah hingga Kenzie sendiri tidak tahu penyebabnya.
Pukul lima, terdengar suara motor dan itu adalah milik Ardi, maka Kenzie bersiap untuk pergi yang tadinya bersantai di ruang tamu karena ada sesuatu yang ingin ditanyakan.
"Dari mana uang sebanyak ini? Sedangkan kamu seorang bawahan rendahan, yang artinya sama denganku." Sambil mengangkat amplop yang sempat diberikan Ardi beberapa hari lalu Kenzie berkata.
"Jangan pura-pura tidak mendengar sedangkan kamu memiliki alatnya!" cerca Kenzie lagi.
"Alat satunya rusak, apa lupa dengan yang kamu lakukan dengan alatku." Jawab Ardi menggunakan bahasa isyarat. Meski Kenzie sedikit tidak paham, tapi melihat gerakan tangannya ia tahu apa yang disampaikan oleh Ardi.
"Benar, aku sempat melempar alat milik Ardi dengan kasar." Itulah yang diucapkan Kenzie di dalam hatinya.
"Aku tidak peduli meski kamu kembali menjadi tuli. Aku hanya butuh penjelasan soal ini," ucap Kenzie.
"Itu upahku, jika tidak mendapatkan gaji. Lantas, menurutmu uang dari mana itu." Jawab kembali Ardi.
"Kenyataannya kamu seorang bawahan dan ini bernilai jutaan, cih. Aku harap kamu tidak mencuri," ujar Kenzie dengan menatap rendah Ardi.
"Jika apa yang kamu pikirkan itu sebuah jawaban. Maka terserah uang itu dibuang bahkan dibakar sekali pun."
Setelah menjawab memakai isyarat. Ardi pun pergi karena merasa kepalanya harus diguyur dengan air dingin.
"Apa aku harus percaya begitu saja dengan si tuli itu," batin Kenzie.
Sedangkan di tempat lain.
"Bagaimana dengan tugas yang sudah aku berikan padamu?"
"Bos tenang saja, tapi saya penasaran dengan lelaki yang bersamanya siang tadi." Jawab seseorang bawahan.
"Memangnya siapa dia?" Kali ini orang tua itu semakin penasaran dengan sosok pria yang dimaksud oleh anak buahnya.
"Saya juga kurang yakin, tapi mereka sedikit lebih dekat." Jawabnya lagi.
"Terus dekati wanita itu, buat dia meninggalkan lelaki yang tak sepantasnya bersanding dengan orang normal." Setelah berbicara, lelaki paruh baya itu pun meninggalkan bawahannya.
"Tidak, aku tidak akan membiarkan orang ini menyakitinya. Siapa pun tak akan bisa mendapatkan dia selain aku," batin lelaki dengan seribu obsesinya.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...