Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15
"Miss Rumi!" Kaki jenjang Rumi baru saja akan melangkah keluar dari ruangan kelas tempat ia mengajar sebelumnya, namun berhenti begitu saja kala menemukan entitas mungil yang tengah menyapanya dengan senyuman lebar.
"Loh? Kenapa Joyie masih ada di sini? Daddynya Joyie belum datang ya?" Tidak ingin membuat leher si gadis kecil sakit karena harus terus mendongak, Rumi lantas berlutut dan memandang wajah menggemaskan itu dengan tatapan lembut.
"Tidak tau, Joyie juga belum melihatnya ke depan sana. Miss Rumi, ayo pulang bersama dengan Joyie?" Kedua alis Rumi lantas saling bertautan ketika mendapatkan tawaran dari Joyie yang nampaknya begitu bersemangat.
Wajahnya pun nampak begitu memelas sehingga membuat Rumi tak tega untuk menolak ajakan itu. Tetapi kalau ia menerimanya, itu berarti Rumi akan berada di satu mobil yang sama juga dengan Ayahnya gadis ini.
"Tapi rumah Miss Rumi jauh, nanti Daddynya Joyie malah terlambat loh." Bahu Joyie yang tadinya terlihat begitu kokoh langsung merosot dengan lemas, sepertinya ia sadar kalau dirinya barusan saja ditolak.
"Tidak apa-apa, Miss Rumi. Daddy tidak keberatan sama sekali kok, jadi Miss Rumi tetap bisa pulang bersama dengan kami." Kalau begini caranya, bisa-bisa Rumi luluh dan menerima ajakan itu dengan senang hati.
"Yasudah, hari ini Miss Rumi pulangnya diantar sama Joyie ya? Terima kasih anak manis karena sudah mau pulang bersama dengan Miss." Kesedihan itu sirna sudah dan bergantikan dengan senyuman secerah sinar mentari di atas sana.
"Tapi sebentar ya, Miss Rumi ha—"
"Joyie, kenapa tidak langsung keluar sayang? Daddy kira Joyie belum pulang." Kalimat Rumi terpotong begitu saja oleh suara berat lainnya yang terdengar begitu khawatir. Itu adalah Tristan.
"Joyie sorry, Daddy. Joyie sedang mengajak Miss Rumi untuk pulang bersama kita kok." Tristan sangat mengerti kalau putrinya ini memang suka sekali melakukan sesuatu yang tidak terduga, tapi yang satu ini benar-benar diluar prediksinya sama sekali.
"Begitu? Memangnya Miss Rumi bersedia untuk pulang bersama kami?" Alih-alih kembali bertanya pada Joyie, Tristan lebih memilih untuk mengkonfirmasi secara langsung pada Rumi.
"Hah? Eh iya Pak, kebetulan hari ini saya pulang sendiri dan kelihatannya Joyie ingin sekali mengantar saya sampai ke rumah. Padahal saya sudah bilang kalau rumah saya jauh." Wah ini gila, bisa-bisanya Rumi jadi lupa bagaimana caranya berbicara dengan benar pada orang lain.
"Joyie juga sudah katakan pada Miss Rumi kalau Daddy tidak akan kenapa-kenapa walaupun rumahnya Miss Rumi jauh. Benarkan, Daddy?" Lantas kalau sudah seperti ini bisa apalagi Rumi selain mengatup mulutnya rapat-rapat.
"Iya tidak apa-apa sayang. Kalau begitu, bisa kita bergerak sekarang?" Bagi Tristan sendiri, pantang sekali untuk membuang-buang waktu seperti yang saat ini sedang mereka lakukan. Makanya ia terlihat tidak betah seolah ingin cepat-cepat pergi dari sana.
"Ah sebentar Pak, saya ambil tas saya dulu di ruangan guru. Bapak dan Joyie duluan saja, nanti saya menyusul." Karena tidak mau membuat pasangan Ayah dan anak itu menunggu terlalu lama, Rumi berjalan dengan cepat menuju dimana tasnya berada saat ini.
"Ayo sayang, kita ke mobil sekarang dan menunggu Miss Rumi di sana." Dengan tangan yang saling bertautan, keduanya pergi meninggalkan lorong yang mulai sepi itu menuju parkiran dimana mobil Tristan berada.
"Daddy, kenapa ya Miss Rumi tidak mengajari di kelasnya Joyie?" Bukan Joyie namanya kalau tidak melontarkan pertanyaan aneh seperti yang satu ini dan lagi-lagi Tristan harus memutar otaknya sendiri untuk memberikan jawaban yang sekiranya bisa putrinya terima.
"Karena memang sudah begitu peraturannya, sayang. Dan juga Miss Rumi tidak bisa memilih sesuka hatinya karena peraturan itu." Semoga saja Joyienya bisa menerima jawaban seperti itu dan berhenti bertanya pada dirinya.
"Daddy tau tidak? Miss Rumi itu baik sekali loh, tadi Joyie diberi permen ini. Lalu juga jelly rasa apel yang ini!" Kiranya Joyie akan berhenti, namun ternyata dugaan Tristan salah besar karena sekarang si kecil malah sedang sibuk memamerkan semua pemberian Rumi padanya dengan senyuman yang luar biasa cerah.
Fokus kedua orang yang sedang asik bercengkrama itu teralihkan oleh ketukan sebanyak dua kali di jendela sana. Melihat siapa pelaku yang melakukan hal itu membuat senyuman Joyie semakin melebar.
"Ayo masuk, Miss Rumi!" Tanpa perlu meminta izin dari sang Ayah, Joyie langsung saja membuka pintu mobil menggunakan tangan kecilnya. Ia juga tak lupa untuk segera meminta wanita itu segera masuk.
"Permisi, Pak." Sumpah mati Rumi ingin menangis saja rasanya karena kecanggungan yang begitu kentara saat dirinya memasuki ruangan sempit ini.
Ditambah lagi saat ia menyadari kalau tidak hanya mereka bertiga saja yang berada di dalam sana. Di kursi depan terdapat dua orang pria yang tidak ia kenali sama sekali, tapi mereka terlihat acuh dengan kehadiran Rumi.
"Itu namanya Uncle Marco, dia asistennya Daddy. Lalu yang di sebelahnya itu Pak Darto, supirnya Daddy." Si kecil seolah mengerti kalau Rumi sedang kebingungan saat ini langsung saja menjelaskan posisi kedua orang itu tanpa diminta sama sekali.
"Dua-duanya baik hati, jadi Miss Rumi tidak perlu takut sama sekali. Kalau mereka nakal, nanti Daddy yang akan memarahinya." Sejujurnya apa yang dikatakan oleh Joyie barusan sangatlah lucu, setidaknya bagi Rumi.
Namun ia tentu saja tidak bisa tertawa dengan lepas di sini karena itu hanya akan membuat suasana menjadi jauh lebih canggung lagi dan Rumi tidak mau kalau hal itu sampai terjadi.
"Ekhm, kita jalan sekarang." Saat dimana suasana menjadi hening, Tristan langsung menjatuhkan perintahnya pada sang supir yang diangguki dengan patuh setelahnya.
"Joyie, duduk yang baik sayang. Nanti kamu bisa jatuh kalau seperti itu." Tangan Tristan sudah terbuka dengan lebar siap untuk memangku tubuh gempal Joyie, namun ternyata tuan putri kesayangannya itu justru menjatuhkan bokong di atas pangkuan Rumi.
"Ini permen dan jelly yang Miss Rumi berikan pada Joyie, kan? Kenapa belum dimakan? Joyie tidak suka ya dengan rasanya?" Tangan kecil Joyie yang sedang memegang dua bungkusan kecil familiar itu membuat Rumi keheranan dan tidak menahan diri sama sekali untuk bertanya.
"Bukan seperti itu, Miss Rumi. Ini kan permen yang diberikan oleh orang yang sangat Joyie sukai setelah Daddy, Oma dan Opa, jadi Joyie akan menyimpannya saja." Orang yang sangat Joyie sukai? Maksudnya adalah Rumi, kan?
"Oh? Joyie menyukai Miss Rumi ya? Kalau Miss boleh tau seberapa besar rasa sukanya?" Semula kedua tangan Rumi dibiarkan begitu saja berada di kedua sisi tubuhnya, namun sekarang ia malah memeluk tubuh Joyie dengan hangat.
"Besar sekali! Sebesar ini!" Joyie yang bergerak dengan tiba-tiba tentu saja membuat Rumi sedikit panik karena takut kalau nantinya gadis kecil itu malah terjatuh.
"Wah besar sekali. Terima kasih loh karena Joyienya sudah suka pada Miss Rumi." Mungkin Rumi hanya merasa terlalu gemas sampai ia tak bisa menahan diri untuk tidak memberikan kecupan ringan di pipi putih Joyie yang sedang tersipu malu.
Sosok lainnya yang saat ini hanya diam di sisi kanan Rumi, diam-diam memperhatikan interaksi yang terjadi antara keduanya. Entah apa yang sedang Tristan pikirkan sejak tadi sampai ia pun tak sadar kalau kedua sudut bibirnya sudah terangkat membentuk sebuah senyuman yang jarang sekali ia perlihatkan pada orang asing.
Ini aneh, sangat aneh. Aneh karena Tristan malah merasakan geli dibagian perutnya kala mendengar bagaimana Rumi dan Joyie yang sedang bercengkrama di sebelahnya. Ini adalah hal yang sudah lama Tristan idam-idamkan, namun tak ada satu orang pun yang mengetahuinya.
semangat berkarya kak🥰
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih