Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB DUA EMPAT
Guntur dan Aulkafa terpaksa berbohong demi menutupi pernikahan Rayyan bersama Ning Tyas tentu saja. Hal yang akhirnya membuat Rayyan mengundang sarapan pagi kedua sahabat somplaknya.
Terlebih, ketika akhirnya sebuah motor baru Rayyan dapatkan karena Guntur mengatakan jika kemarin Rayyan membantu seseorang yang membutuhkan pertolongan.
Entah apa yang Guntur ceritakan, sesungguhnya itu mengalir apa adanya saja tanpa rencana apa pun. Yang jelas, Guntur dan Aulkafa memuji- muji tindakan Rayyan.
Tindakan kebaikan yang akhirnya mendapat reward dari Aisha ibunya. Rayyan cengar- cengir karena tanpa dia minta, motor baru sampai dengan selamat di depan rumah.
"Keren juga akting kalian." Rayyan menampar jok motor barunya sambil tertawa bangga.
"Gila sih, gara gara Lo, tiket ke neraka Gue jadi nambah satu lagi, Anjir!" Sambil sarapan ala out door Aulkafa merutuk kesal.
Sebelumnya anak itu tak suka berbohong, sedang akhir- akhir ini dirinya rajin sekali ikut- ikutan menutup kebohongan Rayyan. Walau tak apa, karena Rayyan pun sering melakukan hal yang sama ketika dia disidang ibunya.
"Jadi apa rencana Lu?" Guntur melepas kepulan asap rokok dari mulutnya. Pemuda itu sudah selesai makan, berlanjut merokok.
"Gue mau kerja sambil kuliah," ucap Rayyan.
Hal yang kemudian reflek membuat Aulkafa terbatuk- batuk karena tersedak kulit ayam yang baru saja dia makan. Guntur segera tanggap memberikan minumnya.
Aulkafa meneguknya dan langsung menghembuskan napas, akhirnya dia selamat dari maut. "Anjir, ngeri liat Rayyan kita begini."
Rayyan berkerut kening. "Kenapa emang?"
"Lu tahu nggak, biasanya kalo anak preman mendadak tobat, itu pertanda dia mau diambil nyawanya sama Allah!" kata Aulkafa antusias.
"Astaghfirullah!" Guntur menyahut. "Jangan dulu, Yan! Lu tu manusia limited edition, jadi tolong, jangan mati dulu Rayyan!"
Rayyan menjawab dengan melempar keras kain kanebo pada meja mereka. "Emang dasar minta dimutilasi Lo pada!"
Aulkafa cekikikan lalu lanjut makan, karena jujur, masakan Tyas sama persis dengan rasa masakan Mami Shanaz. "Btw masakan ayank Tyas kok bisa enak begini ya? Apa bahan bahannya dikasih senyuman kali?"
Sontak Rayyan menjewer telinga Aulkafa yang lantas tertawa cekikikan. "Gue bercanda, Yan!"
"Dua orang alim, lewat, apa lagi Lu!" Rayyan bangga karena sudah dua hari berturut- turut dia menyingkirkan calon pebinor kelas elit.
Aulkafa tertawa seru. "Kita jadi rampok ajah biar damage kita ngalahin Rayyan, Anjir!"
"Bukan Mbak Tyas, tapi Mullan yang naksir kalo begitu caranya, setan!" sahut Guntur.
Aulkafa berdecak seketika. "Gue lebih nerima berita Lucinta Luna hamil sih dari pada nikah sama Mullan."
"Sesad emang!" Rayyan menggeleng kepala heran, sumpah, dua temannya ini tak ada yang waras sama sekali.
...°^\=~•∆•∆•~\=^°...
Sesuai rencana, sebelum ke kampus, Rayyan datang ke kantor cabang Jogja. Kedatangan- nya segera disambut oleh pimpinan cabang.
Rayyan juga diberikan kelas khusus agar dia bisa cepat ambil bagian di perusahaan meski dirinya belum lulus kuliah. Dan hal ini sudah pasti menjadi buah bibir karyawan lain.
Termasuk karyawati yang sempat melihat ketampanan Rayyan. Mereka tak henti- hentinya bergosip akan kelebihan putra bungsu King Miller.
Ervan yang baru saja tiba di kantor, merasa bingung dengan gunjingan rekan yang lamat- lamat terdengar di telinganya. "Ada apa?"
"Ada anak bungsu Pak King di sini." Pria itu menjawab lalu membuat kopi di mejanya dengan tumbler miliknya. "Sudah mulai mau belajar kerja dia."
"Oya?" Ervan akhirnya akan segera melihat seperti apa wajah manusia yang sudah sekitar delapan bulan menjadi tetangganya.
"Di mana?" tanyanya kemudian.
"Di ruangannya, katanya sih Mas Bungsu lagi diajarin sama para penasehat perusahaan, ditambah sama kepala cabang juga."
Ervan terkekeh, "kayaknya persaingan klan mulai bergerak, mereka berbondong- bondong biar dapet warisan paling banyak."
"Yah, namanya juga hidup. Harus bersaing, biar bertahan!"
"Ya ampun. Ganteng banget sumpah!" Ervan ingin segera membuktikan cerocosan para karyawatinya, tapi saat dia ingin melongok ke ruangan di mana Bungsu King Miller duduk, seseorang mencegahnya.
"Maaf, Van, kamu nggak diizinkan masuk sama Bos kecil."
"Kenapa?" Ervan mengernyit, bukannya biasanya dia lah orang pertama yang dicari saat ada keluarga owner atau founder yang datang ke kantor ini?
"Dia butuh privasi," kata pria itu, dan tentu saja membuat Ervan berdecak kesal.
"Sombong banget sih, dua Mas nya saja ramah tamah sama aku!" ujarnya.
"Lain orang lain sifat, Van. Sudah, kamu ke ruangan kamu saja sana."
Ervan mendengus, lalu berputar arah untuk mendatangi ruangannya sendiri. Merutuk di sepanjang jalan karena merasa diasingkan.
"Kayak apa sih tuh orang, kesannya kurang ajar begitu sama aku! Mentang- mentang kaya raya, sombongnya selangit!" gumamnya.
...°^\=~•∆•∆•~\=^°...
Akhirnya Tyas bisa keluar dari sangkar emasnya, karena mulai hari ini Rayyan membiarkan dirinya keluar untuk merawat taman depan dan belakang.
Rayyan setuju karena Tyas bilang bosan terus di kamar selama berhari- hari. Apa lagi, di sini Tyas hanya punya teman di pagi saja.
Yaitu, para pekerja Rayyan, lalu setelah pekerjaan mereka selesai semua, orang- orang pun pulang ke rumah masing- masing.
Tyas suka merawat rumah, apa lagi rumah semewah ini, Tyas suka berjibaku dengan warna bunga- bunga yang indah ini. Hingga dia terlena, bahkan tak mendengar sapaan yang sedari tadi mengarah padanya.
"Mbak!"
Panggilan terakhir yang membuat Tyas menoleh. Itu pun karena musik di headset miliknya terhenti karena harus melakukan transisi.
Seorang wanita paru baya dengan dress merah muda dan hijab putih, tersenyum manis di depannya. "Iya Buk...," sapa baliknya.
Demi mendengar suara wanita itu, Tyas lalu mematikan musik yang dia dapat dari ponsel miliknya.
"Mbak baru ya di sini?" Wanita itu bertanya, dan Tyas tersenyum sambil mengangguk.
"Iya, saya baru Buk di sini."
Wanita itu tersenyum, kemudian mengusap punggung Tyas lembut. "Semoga betah ya. Kalo nanti Rayyan resek, jail, dan lainnya, lapor saja sama saya," katanya.
Tyas sedikit mengulas kerut di keningnya, karena jujur dia belum terlalu paham betul dengan maksud perempuan ini.
Tadinya Tyas mengira, ibu ini bertanya karena dia masih baru di komplek ini. Tak secuil pun berpikir akan mendapat wejangan tentang Rayyan suaminya yang resek. "Jadi maaf, ibu ini siapanya Mas Rayyan?" tanyanya.
Wanita itu tertawa, mungkin merasa lupa tak memperkenalkan diri dulu. "Oya, lupa, saya ini ibunya Rayyan, nama saya Aisha."
banyak yang suka dan menunggu setiap up dr semua cerita mu.
sukses selalu Thor 🙏🏻😍