(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 15
Kennet menatap kosong ke luar jendela kaca di kantornya. Terlihat di kota itu sinar lampu di gedung-gedung terlihat indah. Beberapa motor dan mobil masih berlalu lalang menghiasi kota paris itu. Pikirannya terus melayang pada Livia. Dia sudah berusaha untuk melupakannya tapi ternyata bayangannya seakan mengikutinya.
Drt
Kennet menoleh, dia melihat ponselnya berdering. Dia melihat nama Kalisa dengan jelas. Ia memilih diam mengabaikannya. Ia sama sekali tidak peduli.
Kennet mengambil ponselnya karena menurutnya berisik dan memutuskan panggilannya.
Selang beberapa saat, Kennet mendapatkan kabar bahwa Anita dan Erland menemui Livia dan dia tidak bisa mendekat karena berada di rumah Livia. Ia pikir Anita dan Erland tidak mengetahuinya dan mungkin hanya karena anak Anita dekat dengan anak Livia.
“Hah …”
Kennet merasa lelah, akhir-akhir ini pikirannya selalu terbayang Livia dan anak-anaknya.
“Tuan apa anda ingin pulang?” Tanya Bernad. Dia melihat beberapa kertas di atas meja yang belum selesai di tanda tangani.
“Aku mau menginap di sini. Besok pagi bawakan setelan ku.” Dia sama sekali tidak ingin berada di mansion itu. Sebisa mungkin ia memilih menghindar karena di mansion itu banyak sekali kenangan tentang Livia.
Bernad memberi hormat. “Baik Tuan.”
….
Livia membawa Alan pulang ke rumahnya meskipun Alan tidak mau menginap di rumahnya untuk sementara waktu karena tidak ada yang menjaganya. Livia tetap memaksa hingga pria itu pasrah begitu saja.
“Alan sebelum kamu ke terluka apa ada sesuatu yang aneh?” Tanya Livia. Dia belum yakin bahwa penyebab semuanya adalah Kennet.
“Aku, aku memang merasa aneh. Seharusnya jika mereka perampok mereka pasti membawa mobil ku kan? Tapi mereka tidak melakukannya. Memang kenapa Livia?”
Bahkan polisi pun mengatakan bahwa kejadian adalah perampokan dengan alasan mereka kabur sebelum mengambil milik Alan.
Apa mungkin memang benar Kennet melakukannya?
“Livia kenapa kamu melamun?” Tanya Alan.
“Tidak ada, aku hanya berpikir mungkin yang di katakan polisi memang benar.”
Drt
Livia mengambil ponselnya dan melihat nomor yang tak di kenal. “Hallo, ini siapa? Tanya Livia.
Tidak ada suara dari seberang sana. Livia mengerutkan keningnya. “Apa anda salah orang?”
“Livia biar aku yang bertanya tidak baik mengangkat ponsel saat sedang menyetir.” Alan mengambil ponselnya. “Ini dengan siapa?”
Kennet meremas ponselnya dan melemparkannya. Darahnya terasa panas mendengarkan suara pria di ponsel itu. Seharusnya ia tidak usah menghubunginya hingga membuatnya kesal seperti ini. Ingin sekali ia membunuh pria bernama Alan itu.
"Baiklah, aku tidak akan membuat tenang Livia." Dia menekan telepon yang meneruskan pada Bernad. "Bernad ke ruangan ku sekarang."
Buk
Kennet menendang meja di depannya. Dia berkacak pinggang dan menunggu kehadiran Bernad.
"Iya Tuan."
"Aku akan ke Jakarta dan menculik salah satu anak Livia."
Bernad menganga, entah ide apa lagi yang ingin tuannya lakukan. "Tapi Tuan perkerjaan Tuan ..."
Kennet menoleh dengan tatapan tajam. Bernad menyadari kesalahannya yang tidak boleh menyanggah ucapan tuannya itu. "Baik Tuan, saya akan melakukannya."
"Sialan kau Livia." Dia tidak akan puas sampai menyiksa wanita itu.
....
Pagi-pagi sekali Kennet pulang ke mansion bersama Bernad. Bernad langsung menuju ke kamarnya, di sebuah ruangan yang sangat lengkap pakaiannya. Bernad mengambil koper di dalam rak kemudian membukanya. Dia melipat kemeja, jas dan celana Kennet kemudian memasukkannya ke dalam koper.
"Bernad, Kennet mau kemana?" tanya Kalisa. Tadi ada pelayan mansion yang mengatakan bahwa Kennet sudah pulang namun pria itu tak menghampirinya.
Bernad menunduk hormat. Ia terpaksa berbohong. "Tuan ada bisnis di luar kota Nyonya." Melihat kehadiran Kennet, dia pun pergi.
Kalisa menoleh saat melihat kehadiran Kennet. Dia menggunakan jubah mandi dan kemudian mengusap rambutnya.
"Kennet kenapa kau tidak mengajak ku?" tanya Kalisa. Tidak biasanya Kennet mendadak keluar kota, biasanya pria itu akan mengatakan padanya dan membawanya.
"Karena mendadak, aku tidak bisa mengajak mu," ucap Kennet.
"Kapan kau pulang?" tanya Kalisa. Dia menghampiri Kennet yang sedang memakai kemeja putih.
Kennet sejenak terdiam, ia tidak tau sampai kapan. "Aku tidak tau, jika aku sudah selesai aku akan menghubungi mu."
"Baiklah, aku akan menunggu." Kalisa tersenyum, dia mengamati Kennet yang memakai dasinya dan kini telah selesai.
Kennet mengambil kaca matanya dan melangkah lebar.
"Kennet hati-hati, cepatlah pulang. Aku menunggu mu."
Kennet mengangguk kemudian memakai kaca matanya. Kalisa merasa kesepian, ia tidak rela Kennet pergi jauh. Tetapi ia bisa apa? Kennet seorang pengusaha dan pasti sibuk.
...
Bernad menuju ke bandara bersama dengan Kennet. Mereka menaiki sebuah pesawat dan menempati ruangan kelas 1. Kennet membaca pesan di ponselnya dan jantungnya berdegup kencang saat merasakan bahwa ia akan ke Jakarta.
"Sebaiknya tuan istirahat, perjalanan masih jauh." Saran Bernad.
Kennet menghembuskan nafasnya dari mulutnya, yang di katakan oleh Bernad benar. Ia butuh istirahat.
Keesokan harinya.
Kennet menurunkan kaca mobilnya. Ia melihat Livia sedang menyiram bunga dan seorang pria di sampingnya bermain dengan beberapa anak kecil. Pria itu terlihat bahagia dan membuatnya iri.
"Dia bahagia sekali, aku membencinya."
"Tuan, bukankah itu nyonya Anita dan tuan Erland?" Bernad melihat mobil merah berhenti tepat di seberang jalan dan Anita turun. "Nyonya Anita membawa oleh-oleh."
"Seandainya dia tau bahwa wanita di hadapannya itu adalah seorang wanita murahan, aku yakin dia tidak akan sebaik itu." Dia menaikkan kaca mobilnya. "Kita ke rumah Erland."
Butuh beberapa menit Kennet pun sampai. Dia menghubungi Erland dengan mengatakan kedatangannya itu.
Erland yang sedang berada di rumah Livia, dia terkejut dan membisikkannya ke telinga Anita.
"Sayang kita harus pulang, Kennet berada di rumah."
"Apa? Kenapa dia di rumah?" Anita tak habis pikir dengan Kennet yang tiba-tiba berada di rumahnya. Bukankah hanya dua hari mereka berada di prancis?
"Emm Livia, kami pergi dulu. Ada sesuatu yang harus suami ku urus. Lain kali kami akan datang lagi. Da da da anak-anak." Anita menyapa dengan ramah.
Anita menatap ke arah Erland. "Sayang kenapa dia bisa berada di rumah? Apa dia sengaja untuk mengganggu Livia lagi? Padahal Livia sudah tenang dengan kepergiannya."
"Aku tidak tau, ayo kita sadarkan pria gila itu." Erland menancapkan gasnya menuju rumahnya. Keduanya terburu-buru turun dari mobil.
"Kennet." Erland menatap Kennet. "Kenapa kau kesini lagi?"
Kennet menyilangkan kedua tangannya. "Memangnya kenapa? Aku ada urusan di sini."
Anita duduk di samping Erland. "Kennet kau mau apa kesini?"
"Aku ingin bertemu dengan mantan istri ku," ucap Kennet. Memang itulah tujuannya untuk datang. Sekaligus memberikan pelajaran bagi mantan istrinya.