"Aku memacari Echa, hanya karena dia mirip denganmu. Aku gak akan bisa melupakanmu Inayah. Jadi dengarkan aku, pasti... pasti aku akan memutuskan Echa apabila kamu mau kembali padaku!" Terdengar lamat-lamat pertengkaran Catur dengan mantan kekasihnya yang bernama Inayah dihalaman belakang sekolah.
Bagai dihantam ribuan batu, bagai ditusuk ribuan pisau. Sakit, nyeri, ngilu dan segala macam perasaan kecewa melemaskan semua otot tubuhnya. Echa terjatuh, tertunduk dengan berderai air mata.
"Jadi selama hampir setahun ini aku hanya sebagai pelampiasan." monolog gadis itu yang tak lain adalah Echa sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Dalam Diam
POV Ghofar
Terlalu menyakitkan memang harus memendam perasaan cinta yang mendalam untuknya. Bukan berarti aku menjadi pengecut hanya karena tidak berani mengungkapkan apa yang aku rasa dengan sejujur-jujurnya. Tapi aku lebih memilih diam untuk menjaga perasaannya. Aku tidak mau, karena rasa ku dia jadi menjauh. Aku tidak mau hubungan kami menjadi canggung. Biar saja seperti ini, asal dia bahagia, asalkan aku masih bisa bersamanya.
Sejak kepulangan kami dari acara kemah waktu itu, aku memang menghindarinya. Aku belum sanggup bertemu dengannya, rasanya sakit saat kita ada untuk merengkuhnya. Tapi hati dan pikirannya justru jauh untuk laki-laki lain. Bukan salahnya yang merindu kehadiran kekasihnya. Tapi salah ku sendiri yang tidak tau diri.
Tanpa aku sangka ternyata ketidak- hadiran ku dalam jangkauannya membuat dia rela menyusuri area sekolahan hanya untuk mencari sosok diriku. Ah, ternyata aku masih menjadi bagian penting untuknya. Meskipun bukan prioritas kepemilikan hatinya. Aku sudah sangat bersyukur.
Hosh hosh hosh terdengar nafasnya memburu setelah sesaat tiba dihadapanku. Aku yakin dia lelah berkeliling mencari tempat persembunyianku.
"Kak Ghofar kemana aja sih, aku capek tau nyari dari tadi. Keliling udah kayak orang hilang arah saja." Kalimat panjang bernada kesal itu terdengar merdu di telingaku.
Ternyata hanya mendengar suaranya saja aku pun mendadak gila. Benar, aku sudah tergila-gila dengan adek angkat ku ini. Sayang dia milik orang lain. Aku kalah dalam hal cinta. Lebih tepatnya aku mengalah.
"Emang ada apa nyariin, tumben banget sih Cha. Biasa juga cuek bebek gitu." Goda ku karena gemas lihat bibirnya yang mengerucut mirip ikan cucut.
"Hey...sembarangan kalau ngomong. Aku tuh merasa ada yang kurang aja jika kak Ghofar gak muncul-muncul dalam sehari. Sibuk bener ya, sampai adeknya dilupakan." Rajuknya.
Stop Echa jangan diteruskan, kamu semakin membuat rasa ini semakin menyakitkan.
"Ya deh, ntar kita jalan-jalan mau sepulang sekolah? Eh, tapi kan kamu pulangnya bareng pacarmu itu ya Cha." Sengaja aku ingin tau apa jawabannya.
"Hmm, boleh kok. Kayaknya kak Catur juga pulangnya sore. Dia ada les tambahan menjelang ujian nasional yang sebentar lagi." Jawabnya.
Senyum lebar aku pamerkan, tak terasa rona bahagia terpancar begitu saja karena dia mau ikut pergi dengaku. Tapi perlahan senyum itu surut, karena kalau pacarnya gak sedang sibuk pasti dia gak mungkin mau aku ajak jalan. Huff ku hembuskan nafas pelan, dan ku acak-acak rambutnya gemas mengakhiri pembicaraan singkat kita di taman belakang sekolah.
Bukan aku tidak tau kalau selama ini Catur begitu posesif terhadap Echa. Tapi apa salahnya aku berdekatan dengannya. Sebelum dia jadi pacar Echa. Aku lebih dulu dianggap kakak oleh Echa. Salahkah jika cinta itu hadir untuknya meskipun terlambat?
Pikiranku kacau akhir-akhir ini. Aku yang tak rela Echa berpacaran dengan Catur. Tapi aku juga bahagia melihat Echa yang selalu tersenyum jika bersama Catur. Ada apa dengan otak ku ini?
Dulu Catur pernah pacaran dengan teman sekelasnya. Pasangan terheboh saat itu, karena si cewek yang gak pernah lepas dari Catur. Seperti lintah yang menempel tanpa bisa terlepas. Entah apa sebabnya mereka putus, tapi itu sudah lewat setahun yang lalu. Dan sekarang pun Catur membuat heboh seisi sekolah dengan memacari gadis biasa yang notaben nya adek kelas sendiri. Memang cinta hadir tidak bisa memilih. Untuk siapa dan kapan saja waktunya. Semua adalah anugerah Allah.
Sesuai kesepakatan tadi, aku sedang menunggu Echa di depan gerbang Sekolah. Aku ingin membawa Echa menikmati hari ini berdua saja. Ijinkan aku egois sekali ini saja.
"Dor... Ngelamun apa sih kakak ku yang tampan ini. Yukk ah, keburu sore. Nanti aku terlambat pulang, banyak PR juga nih." Echa datang mengagetkanku yang sedang terbawa lamunan singkat tadi.
"Naik, pegangan tas saja jangan pinggangku. Bisa-bisa besok aku sudah tidak bisa bernafas karena dibunuh pacar posesif mu itu." Kataku sambil ketawa geli mengingatnya.
"Okey okey tenang aja. Kak Catur pasti ngerti kok. Dia itu bersikap begitu karena terlalu menyayangi aku." Jawaban Echa menyadarkan lagi tentang cinta dalam diam ku.
Tak lagi ku balas ocehannya, langsung tancap gas sedang dan bersiap membelah jalan menuju tempat yang ingin aku singgahi.
Tak butuh lama, karena memang aku tidak mengajak Echa pergi jauh. Hanya mendatangi kafe dekat taman untuk makan siang dan mengobrol lebih intents dengan Echa.
Disinilah kami berdua duduk, memilih tempat out door di pojokan deket taman kecil yang ada kolam ikan dan air mancur buatan. Gemericik air dan angin yang berhembus sepoi mampu menyejukkan hatiku untuk sementara waktu.
"Cha, kamu mau makan apa? Menu disini enak-enak lho tapi murah pas di kantong para pelajar seperti kita." Jelasku saat pelayan kafe ingin mencatat pesanan kami.
"Nasi goreng dan jus alpukat saja kak." Jawab Echa sambil tersenyum manis kearah ku.
"Mba, nasi goreng seafood 2, jus alpukat 1 dan cola 1." Pesanku pada mba pelayan.
"Kak, gak baik keseringan minum cola. Lebih baik air putih saja. Mba colanya diganti air putih ya." Kata Echa yang tidak setuju aku pesan cola.
"Baik, mas mba ditunggu sebentar pesanannya." Kata mba pelayan kemudian berlalu.
"Hmm... Cha apa boleh aku bertanya?" Ragu tapi aku harus beranikan diri untuk ngobrol lebih dalam tentang perasaan Echa saat ini. Kesempatan bicara berdua seperti ini sangat susah ku dapatkan. Karena jika hari biasa pasti ada Catur yang selalu mengawasi pergerakan Echa.
"Apa kamu benar mencintai Catur? Apa perasaan kamu tidak bisa untuk laki-laki lain selain dia?" Tanyaku sedikit canggung sebenarnya.
"Aku memang sangat mencintai kak Catur. Dia cinta pertama buat ku." Ku hela nafas pelan. 'walau kadang ada ragu terselip disela-sela hati.' lanjut ku dalam hati.
"Jika ada yang mencintai kamu dalam diam bagaimana?" Terus ku cerca Echa, karena aku belum puas dengan jawabannya.
"Mencintai atau dicintai hakekatnya adalah anugerah. Aku tidak bisa mengontrol hati ku, lalu bagaimana bisa aku mengontrol perasaan orang lain terhadap ku." Jawaban Echa memang benar dan ini adalah resiko yang harus aku terima.
"Memang kenapa kak Ghofar menanyakan hal tersebut? Apa ada yang gak aku tau kak?" Echa memincingkan satu matanya karena curiga. Aku harus segera mengakhiri pembicaraan ini.
"Gak ada, hanya sekedar bertanya. Ya sudah gak usah dibahas lagi mari kita makan." Huff untung saja pesanan makanan tiba tepat waktu, jadi aku bisa mengalihkan sedikit perhatian Echa sementara waktu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah, update lagi.
Terima kasih yang sudah menunggu.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan cara like, komen dan share kisah cinta segitiga Echa, Catur dan Ghofar.
NO PLAGIAT!
By : Erchapram