NovelToon NovelToon
CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

CAMARADERIE (CINTA DAN PERSAHABATAN)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Leova Kidd

Guliran sang waktu mengubah banyak hal, termasuk sebuah persahabatan. Janji yang pernah disematkan, hanyalah lagu tak bertuan. Mereka yang tadinya sedekat urat dan nadi, berakhir sejauh bumi dan matahari. Kembali seperti dua insan yang asing satu sama lain.

Kesepian tanpa adanya Raga dan kawan-kawannya, membawa Nada mengenal cinta. Hingga suatu hari, Raga kembali. Pertemuan itu terjadi lagi. Pertemuan yang akhirnya betul-betul memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya. Pertemuan yang membuat kehidupan Nada kosong, seperti hampanya udara.

Lantas, bagaimana mereka dapat menyatu kembali? Dan hal apa yang membuat Nada dibelenggu penyesalan, meski waktu telah membawa jauh kenangan itu di belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leova Kidd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30 Hari Tanpa Mereka

Bab 15 : 30 Hari Tanpa Mereka

 

Satu bulan aku nggak ketemu Raga dan kawan-kawannya. Mereka sedang mengikuti PSG—program pelatihan kerja anak SMK. Sebetulnya lokasi PSG Raga tidak terlalu jauh dari Madiun. Di daerah Magetan, lebih tepatnya. Jarak dari Madiun hanya sekitar 20 menit, dan mungkin bisa lebih cepat jika mengendarai sepeda motor. Tapi dia memilih untuk indekos di rumah pemilik bengkel, dan tidak pulang sama sekali hingga pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan selesai.

Tentu saja ada yang berubah pada hari-hariku selama satu bulan tersebut. Yang biasanya selalu ramai dan dibuat ribet oleh mereka, jadi sepi dan kesepian. Untungnya, aku mulai terbiasa dengan kehidupan di sekolah, mulai memiliki teman dan akrab dengan beberapa di antara mereka. Salah satunya, Mbak Lista.

Semenjak Raga PKL, aku sering main ke rumah Mbak Lista. Pulang sekolah tidak langsung pulang, tapi singgah dulu. Apalagi kalau sekolah dipulangkan lebih awal. Semangat sekali kami. Bahkan sesekali aku menginap di sana. Keluarga Mbak Lista itu amat sangat wellcome terhadapku. Sudah seperti keluarga sendiri.

Lama kelamaan, terjalin sebuah keakraban antara aku dengan seorang pemuda tetangga Mbak Lista. Rumah pemuda tersebut berhadapan persis dengan rumah Mbak Lista, hanya tersekat sebuah jalan kampung. Apa yang terjadi di rumah Mbak Lista, dia bisa melihatnya. Jadi, setiap aku main ke rumah Mbak Lista, tuh cowok pasti datang menemuiku.

Sebenarnya kami sudah kenal semenjak kejadian demo terminal baru, yang aku terpaksa menginap di rumah Mbak Lista akibat tak ada bus menuju Madiun. Namun, setelah itu tidak bertemu lagi, dan bisa intens terjadi pertemuan kembali ketika Raga dan kawan-kawan pergi PKL.

“Rahman itu kayaknya suka sama kamu deh, Nad,” ujar Mbak Lista untuk ke sekian kalinya. “Kemarin dia nitip salam.”

“Wa 'alaikum salam.” Aku menjawab sambil lalu sembari mengerjakan PR Matematika yang belum sempat aku garap di rumah.

“Tiap ke rumah yang ditanyain Nadaaa melulu,” lanjut Mbak Lista lagi.

Aku masih anteng. Nah, kawan-kawanku yang pada heboh.

“Rahman yang teman SMP kita itu, Lis?” Winda terbelalak tak percaya.

“Serius Rahman naksir Nada? Rahman yang dulu sekelas sama aku?” timpal Rindang, teman kami yang lain. Memang dia, Winda, dan Mbak Lista merupakan teman satu SMP. “Cakep loh dia itu... hi hi hi,” imbuh si centil tersebut diakhiri dengan tawa cekikikan.

Rahman memang lumayan cakep untuk ukuran remaja seusia kami yang belum begitu paham soal penampilan. Lumayan cakep juga untuk ukuran pemuda yang tinggal di pedesaan. Meski cara berpakaiannya sederhana dan tidak modis, wajahnya cakep versi polos. Kebetulan orangnya juga lugu.

Sayang, cowok tersebut bukan tipeku. Sudah ada Kevin yang menjadi standar selera dalam urusan cinta. Aku suka cowok berperawakan kerempeng seperti Kevin. Sementara Rahman ini badannya gempal. Tingginya selisih tak begitu jauh denganku, which is aku 158 senti waktu itu.

Tapi, aku orangnya nggak tegaan. Terlebih harus menolak seseorang yang menyukaiku. Ditambah pula, orangnya baik dan penurut macam si Rahman itu. Aku takut penolakanku akan menyakiti perasaannya. Padahal, aku sedang tak ingin menjalin hubungan yang lebih dari teman. Belum ada satu bulan lepas dari Rio.

Maka, ketika suatu hari Mbak Lista menyampaikan sebuah pesan dari Rahman, aku tidak bisa menolak. “Dia pengen ketemu, Nad. Ada hal penting mau dibicarakan, katanya. Bisakah hari ini singgah ke rumahku?”

Kebetulan hari Jumat, pulang sekolah lebih awal.

“Ada makanan apa?” kelakarku menggodai sahabat baikku tersebut.

“Ooo, gampang! Apa aja ada! Kamu mau apa?” balasnya seraya tertawa renyah.

Aku tergelak. “Oseng terong ada?”

“Tenang aja! Rahman punya tanaman terong banyak di sawahnya. Tinggal petik,” seloroh gadis cantik tersebut.

Gurauan kami terus berlanjut sembari berjalan kaki menuju Halte Alun-alun Ponorogo. Dari sana, kami naik bus arah terminal, untuk kemudian berganti bus tujuan Madiun. Rumah Mbak Lista di daerah Ngrupit, dekat Pabrik Mori Babadan. Kami biasa turun di depan pabrik, lalu berjalan masuk kurang lebih 1 kilometer.

Hari itu, Rahman yang katanya hendak bicara penting, ternyata hanya ingin mengutarakan isi hati.

“Aku sudah lama suka ke kamu, Nada. Tapi, untuk saat ini aku belum bisa pacaran, belum boleh kenal cewek. Mau nggak kau menunggu?”

“Hah?” Aku terperangah. “Gimana? Gimana?”

Otakku mendadak delay. Dia yang suka sama aku, tapi aku yang disuruh menunggu. Ini konsepnya bagaimana?

“Tunggu sampai selesai ujian SHT. Kalau sudah itu baru boleh pacaran.”

“Oooh....” Akhirnya aku paham. Dia ikut latihan pencak silat PSHT. Konon katanya, kalau selama latihan dekat dengan lawan jenis, hal itu bakal ketahuan ketika ayam aduannya tampil berlaga. Entah hubungannya di mana, tapi kata mereka begitu. Makanya selama belum disahkan, para siswa biasanya jaga jarak dengan lawan jenis. “Ya sudah nggak usah pacaran, nggak usah suka ke perempuan, nggak usah dekati perempuan. Mudah, bukan?”

“Tapi aku suka sama kamu, Nada.”

“Lalu?”

“Aku nggak mau kehilangan kamu.”

“Katanya nggak boleh mendekati lawan jenis?” protesku yang tetap saja merasa aneh. Kalau memang tidak boleh pacaran, untuk apa bilang ‘suka’? Bukankah lebih baik dipendam saja perasaan tersebut?

Waktu itu, kami berbincang di ruang tamu rumah Mbak Lista. Sengaja Mbak Lista meninggalkan aku hanya berdua dengan tetangganya tersebut.

“Mending fokus latihan dulu nggak sih?” tandasku kemudian. “Memikirkan rasa suka bisa nanti-nanti. Toh aku juga nggak akan hilang.”

“Jadi kamu mau nungguin aku?”

“Ng....” Kugaruk jidat yang sebetulnya tak salah apa-apa, tidak gatal juga. “Lihat nanti deh.”

“Sebentar lagi sah-sahan, kok.”

Aku tak menjawab. Memang pada tahun tersebut, tanggal 1 Muharram jatuh di bulan Maret. Nah, tanggal 1 Muharram ini kalau di Jawa dikenal sebagai bulan Suro. Tradisi anak PSHT, sah-sahan dilakukan setiap Suro. Mungkin itu sebabnya si Rahman berkata demikian, berkata hal yang menurutku konyol. Memangnya kalau nggak pacaran, tapi memendam rasa suka ke lawan jenis, nggak akan ketahuan?

 

🍁🍁

 

Awalnya, Raga tidak mengetahui perihal Rahman. Seharusnya memang demikian. Tak perlu dia tahu sebab tak ada hubungan langsung antara kehadiran Rahman dengan dirinya. Toh Raga bukan siapa-siapaku. Kami hanya sahabat yang kebetulan sangat akrab.

Tapi dasar mulutku ini mulut rusak. Bisa-bisanya membahas tentang cowok itu di hadapan Raga pada saat dia dan Kevin main ke rumah. Sebuah pembahasan yang membuat dia meradang.

Ini kejadian setelah 1 Muharram, atau di Jawa dikenal dengan istilah 1 Suro. Raga baru menyelesaikan program PKL-nya, baru pulang dari Magetan, dan mengajak Kevin main ke rumahku.

Semua bermula dari pertanyaan yang aku ajukan kepada Kevin.

“Koko kemarin ikut suroan nggak?”

Suroan merupakan tradisi anak SHT untuk memperingati 1 Suro. Aku bertanya demikian sebab Kevin adalah ‘warga’—sebutan untuk siswa yang sudah lulus latihan dan sudah disahkan. 

“Nggak.”

“Nggak libur bengkelnya?”

“Libur, tapi aku ke tempat Papi.”

“O iya, Papi Koko rumahnya Ngawi ya.”

“Emang kenapa, Dek?” sahut Raga penasaran.

“Cuma pengen tahu, apa  bener kalau masih siswa nggak boleh dekat dengan lawan jenis?”

“Siswa apa?”

“PSHT.”

“Kenapa begitu?” Lagi-lagi Raga yang merespons pertanyaanku.

“Nggak tahu, makanya aku nanya.”

Kevin menaruh tamagotchi di meja, lalu menatapku lurus. “Kamu kan anak SHT juga.”

Aku meringis. “Tapi aku latihan sebentar doang, terus disuruh berhenti sama Ibu.”

 “Kenapa, Nyo?” Raga tak mau ketinggalan. “Emang bener nggak boleh dekat dengan lawan jenis?”

 “Tauk...!” Kevin mengangkat bahu, lalu mengambil si tamagotchi kesayangan. “Tanya ke Nada,” lanjutnya sambil fokus dengan mainannya.

 Raga beralih menatapku, dan aku merasa seakan wajib menjelaskan sebab musabab dari pertanyaan aneh pagi itu. Mengalirlah sebuah kisah tentang cowok lain di belakang mereka. Sosok baru yang terang-terangan mengharap balasan rasa suka dariku.

Sejak awal aku bercerita, Raga sudah terlihat bad mood. Sayangnya, aku tidak peka sama sekali. Meski tahu dia sepertinya kurang suka, tetap saja mulutku nyerocos tanpa henti, menceritakan peristiwa-peristiwa tak penting bersama si Rahman.

Di akhir cerita aku berkata, “dan sekarang aku bingung harus kasih jawaban apa. Sah-sahan sudah lewat, dia sudah menanyakan tentang jawaban itu melalui temanku, tapi aku masih bingung gimana cara ngomong kalau aku nggak suka sama dia.”

Tiba-tiba Raga nyeletuk, “makanya jangan kasih harapan kalau memang nggak suka!” dengan nada sewot.

“Aku nggak kasih harapan!”

“Harusnya sejak awal kamu berterus terang, biar dia juga nggak berharap!”

Aku pun kalah argumen.

“Perempuan tuh memang aneh!” ketus Kevin lirih seakan menggerutu kepada dirinya sendiri. “Payah.”

Duh! Malunya tembus ke akhirat dikatai ‘aneh’ dan ‘payah’ oleh cowok yang diam-diam aku sukai.

Kedatangan Raga hari itu berakhir kacau. Mukanya sudah nggak enak banget dilihat. Dia jadi lebih banyak diam. Aku ngomong lima kalimat, dijawabnya cuma satu kata. Itu pun jawaban super pasif semacam ‘hmm’ atau ‘iya’ dan ‘nggak’. Pokoknya begitu terus sampai akhirnya mereka pulang.

Setelah hari itu, Raga menghilang tanpa kabar. Dia tidak datang ke rumah, dan tidak menungguku pulang sekolah seperti biasa.

 

🍁🍁

 

1
leovakidd
👍
Mugini Minol
suka aja ceritanya
leovakidd: masya Allah, makasih kakak 😍
total 1 replies
Kiran Kiran
Susah move on
leovakidd: pasukan gamon kita
total 1 replies
Thảo nguyên đỏ
Mendebarkan! 😮
leovakidd: Thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!