novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Sang Penyelamat yang Mencurigakan
Suasana pertempuran yang mencekam perlahan mereda setelah ledakan yang mematikan itu. Pasukan Kekaisaran Nadir terpaksa mundur, takut menghadapi kekuatan luar biasa yang baru saja muncul. Asap dan debu masih menggantung di udara, menutupi pandangan, tetapi semua mata kini tertuju pada sosok berjubah hitam yang berdiri di tengah medan pertempuran.
Aric, Lyria, Kael, dan Erevan memandang sosok itu dengan penuh kewaspadaan. Meskipun sosok tersebut baru saja mengalahkan sebagian besar pasukan Nadir dengan kekuatan sihir yang luar biasa, ada sesuatu yang meresahkan dalam dirinya. Wajahnya tersembunyi di balik kerudung hitam, dan hanya sepasang mata kuning menyala yang terlihat jelas, seperti dua bola api yang tajam dan menakutkan.
"Siapa kamu?" Aric bertanya, suaranya keras dan penuh kewaspadaan, sementara pedangnya tetap terangkat, siap menghadapi segala kemungkinan.
Sosok berjubah itu terdiam beberapa saat, seakan mempertimbangkan jawabannya. Hening menggantung di udara, sementara suara langkah kaki pasukan akademi yang tersisa mulai terdengar, mendekati medan pertempuran.
Akhirnya, sosok itu membuka mulut. "Aku tidak datang untuk berperang melawan kalian."
Lyria mempersempit pandangannya, mencoba membaca gerak-gerik sosok itu. "Kau bukan musuh kami?" Tanyanya hati-hati, suaranya penuh ketidakpercayaan.
Sosok itu mengangguk pelan. "Aku hanya... berusaha menghentikan kekacauan yang ada. Pasukan Nadir datang dengan tujuan yang lebih besar. Mereka bukan hanya ingin menghancurkan akademi ini, tapi juga merusak keseimbangan dunia."
Erevan, yang baru saja berhasil mengendalikan kekuatan sihirnya, menatap sosok itu dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Keseimbangan dunia? Apa yang maksudmu?" tanyanya, suara penuh kebingungannya.
Sosok berjubah itu akhirnya mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, udara di sekitar mereka terasa tebal dan penuh dengan energi yang berat. "Aku adalah bagian dari sebuah kekuatan yang lebih besar," katanya, suara seraknya hampir menyatu dengan hembusan angin. "Sama seperti kalian, aku terikat pada takdir yang tidak bisa dihindari."
Aric tidak mengalihkan pandangannya dari sosok itu, meskipun hati kecilnya merasakan sesuatu yang aneh. "Takdir? Apa maksudmu dengan itu? Dan mengapa kita harus percaya padamu?"
Sosok itu melepaskan sedikit kerudungnya, mengungkapkan sebagian wajahnya. Wajah yang tampak jauh lebih muda dari yang mereka duga, dengan rambut hitam panjang yang terurai dan kulit yang terlihat hampir transparan karena cahaya yang memancar dari dalam dirinya. Matanya yang kuning terus menyala, penuh dengan keangkuhan yang sulit dijelaskan.
"Aku bukan orang yang kalian kenal. Namun, aku datang untuk membantu kalian dalam pertempuran ini." Suara itu terdengar tegas, tetapi ada ketegangan yang mengalir di dalamnya. "Pasukan Nadir hanya bagian dari ancaman yang lebih besar. Mereka bekerja sama dengan entitas gelap yang sudah lama bangkit kembali dari kegelapan."
Lyria mendekat, matanya menilai setiap gerakan sosok itu. "Entitas gelap? Apa yang sedang kau bicarakan? Kami baru saja menghadapi pasukan mereka, dan kami belum siap untuk menghadapi ancaman yang lebih besar."
Sosok itu menghela napas panjang, seperti menyesali sesuatu yang tak bisa dihindari. "Aku tahu kalian belum siap. Aku bisa merasakan energi kalian, dan itu terlalu lemah untuk melawan apa yang akan datang. Tapi aku tidak bisa membiarkan kalian dihancurkan begitu saja."
Kael, yang lebih pragmatis, menyilangkan lengannya, menatap sosok itu dengan rasa curiga yang semakin tumbuh. "Dan apa yang kau inginkan sebagai imbalan? Setiap pertolongan selalu ada harga yang harus dibayar. Kami tidak percaya pada pemberian tanpa tujuan."
Sosok berjubah itu tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Kael, namun ia tak langsung menjawab. Beberapa detik berlalu, dan Aric bisa merasakan suasana semakin tegang. "Kami ingin tahu siapa kamu sebenarnya. Jangan kira kami akan terima begitu saja tanpa mengetahui siapa yang sebenarnya berdiri di depan kami," Aric menambahkan, suaranya lebih keras, lebih tajam.
Setelah beberapa saat, sosok itu akhirnya berbicara, suaranya lebih rendah, penuh dengan keraguan. "Aku... bukanlah siapa-siapa. Nama yang kalian cari sudah lama hilang dari dunia ini."
Erevan merasakan perasaan yang sangat kuat di dalam dirinya. Ada sesuatu yang mengingatkannya pada dirinya sendiri—kekuatan yang tersembunyi, jauh di dalam, yang tidak ia pahami sepenuhnya. "Kau bukan siapa-siapa, tetapi kau bisa menghentikan pasukan Nadir dengan satu serangan? Bagaimana bisa itu terjadi?"
Sosok itu tidak menjawab langsung. Sebagai gantinya, ia melangkah lebih dekat, dan Aric merasakan sebuah dorongan kuat, energi yang seakan melintasi dirinya. "Karena aku adalah bagian dari sesuatu yang lebih tua. Sesuatu yang sudah ada sejak sebelum zaman kalian. Aku adalah penjaga keseimbangan yang telah terbangun kembali dari tidur panjang."
Lyria menyipitkan mata, mencoba mengerti. "Penjaga keseimbangan? Jika kau memang begitu hebat, mengapa kau baru muncul sekarang? Mengapa tidak sebelumnya, saat kami paling membutuhkan bantuan?"
Sosok itu menundukkan kepalanya, seolah menyesali kata-kata Lyria. "Karena... aku terlambat. Aku terikat oleh aturan yang tidak bisa aku langgar. Dan meskipun aku datang untuk membantu, aku tahu aku tidak bisa memberi kalian kemenangan mudah."
Aric mengerutkan kening. "Lalu, apa yang kita harus lakukan? Apa yang harus kita persiapkan?"
Sosok berjubah itu mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, udara di sekeliling mereka terasa lebih dingin. "Kalian harus menguatkan diri. Musuh kalian tidak hanya pasukan Nadir, tetapi juga ancaman yang lebih besar dari dalam bayang-bayang. Jika kalian tidak bisa menemukan kekuatan sejati di dalam diri kalian, maka dunia ini akan jatuh."
Erevan merasakan sesuatu bergolak dalam dirinya. "Aku... aku tidak bisa melakukan ini sendiri," katanya dengan suara lemah. "Tolong, beri aku kekuatan untuk melawan mereka."
Sosok itu berbalik, matanya yang kuning berkilat tajam. "Kekuatan sejati tidak datang begitu saja. Kalian harus menemukannya dalam diri kalian. Dan jika kalian cukup berani, kalian akan menghadapinya—atau dunia ini akan terjatuh ke dalam kegelapan."
Dengan satu gerakan cepat, sosok itu menghilang, meninggalkan hanya angin sepoi yang mengiringinya. Pasukan Nadir yang mundur kini menghilang dalam bayang-bayang hutan, dan pertempuran berakhir. Namun, pertanyaan yang ditinggalkan oleh sosok misterius itu masih menggantung di udara.
Aric menatap teman-temannya. "Kita tidak bisa menunda lagi. Apa yang baru saja ia katakan—itu bukan sekadar peringatan. Itu adalah kenyataan yang harus kita hadapi."
Kael mengangguk, ekspresinya serius. "Kita tidak punya pilihan. Kita harus siap menghadapi apa yang akan datang."
Lyria memandang Erevan, dan meskipun kekhawatiran terukir di wajahnya, dia tahu satu hal pasti—mereka harus bertahan. Dunia mereka bergantung pada keberanian mereka.