Cerita Dewasa!!!
***
Elkan, duduk bersilang kaki sambil bersedekap tangan. Matanya yang tajam menyoroti tubuh Alsa dari atas sampai ke bawah.
"Aku sangat puas dengan pelayanan yang kau berikan, maka dari itu, tinggallah di sini dan menjadi simpanan ku. Jangan risau, aku akan membayarmu berapa pun yang kau mau." Ujar Elkan penuh keangkuhan.
"Jangan harap! Aku tak sudi lagi berurusan dengan b*jing*n sepertimu. Cukup bayar saja yang semalam, setelah itu jangan lagi berhubungan denganku, anggap saja kita tak pernah saling mengenal."
"Hahaha!."
Elkan, suara tawa Elkan terdengar menggelegar. "Tak sudi berhubungan dengan orang sepertiku?." Tanyanya memastikan.
"Ingat, di kandungan-mu ada benihku, anakku! Mana mungkin kau tak akan berurusan lagi denganku?."
***
Jangan lupa ikuti akun:
Instragram:OH HA LU
Tiktok:OH HA LU
FB: OH HA LU
♥️♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MY. OH HA LU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Elkan Sudah Lelah
Hari-hari telah berlalu..
Entah apa sebabnya, tiba-tiba hari Ini Elkan mengizinkan Alsa keluar dari apartemen. Dan kesempatan itu, Alsa manfaatkan untuk keluar membeli semua keperluannya dan juga keperluan bayinya nanti.
Seperti janji yang pernah Elkan lontarkan tempo hari, laki-laki itu memang benar-benar memfasilitasi dan menjamin kehidupan Alsa dengan baik.
Contohnya tadi pagi, Elkan memberikannya uang yang sangat fantastis. Dengan uang yang di berikannya itu, Alsa bisa membeli apapun yang dia mau.
"Mau saya bantu pilihkan, Kak? Mau beliin buat keponakannya, ya?." Tanya seorang penjaga toko kepada Alsa.
"Embbb.. buat aku sendiri." Jawabnya lirih.
"Oh, maaf, Kak. Saya kira, Kakak sedang beliin untuk ponakannya atau siapa, soalnya wajah Kakak masih terlihat muda banget, saya tak mengira kalo ternyata Kakak sudah bersuami dan mengandung." Sesalnya.
"Tidak apa-apa."
Alsa mengulas senyum tipis. Bersuami? bahkan bertunangan pun belum. Dirinya bisa mengandung karena sebuah kecelakaan.
Ketika sedang sibuk memilih-milih pakaian bayi, mata Alsa tak sengaja melihat Drepa bersama istrinya, mereke berdua juga sedang memilih-milih pakaian bayi.
Sakit? Tentu saja hati Alsa sangat sakit. Padahal, ia sangat mencintai Drepa dengan tulus sepenuh hati, tapi balasan laki-laki itu adalah pengkhianat. Ternyata Drepa hanya menjadikan dirinya sebagai pelarian cinta saja.
"Lupakan dia, Sa. Sekarang dia telah bahagia bersama pilihannya sendiri. Jika dia saja bisa melupakan mu, maka kamu juga harus bisa melupakannya." Batin Alsa membuatkan dirinya sendiri.
"Aku mau ambil yang ini saja. Terimakasih sudah berkenan membantu memilihkan pakaian bayi." Ucap Alsa kepada pelayan yang sejak tadi merekomendasikan pakaian-pakaian bayi yang lucu-lucu kepadanya.
Mumpung keberadaannya belum di sadari oleh mereka berdua, Alsa buru-buru pergi dari pusat pembelanjaan tersebut, demi menjaga hati dan perasaannya.
.
.
.
"Dari mana aja kamu?."
Elkan yang duduk di shofa, bertanya pada Alsa yang baru pulang dari entah kemana.
"Aku habis belanja perlengkapan bayi." Jawabnya seraya meletakkan barang belanjanya di atas meja.
Elkan tersenyum tipis. Dasar wanita! Sukanya berbelanja menghabiskan uang saja. Kemarin saja sok-sokan nolak tawarannya, begitu telah melihat uang, langsung jadi berubah total.
"Emangnya perutmu tak sakit di buat kelayapan?."
Entah itu sindiran atau perhatian, tapi Alsa merasa tersentuh ketika masih ada yang peduli padanya.
"Perutku sudah merasa enakan, maka dari itu aku bisa jalan-jalan."
Elkan mengangguk sekilas tanpa bertanya lebih lanjut lagi. Dia kembali menikmati acara televisi sambil meminum secangkir kopi.
Sementara itu, Alsa langsung menuju ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba Elkan ikut menyusul masuk. Laki-laki itu nampak sangat tergesa-gesa sekali.
"Mau pergi?." Tanya Alsa.
"Hm."
"Kemana?."
"Aku lupa kalo ada janji makan malam sama Risma." Jawabnya sembari menyemprotkan minyak wangi di baju dan tubuhnya.
Alsa langsung terdiam, tak bertanya lagi. Biarlah laki-laki itu pergi sesuka hatinya, yang penting ia di sini mendapatkan kehidupan yang layak dan terpenuhi semua kebutuhannya. Tak peduli orang-orang akan menganggapnya apa, yang penting dia bahagia.
Elkan memperhatikan penampilannya sendiri di depan kaca, memastikan sudah benar-benar rapai atau belum, sebelum kemudian pergi meninggalkan kamar begitu saja.
Huh!
Alsa menghela nafas panjang. Begini banget jadi seorang simpanan, di cuekin dan tak di perhatikan. Elkan hanya akan bersikap lembut padanya ketika ada maunya saja.
"Jangan di ambil hati, Sa. Biarlah dia melakukan sesukanya." Gumamnya.
Tak mau ambil pusing atau meratapi nasib buruknya, Alsa merebahkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang.
Alsa sangat menikmati hidup di apartemen ini. Fasilitas di sini lengkap dan semua yang ia butuhkan ada. Jadi, ia tak perlu susah payah bekerja keras demi membeli apapun yang ia inginkan.
"Kamu pembawa berkah bagi Mama, Nak. Meskipun kita tak mendapat cinta dan kasih sayang dari Ayahmu secara tulus, tapi setidaknya dia masih mau bertanggung jawab kepada kita." Batin Alsa sambil mengelus perutnya yang masih rata.
.
.
.
Elkan memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Jangan sampai Risma jadi semakin ngambek padanya karena telat datang.
Sayang seribu sayang.. Ketika, ia sedang berburu-buru, tiba-tiba mobil yang ada di hadapannya malah berhenti.
Tin.. Tin.. Tin...
Elkan memencet klakson berulang kali, tapi sayangnya mobil yang ada di depannya itu tak kunjung jalan. Sepertinya di depan sana ada mobil yang sedang bermasalah.
"Aagggrrrgggg.. B*ngs*t!." Umpatnya kasar sambil menyugar rambutnya frustasi.
Drrrddd.. Drrrddd..
Ponsel Elkan kembali berdeirng. Bisa di pastikan kalo telpon itu dari Risma. Mungkin saja wanita itu sedang kesal dan mengumpatnya karena tak kunjung datang.
Elkan menarik nafas panjang, sebelum kemudian menjawab telpon tersebut.
"Hallo!."
"Kok belum datang sih, Sayang?." Tanya Risma dengan nada kesal.
"Aku masih di perjalanan."
"Masih di perjalanan? Kira-kira sampainya masih lama atau tidak? Kalo masih, mending kita batalkan saja acara dinner-nya."
"Tunggu setengah jam lagi, ya?." Bujuknya penuh kelembutan. Di sini, Elkan mengaku salah karena telah membuat wanita itu menunggu lama.
"Ha? Setengah jam lagi? Lama sekali!."
"Aku sedang kena macet. Mungkin ada mobil yang mogok atau apa." Ucap Elkan mencoba memberi pengertian.
"Jangan beralasan macet. Sudah basi! Entah ini perasaanku saja tau tidak, aku merasa kalo kamu semakin cuek padaku, kau sudah tak memprioritaskan aku lagi!."
Elkan menyenderkan tubuhnya di kursi sambil memejamkan kedua matanya. Sulit sekali membujuk Risma. Kadang dia merasa bosan dan cepek jika terus-menerus bersabar sama sikap Risma yang mudah sekali ngambek.
"Kok diem saja sih, El?." Tanya Risma karena tak mendapatkan respon apapun dari lawan bicaranya itu.
"Aku lelah..."
"Ya sudah! Kalo lelah istirahat saja. Kita batalkan acara makan malamnya! Atau bila perlu, kita batalkan saja pernikahan kita." Sahut Risma, tanpa mendengarkan perkataan Elkan lebih dulu.
Elkan mengangguk. "Baiklah, jika itu mau-mu." Jawabnya.
"Kok kamu gitu, sih?!." Ujar wanita itu tak suka.
"Bukankah kau sendiri yang minta di batalkan? Aku menyanggupinya, lalu apa salahnya?."
"Kamu berubah, El! Kamu tak sesabar dan selembut dulu. Aku benci kamu!."
Tut.. Tut.. Tut..
Telepon di matikan secara sepihak oleh Risma. Bisa di pastikan kalo wanita itu sedang bersedih atas jawaban yang Elkan berikan tadi.
Elkan langsung melempar ponselnya ke jok samping. "Arrggg! B*jing*n!" Teriaknya prustasi.
Brak!
Elkan memukul setir kemudi untuk meluapkan semua emosinya.
"Andai saja aku dan dia tidak ada hubungan bisnis, pasti aku sudah meninggalnya sejak dulu. Persetan kalo dia mau membatalkan acara pernikahan, aku sudah tidak peduli!" Desisnya marah.