Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGAIMANA DENGAN ALI?
Pagi hari Elizah terus menoleh ketika mendengar suara langkah kaki, bukan Natta, suara langkah itu dari para tetangga yang melewati depan pintu rumahnya. Elizah menyeka air matanya, semalaman tidak tidur. Matanya bengkak, wajahnya sembab, dia tidak terlihat baik-baik saja.
Suara pintu diketuk membuat Elizah berdiri, memburu dan langsung membuka pintu. Tapi ketika yang dia lihat adalah sosok Adit, raut wajahnya kembali lesu.
“Kamu belum bersiap, Zah?” Adit heran melihat Elizah masih memakai piyama.
“Maaf, Mas. Sepertinya aku belum bisa pergi,” ucap Elizah serak.
Adit mengamati Elizah dengan saksama.
“Kamu menangis, Zah? Aku tahu pasti kakakmu tidak memberikan izin, kan?” Tebakannya benar tapi Elizah hanya diam saja.
“Ya sudah, semoga saja lowongannya belum di isi orang lain. Kamu bisa meminta izin mas Natta dulu,” kata Adit dan Elizah berterima kasih lalu menutup pintu.
Elizah mengambil ponselnya di kamar, mengambil charger dan duduk. Elizah berusaha menelepon Natta tapi tidak diangkat, tak terasa sudah enam panggilan dia lakukan, pria itu benar-benar mengabaikannya.
Elizah hanya bisa merutuki diri. Ponselnya yang aktif membuat banyak notifikasi masuk, Elizah membuka banyak pesan dari Susan yang menanyakan keadaan serta keberadaannya. Elizah hanya diam menatap nyalang layar itu, sampai dia tersentak ketika ada panggilan masuk. Ia mengira Natta meneleponnya tapi ternyata yang meneleponnya adalah Susan.
Elizah hanya menatap, ragu untuk menerima. Sampai Susan menelepon untuk kedua kali, dia mengangkat panggilan masuk itu.
“Assalamualaikum, Elizah.”
“Wa’alaikumus Salaam.”
Suara Elizah serak, ia senang sekaligus sedih dan Susan menangis tersedu-sedu.
“Elizah, kamu di mana sekarang, Zah? Kenapa kamu sulit sekali dihubungi, setiap hari aku menunggu kabar dari kamu.”
Elizah tersenyum.
“Maaf, Susan. Aku memang sengaja mematikan telepon, aku butuh waktu untuk bisa menerima kejadian yang menimpaku. Aku perlu waktu untuk menenangkan diri,” balas Elizah, menyeka air matanya.
“Kamu beneran baik-baik saja, kan, Zah. Asstagfirullah hal adzim, kenapa tega-teganya Abi kamu menikahkan kamu dengan laki-laki seperti itu.”
Elizah terdiam, awalnya dia mengira Natta pria tidak baik tapi setelah hampir tinggal dengannya, dia sadar bahwa kita tidak boleh menilai seseorang dari penampilannya.
“Kemana dia membawa kamu pergi, Zah?”
“Ke tempat yang jelas tidak ada yang mengenalku di sini. Aku betah di sini, aku juga memiliki banyak teman baru.”
Susan berdecak.
“Oh jadi begitu, setelah kamu punya kawan baru. Kawan lama kamu ini kamu lupakan begitu saja?” Susan sangat kesal dan Elizah terkekeh-kekeh.
“Enggak, Susan. Aku menganggap kamu seperti saudara sendiri. Aku baik-baik saja, San.”
Susan merasa lega mendengarnya.
“Sedang apa kamu, Zah?”
Elizah tertunduk dalam, “aku sedang menunggunya.”
“Dia bekerja?” tanya Susan dan Elizah mengiyakan.
Elizah terdiam mendengar ucapan Susan, Natta bekerja? Apakah Natta sedang berada di tempatnya bekerja? Elizah tadi sempat berpikir untuk menyusul tapi dia tidak tahu Natta dimana, dan sekarang dia yakin kalau Natta ada di tempat kerjanya.
Elizah berdiri terburu-buru.
“Susan, aku akan menghubungimu lagi nanti.” Elizah bertekad untuk menyusul Natta.
“Elizah, apa kamu sudah tahu tentang kepulangan Ali beberapa hari yang lalu?”
Ungkapan Susan membuat Elizah membeku, Ali sudah pulang? Terbayang lagi pesan-pesan yang dikirimkan Ali padanya. Ali janji akan datang menemui Abinya. Tapi sekarang, Elizah memilih untuk menyusul Natta terlebih dahulu. Ingin memastikan bahwa Natta baik-baik saja.
Panggilan dimatikan oleh Elizah, Susan di tempatnya keheranan dan merasa Elizah yang selama ini selalu antusias perihal sesuatu yang menyangkut Ali itu sekarang mendadak biasa saja.
🍃🍃🍃🍃
Natta memijit tulang di antara kedua matanya, ia merasa pusing sekali karena kurang istirahat. Bisa juga karena terlalu stress, sementara di hadapannya pekerjaannya begitu menumpuk. Natta bahkan tidak mau diganggu siapa pun.
Ketukan pintu terdengar.
“Masuk,” serunya dan pintu dibuka. Seorang pemuda mendekatinya dengan perasaan was-was, Natta sudah berpesan tidak mau diganggu tapi pemuda itu tidak tega melihat orang di luar menunggu.
“Maaf, Pak. Ada yang mencari Pak Natta di luar, dia sudah menunggu selama satu jam.”
Natta masih bersikap cuek.
“Siapa? Ada keperluan apa?”
Pemuda itu melihat keluar dari balik kaca jendela ruangan ber-AC tersebut.
“Katanya namanya Elizah.”
Natta langsung berdiri, membuat kursi yang dia duduki terjungkal. Dia meremas baju pemuda itu.
“Gila kamu!” Bentaknya dan pemuda itu terkesiap mundur, “kenapa nggak bilang dari tadi? Dia istri saya!”
“Maaf, Pak. Saya nggak tahu.”
Natta mendengus kesal, dia memperhatikan Elizah.
Pemuda itu berkeringat dingin, Natta melepaskannya dan meminta pemuda itu membawa Elizah masuk.
Elizah mematung di ambang pintu, melihat Natta yang terlihat tidak tertarik sedikitpun untuk meliriknya.
“Mas,” panggil Elizah.
Natta menoleh, mengarahkan tangannya agar Elizah mendekat. Elizah masuk dan Natta berdiri, dia menutup pintu serta gorden karena di luar ruangannya orang-orang begitu penasaran dengan sosok Elizah.
Elizah memperhatikan dan Natta menarik kursi, Elizah pun duduk dan Natta bersikap cuek padanya.
“Kenapa kamu nggak pulang?” tanya Elizah.
“Kenapa kamu ke sini? Kenapa nggak pergi bekerja bersama Adit?”
Elizah mendelikan matanya. Natta menyindirnya.
“Aku menunggu semalaman, sepanjang hari ini dan di sini, aku juga diminta menunggu satu jam.” Elizah mengeluh.
“Kenapa harus menungguku?” tanya Natta sambil mencuri pandang.
Elizah berusaha untuk tetap sabar.
“Aku khawatir,” kata Elizah singkat sambil menatap.
Natta berhenti memainkan ponselnya. Ungkapan Elizah barusan begitu menyentuh hatinya yang sedang sakit.
Mereka saling bertatapan.
Natta beranjak dari tempatnya, Elizah diam dan merasa bersalah atas semua yang dia katakan semalam. Natta duduk di tepian meja, membuat jarak mereka begitu dekat.
“Seharusnya kamu tidak datang ke sini.” Natta juga khawatir dengan keberanian Elizah mencarinya. Elizah menundukkan kepalanya.
“Aku pesankan taksi, ya. kamu pulang dulu,” kata Natta dan Elizah mendelik.
“Aku tahu kamu masih marah, kamu juga sengaja membuatku menunggu selama satu jam! Sekarang, kamu mengusirku.” Elizah bangkit perlahan, “aku bisa pulang naik Bus saja.”
Natta beranjak, berdiri menghadang langkah Elizah.
“Aku antar, tapi nanti aku harus kembali ke sini. Pekerjaanku masih banyak,” kata Natta serius. “Aku tidak mungkin tega membuatmu menunggu, aku memang sedang banyak pekerjaan dan meminta mereka di luar untuk tidak mengganggu.”
Elizah mempercayai penjelasannya.
“Aku minta maaf untuk semua ucapan kasarku semalam, Mas.” Elizah bersungguh-sungguh mengatakannya.
“Aku juga,” kata Natta tersenyum. Elizah membalas senyumannya.
Mereka akhirnya keluar dari ruangan dengan damai, Elizah menyelia sekitar lalu menatap pria yang berjalan di sebelahnya ini. Pantas saja Natta bekerja di bengkel tapi pakaiannya tidak pernah kotor. Itu bukan bengkel biasa, itu bengkel mewah.
Keduanya menjadi pusat perhatian, dan baru kali ini melihat istri dari sosok Natta yang mereka kenal galak, emosian itu.
“Istrinya cantik, ya. Penampilannya juga sopan,” kata mereka yang tak menyangka bahwa Natta mendapatkan perempuan seperti Elizah.
“Aku naik taksi saja,” kata Elizah dan Natta tidak yakin. “Kamu masih banyak pekerjaan. Aku tidak mau ada masalah dalam urusan pekerjaan kamu.”
Natta mengangguk setuju, kebetulan ada taksi lewat. Mereka memberhentikan taksi itu.
“Kabari aku jika sudah sampai,” pinta Natta.
“Iya,” balas Elizah masuk ke dalam taksi.
Natta menatap kepergian Elizah.
🍃🍃🍃🍃
Di desa, di kediaman keluarga Elizah. Mereka kedatangan Rizky, ia adalah kakak pertamanya Elizah. Dia datang tanpa anak dan istrinya. Ketika Elizah menikah, Rizky sedang berada di luar negeri, pekerjaan yang tidak bisa dia tinggalkan membuatnya tidak bisa hadir ketika Elizah menikah.
“Apa sudah ada kabar dari Elizah?” ujarnya mengemukakan tanya. Anita yang mendengar hanya melirik, ketenangan yang tercipta di wajahnya membuat Rizky yakin bahwa ibunya sudah berkomunikasi dengan Elizah.
“Abi sedang tidak ingin membahas masalah itu lagi,” kata Mirza yang masih saja memegang keras keegoisan.
Rizky mendelikan mata.
“Kenapa Abi bisa bicara begitu? Kenapa Abi tega menikahkan Elizah dengan laki-laki sembarangan,” tegasnya.
Mirza mengetatkan rahang.
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya