Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Sakit.
Bang Rama berlari sekuatnya menghindari kejaran Danyon.
"Apalah Bang Ahlam ini. Anak perempuan itu berkah." Gumamnya sambil ngos-ngosan mengatur nafas. "Lebih baik aku pulang saja. Dilan sudah sehat apa belum ya?"
:
Sampai di rumah, suasana terlihat begitu sepi. Bang Rama mengedarkan pandangan ke segala arah. Namun saat itu arah pandangmya tertuju pada satu titik. Ada beberapa percil darah di lantai.
"Dilan?????" Bang Rama segera masuk dan mencari keberadaan Dilan.
Satu persatu Bang Rama membuka pintu kamar, ia mencari di Dilan ke setiap sudut rumah tapi tidak ada Dilan disana. Perasaan cemas Bang Rama semakin menghantui.
"A_bang..!!" Terdengar suara lirih dari balik kebun.
Mata Bang Rama beralih pada suara tersebut. Sekujur tubuhnya membeku sesaat melihat Dilan terbaring tanpa daya bersimbah darah.
"Dilaaann..!!!! Kamu kenapa??? Siapa yang menyakitimu?? Dimana istrinya Hanggar???" Tanya Bang Rama.
"Mbaaak......."
Beberapa saat kemudian Mama Arlian tiba. Sungguh beliau kaget melihat keadaan Dilan. "Ada apa ini Ram?? Apa Dilan terpeleset?????"
"Seharusnya saya yang tanya. Kamu ada dimana??? Kenapa tidak jaga Dilan???" Bentak Bang Rama.
"Yang sopan kamu, Rama..!! Apa begitu caranya bicara dengan Mama????" Papa Hanggar balik membentak Bang Rama.
"Sudah Pa, jangan ributkan hal itu. Cepat kita bawa Dilan ke rumah sakit. Jangan sampai ada apa-apa dengan bayinya..!!" Kata Mama Arlian.
Bang Rama segera mengangkat Dilan dengan hati-hati dan membawanya ke mobilnya.
"Ayo kita ikuti Pa..!!" Ajak Mama Arlian.
"Biar dia urus sendiri istrinya."
"Apa Papa masih mau bersikap egois di saat seperti ini??????" Kata Mama Arlian.
"Biar saja. Anak kurang ajar, anak yang tidak pernah bisa punya rasa hormat pada orang tua. Lagipula yang di perut itu............."
"Papa..!!!!!! Teriak Mama Arlian sampai menghentikan ucapan Papa Hanggar. "Tega sekali Papa bicara seperti itu. Anak itu tidak berdosa."
Mama Arlian beranjak pergi dan jelas saat itu Papa Hanggar begitu takut melihat kemarahan Mama Arlian.
"Maaf Ma, Papa tidak bermaksud seperti itu. Papa hanya tidak suka dengan sikap Rama yang tidak menghormatimu." Jawab Papa Hanggar.
"Mama tidak pernah gila hormat. Apa pernah seorang ibu mengharapkan balas dari anaknya. Seorang ibu hanya menginginkan anak-anaknya bahagia dan melihat anak-anak bahagia, Mama juga akan bahagia. Jika anak-anak ingin aku kembali ke tanah, maka aku pun akan melakukannya." Kata Mama Arlian.
"Lalu bagaimana denganku? Apa di hatimu hanya ada anak-anakmu saja?? Bagaimana denganku yang mencintaimu dan ingin kamu tetap ada bersamaku????" Tanya Papa Hanggar.
Mama Arlian mulai menangis. Beliau menarik tangan Papa Hanggar lalu mengajaknya menyusul Bang Rama.
"Abang tidak mau menemui anak itu..!! Apa kamu tidak ingat, untuk menjadikannya seorang tentara saja Abang harus menghajarnya habis-habisan. Dia jual pakaian hasil desainnya yang aneh di jalanan. Dia juga pernah jadi preman dan tawuran di jalan." Tolak Papa Hanggar.
"Apakah jual pakaian itu haram?? Taukah Abang, sifat Rama itu seratus persen sifat Abang. Apakah Abang yang batu juga akan menghantam batu????? Rama itu trauma, dia melihat ibunya meninggal saat melindungi Abang dan Abang malah membelaku. Apakah Abang tidak pernah bisa membayangkan bagaimana perasaannya???? Yang Rama tau Papanya tidak pernah pulang, dia rindu, masa kecilnya hilang. Aku yang tidak bisa 'menyelamatkan' Rama, untung saja mental Rama sangat kuat."
Papa Hanggar bagai terhantam oleh kata-kata Mama Arlian. Sejenak beliau memejamkan matanya. Hatinya pun perlahan melunak. Pada akhirnya ada kenyataan yang tidak pernah bisa di ubahnya.
"Ayo kita temani Rama..!!" Papa Hanggar menggandeng tangan Mama Arlian.
...
Tangan Bang Rama mengepal kuat, hatinya masih menduga bahwa Mama Arlian yang telah mencelakai Dilan hingga akhirnya ada kata yang sempat terputus keluar dari mulut Dilan.
"Mbak?? Mbak siapa yang kamu maksud????" Rasa frustasi Bang Rama sungguh mengacaukan jalan pikirnya hingga sampai seseorang menyentuh bahunya.
"Bang."
Bang Rama pun menoleh. Ia sama sekali tidak mengenal sosok tersebut.
"Siapa ya?"
"Saya Mala, kakaknya Dilan." Jawab gadis tersebut.
Kening Bang Rama berkerut, ia memperhatikan gadis itu mulai ujung rambut hingga ujung kaki. Nampak anggun, rapi dan mempesona. Penampilan jauh dari Dilan yang lebih mirip seperti anak jalanan. Sejenak Bang Rama terdiam namun kemudian melebarkan senyum ramah.
"Jadi kamu kakaknya Dilan?"
Mala mengangguk dengan senyum bahagia kemudian langsung memeluk Bang Rama. Senyum Bang Rama seketika memudar dan mendadak datar namun saat Mala menyudahinya, senyum Bang Rama kembali tersungging.
Tepat saat itu Papa Hanggar melihat kelakuan putranya. Amarahnya pun merangkak naik tapi Mama Arlian menahannya.
"Jangan ikut campur urusan anakmu, Pa. Tugas kita hanya mendampingi saja." Bisik Mama Arlian.
Mama Arlian mengajak Papa Hanggar untuk menghampiri Bang Rama.
"Oyaa Mala, ngomong-ngomong bagaimana kamu tau kalau Dilan ada di rumah sakit?" Tanya Bang Rama dengan wajah takjubnya.
.
.
.
.