Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Masa Kecil.
Sosok jangkung berkulit kuning langsat dan berwajah oriental sedang tersenyum ramah pada Dilara. " Boleh saya duduk di sini ? " Ucapnya mengangguk hormat menunggu tanggapan wanita anggun itu.
Mata teduh Dilara menatap nanar pada sosok itu. Otaknya mencoba mengingat siapa sosok yang bediri di depannya. " Seperti tidak asing. Bukankah dia yang menyapaku sewaktu aku menyanyi beberapa waktu lalu ? " Batin Dilara.
" Ekheem...boleh saya duduk di sini ? " Ulang sosok itu berdiri salah tingkah ditatap sedemikian rupa oleh Dilara.
" Aah... I-iya ! Silahkan ! " Dilara tergagap ketauan sedang menelisik orang tersebut.
Laki-laki itu tersenyum manis dan duduk di seberang meja bundar tempat Dilara duduk. " Terima kasih. " Ucapnya sedikit canggung.
" Ternyata kamu tidak pernah berubah. Suka termenung dan lupa dengan sekitar. " Ucap sosok jangkung itu seolah sangat mengenal Dilara.
Dilara tersenyum tipis menatap wajah orang tersebut dengan wajah bingung. " Maaf, apa kita saling mengenal sebelumnya ? " Tanya Dilara to the point.
Lagi-lagi orang itu terkekeh pelan. " Apa sebesar itu perubahan pada diriku sampai kamu tidak mengenaliku ? Atau memang aku tidak pantas ada di memorimu ? " Ungkap orang itu diplomatis.
Wanita cantik itu menyesap caramel latte-nya dengan gaya anggun. " Aku tidak suka bermain teka-teki. Terlalu banyak yang perlu dipikirkan, dan otakku terlalu kecil untuk memecahkah sebuah misteri. " Ujar Dilara datar tanpa emosi. Dia merasa kesal saja, saat kepalanya sedang pusing memikirkan rumah tangganya, tiba-tiba ada orang datang bermain teka-teki dengannya.
" Konsep cafe yang menarik. Mengambil view sunset yang menyenangkan. Pantas saja cafe ini viral di dunia nyata mau pun di dunia maya. Konsep instragramable, cocok menjadi spot nongkrong yang cozy. " Celetukan orang itu membuat Dilara memutar bola matanya jengah. Ucapannya yang di awal tadi sungguh tidak punya hubungan dengan ucapannya barusan.
" Setiap akhir pekan aku pasti akan berkunjung ke sini. Aku tidak menyangka, owner cafenya adalah teman masa kecilku. " Imbuh laki laki itu disertai kekehan kecil, tanpa peduli tatapan jengah dari Dilara.
" Hhff..maaf ! Aku tidak mengingatmu. " Ketus Dilara. Alih-alih mencari tau orang di depannya, dia kadung kesal dengan sosok pria itu.
Pria itu terbahak. Bukannya tersinggung dengan ucapan Dilara, dia malah merasa lucu dengan wajah kesal wanita tersebut.
" Koh Tacheng. Anak laki-laki culun yang menjadi sasaran bully teman-temannya. Kaca mata bulat yang membuatnya terlihat tambah culun dan selalu diolok si kaca mata kuda. Beruntung ada gadis cantik dan pemberani yang selalu melindungi anak laki-laki itu. Gadis cantik itu selalu ngajak gelut anak-anak yang nge-bully Koh Tacheng. " Tutur pria itu dengan tatapan menerawang.
Dilara tersentak. " Koh Tacheng !? " Ujarnya terkejut. Netra teduh itu seketika menelisik si Pria. " Ini kamu ?! " Pekiknya seraya menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Kelopak matanya membulat sempurna saking tidak percayanya.
" Hmm.. Ya, ini aku si ' Koh Tacheng. " Kekehnya lagi membuat matanya semakin menyipit.
" Astagaa..! Sumpah kau beda sekali ! " Pekik Dilara lagi dengan senyum mengembang. Dia tidak sangka laki-laki di depannya adalah teman masa kecilnya. Dan panggilan Koh Tacheng itu dia menyematkan nama tersebut pada bocah culun temannya itu.
Koh Tacheng adalah temannya sewaktu kelas enam SD. Kala itu Koh Tacheng yang punya nama asli Deny Liong itu adalah murid pindahan dari kota Makassar. Penampilannya yang culun membuat anak keturunan China-Bugis itu selalu menjadi sasaran bully dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya Dilara lah satu-satunya anak yang mau berteman dengannya. Dia selalu melindungi Deny dari bullyan teman-temannya.
" Kau tidak berubah. Tetap ceria dengan wajah sendumu. Selalu tersenyum ramah dan menenangkan. " Gumam Deny tapi masih terdengar di telinga Dilara.
" Ada-ada saja. " Tukasnya lalu tertawa pelan. " Kemana saja kau selama ini ? Pas kelulusan SD aku tidak pernah melihatmu lagi. " Ucap Dilara, sejenak melupakan kegundahan hatinya.
" Aku dibawa pindah ke Surabaya sama Papa Mama aku. Selesai kuliah, aku baru balik lagi ke sini. " Sahut Deny tak henti menatap wajah Dilara.
Dilara mebuang tatapannya ke arah matahari tenggelam. " Rupanya langganan tetapku adalah teman masa kecilku. Kenapa tidak langsung menyapaku ? " Tanyanya tanpa menatap wajah Deny. Jujur, dia merasa risih ditatap sedemikian rupa.
" Aku masih ragu menyapamu. Aku takut kau mengacuhkanku. " Tukas Deny sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
" Tapi ternyata kau tidak pernah berubah. Kau selalu ramah dengan siapa saja. " Imbuhnya lagi.
Dilara tertawa renyah. Tawa yang akhir-akhir ini menghilang dari dirinya. " Kau pikir aku power ranger. " Ujarnya menggeleng kepala merasa lucu dengan ucapan Deny, dan Deny ikut tertawa melihat tawa lepas dari Dilara.
" Btw, kau buang kemana kaca mata kudamu ?! " Ucap Dilara setengah meledek. Saat ini memang Deny sudah tidak memakai kaca mata, mungkin dia hanya memakai softlens. Wajah oriental itu semakin menawan tanpa kaca mata. Kulit wajahnya yang putih bersih semakin terlihat jelas tanpa alat bantu penglihatan itu.
" Di musuemkan. " Pungkas Deny sambil terbahak lagi. Keduanya tertawa lepas merasa bahagia bisa bertemu kembali dengan teman masa kecil.
Keceriaan keduanya tidak lepas dari sorot sepasang mata elang yang menyorot tajam. Tatapan netra hitam pekat itu berasal dari halaman hotel.
" Jangan menambah daftar hitam dalam catatan Dilara. Biarkan dia melepas bebannya sesaat. Dia bukanlah tipikal wanita gampangan. Abi yakin, laki-laki bersamanya adalah sahabatnya. Dia tahu menjaga marwahnya. " Cegah Abi pada Fikri saat putranya itu hendak mendekati Dilara.
Sepasang ayah dan anak itu baru saja keluar dari dalam hotel milik mereka. Keduanya baru saja menyelesaikan meeting dengan client yang mau memakai hotel mereka untuk resepsi pernikahan anaknya.
lanjut thor
..