"Pokoknya aku mau Mama kembali!"
"Mau dibawa kemana anakku?!"
"Karena kau sudah membohongi puteriku, maka kau harus menjadi Mamanya!"
Tiba-tiba menjadi mama dari seorang gadis kecil yang lucu.
"Tapi, mengapa aku merasa begitu dekat dengan anak ini ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linieva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Enam Belas
Alisha tidak mau mengganggu Sadewa dan Miranda yang dipikirnya sedang bermesraan. Sehabis makan malam, dia menemani Anisha di kamarnya, sambil mengobrol dan berceloteh seperti anak kecil.
“Cinderela memakai gaun yang sangat indah, sepatu kaca yang cantik. Kereta kuda juga sudah disiapkan oleh ibu peri untuk mengantarkan Cinderela ke pesta.” Alisha sedang membacakan buku dongeng untuk Anisha yang bersandar padanya. Mereka berdua, sama-sama menikmati buku dongeng bergambar dan berwarna.
Tok! Tok! Tok!
“Masuk.”
‘Siapa yang datang ya? Apa si Dewi atau…?’
Ceklek!
Alisha dan Anisha melihat kearah pintu karena ingin melihat siapa yang datang, “Papa…?”
“Dewa?”
‘Kenapa dia yang datang ke sini? Bukankah seharusnya dia bersama… pacarnya?’
“Dewa… tunggu sebentar, aku ingin bicara-
Tidak mau menunggu lebih lama, Sadewa menutup pintu untuk menghalangi Miranda masuk.
“Akkhh… aduh…” ujung hidung Miranda terbentur daun pintu dan merintih kesakitan. Tapi Sadewa tidak perduli.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Dewa berjalan menghampiri puteri dan pengasuhnya. Alisha sampai terheran dengan Sadewa yang begitu mengabaikan Miranda.
“Aku sedang membaca buku dongeng untuk Anisha.”
“Papa… Papa, Mama baca Sindeeya…”
“Oh. Lagi baca buku dongeng rupanya.”
“Mmm, kenapa kamu di sini?”
“Kenapa? Apa aku salah melihat anakku?”
“Enggak, gak salah, tapi.. apa gak apa-apa sama pacar kamu?”
“Pacar yang mana?”
“Noh, yang dibalik pintu, diluar.”
“Papa… Papa, Anis gak mau tante itu di sini. Anis gak mau punya mama bayu. Anis mau sama Mama!” Anisha, yang duduk ditengah dua orang dewasa itu, memeluk Alisha.
“Aku gak bicara aneh-aneh loh sama Nisha.”
“Aku tidak bilang apa-apa, kenapa kau mengira aku bertanya seperti itu?” tanya Sadewa.
“Anisha, ini sudah malam, kamu harus tidur sekarang. Papa akan di sini menjagamu sampai kamu tidur.” Sadewa membantu Anisha untuk berbaring.
“Alisha, kau kembalilah ke kamarmu.”
“Gak mau!” Anisha keberatan. Dia kembali memeluk Alisha, tidak mau berpisah dengannya.
“Anisha? Dia juga kan harus tidur. Masa kamu gak mau dia tidur?”
“Mama kan bisa tiduyl di sini. Papa saja yang tiduyl di kamalnya. Atau gak, Mama dan Papa tiduyl disini saja sama Anish.” Dia tersenyum lebar.
“Apa?” Alisha dan Sadewa saling melihat.
“Jangan dong Nak.”
“Kenapa Ma? Mama gak suka sama Papa? Papa sih, kenapa suka mayah-mayah sama Mama.”
“Bu-bukan, bukan begitu Nisha.” Alisha tidak mau Anisha jadi membenci papanya karena dirinya.
“Papa minta maaf, Anisha. Papa janji gak akan marah-marah lagi.”
“Kalau begitu, Mama dan Papa mau kan, tiduyl bayeng di sini?”
“Anis, Mama kalau tidur, gak bisa tenang loh. Kadang-kadang, kakinya nanti ke sana, kadang ke situ, takutnya, kaki Mama kena sama kepala Anisha. Jadi, Mama tidur di kamar sendiri ya.” Alisha tetap membujuk Anisha agar tidak memaksa mereka tidur bersama.
“Alisha, turuti saja.” Kata Sadewa memberi tatapan penekanan.
“Ta-tapi..
“Aku bilang, mari kita tidur saja di sini, sekarang!” walau suaranya pelan, tapi nadanya membuat siapapun yang mendengarnya, tahu kalau dia sedang menahan emosi.
“Iya… sudah deh kalau begitu. Mama tidur di sini.”
“Yyeeess… asik…” Anisha mengangkat kedua tangannya keatas saking senangnya.
“Nah, mari kita tidur sekarang. Anak kecil tidak boleh tidur terlalu malam. Kamu bilang, mau cepat tinggi kan?” Sadewa membaringkan Anisha lagi dan menyelimutinya. Anak berusia empat tahun itu berbaring ditengah mereka.
Mau tidak mau juga, dua orang dewasa itu harus mengalah untuk anak kecil agar tidak merajuk. Telapak tangan Alisha menepuk pelan tubuh Anisha agar segera tidur.
Satu jam kemudian….
Alisha terbangun, keluar dari selimut yang sama mereka pakai dan turun dari tempat tidur.
“Kau mau ke mana?” tanya Sadewa yang juga sudah bangun.
“Eh..? Anda bangun juga?” padahal sedikit lagi dia akan membuka pintu dan keluar.
“Karena suaramu, aku jadi terbangun.” Sadewa menggaruk kepalanya, “Kau mau ke mana?” dia mengulang pertanyaannya lagi.
“Saya mau kembali ke kamar sendiri.”
“Kenapa?”
“Kan Anisha sudah tidur, dan anda juga ada di sini. Anda bisa menjaganya selama dia tidur. Ranjangnya juga tidak muat, jadi biar aku kembali ke kamarku.”
“Tidak usah. Aku saja yang ke kamar, kau disini saja.”
“Tapi-
“Mmm… Mama…” Anisha memanggil Alisha tapi tidak membuka matanya.
“Kau dengar itu kan? Cepat kembali berbaring ke sini sebelum dia bangun dan merengek lagi.” Sadewa berdiri dan turun dari tempat tidur, “Papa… Papa mau kemana?” akhirnya Anisha terbangun, membuka mata, “Mama?” dari baring, Anisha pun bangun ketika melihat Alisha di dekat pintu.
‘Kau lihat kan? Karena kau, anakku jadi bangun. Cepat kembali ke sini sekarang!’ seperti itulah arti dari tatapan mata Sadewa pada Alisha, yang membuatnya untuk kembali ke tempat tidur bersama mereka berdua, “Mama… tadi dari kamar mandi. Ayo, kita tidur lag ya.” dengan suara yang lembut, dia berbaring lagi, dan menyelimuti dirinya.
Anisha pun ikut berbaring dan memeluk Alisha dari samping memiringkan tubuhnya, “Papa, ayo bobok.”
“Iya Sayang.”
Dan akhirnya, malam itu, mereka bertiga pun tidur bersama di kamar, dan tempat tidur yang sama. Tidak ada yang bangun lagi untuk berpindah tempat sampai pagi hari tiba.
Pagi hari berikutnya, Sadewa yang bangun lebih dulu. Dia meregangkan kedua tangannya keatas dan masih menguap. Ketika melihat kesamping, Anisha dan Alisha masih tidur saling berhadapan.
‘Sepanjang malam anakku hanya tidur melihat wajah pengasuhnya. Lalu, untuk apa aku dipaksa tidur bersamanya juga?’
Tidak mau mengganggu mereka agar tidak terbangun, Sadewa turun pelan-pelan.
“Hmmm..” tidak lama kemudian, Alisha juga bangun. Alisha dan Sadewa sama-sama saling melihat, “Anda sudah bangun? Selamat pagi, Tuan Sadewa.” Sapanya dengan berbisik.
Tapi Sadewa hanya mengangguk tanpa kata.
Baru saja membuka pintunya, “Selamat pagi Dewa..” suara keras dari Miranda sampai membuat Anisha pun terbangun.
Sadewa dan Alisha kesal karena suara keras dari wanita itu, mungkin dia sengaja menunggu didepan pintu kamar Anisha.
“Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau tidak pulang?” tanya Sadewa. Dia keluar lebih dulu dan menutup pintunya. Ketika dia keluar, Miranda melihat Alisha di dalam kamar yang sama.
“Dewa, apa tadi malam kau… kau tidur dengan perempuan itu??”
“Kau tidak berhak tahu. Aku tanya, kenapa kau masih di rumahku?”
“Dewa, aku kan calon isteri kamu. Kenapa kau kasar sekali padaku. Kesalahan apa yang aku lakukan sampai kau membenciku seperti ini?” Miranda memeluk lengan Sadewa.
“Miranda!” Dewa menarik tangannya, “Sudah aku bilang, aku tidak pernah memutuskan kalau kau akan menjadi isteriku. Aku tidak menjanjikan akan menikah denganmu.”
“Ta-tapi, dulu… dulu kau bilang, kau ingin mencari mama baru untuk Anisha. Aku… aku sudah bersedia seperti ini, Dewa.”
“Itu kalau kau bisa mengambil hati anakku. Tapi, seperti yang kita lihat, kau tidak akrab padanya. Sekarang, tolong pergi dari sini.”