Welcome Yang Baru Datang☺
Jangan lupa tinggalkan jejak, Like, Vote, Komen dan lainnya Gais🌹
=====================================
Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuan Lewis, ayahmu!
Pagi menjelang, Lewis sudah bangun terlebih dahulu dan memilih untuk pergi ke kamar anak-anaknya.
Wajah tegas pria tampan itu terlihat tersenyum sepanjang pagi. Bahkan para pelayan yang berpapasan dengannya dibuat terheran dengan sikap Lewis pagi ini.
Ia menatap wajah Devon dan Diego bergantian. Sangat tampan dan berkharisma.
Begitu pandai aku membuat mereka!. Batinnya dengan bangga.
Ia masih menunggu informasi dari Diego agar bisa memastikan dengan benar dugaannya. Walaupun ia merasa tes DNA itu percuma dilakukan.
Ia duduk di pinggir ranjang sambil tersenyum. Hingga Devon menggeliat dan menatap Lewis dengan wajah bantalnya.
"Om ngapain di sini?" ketusnya membuat senyum Lewis pudar seketika.
Mendengar suara Devon, Diego juga merasa terusik dan kesal. "Kak, kamu bangun terlalu pagi! Ayo tidur lagi, ibu juga belum bangun," lirihnya sambil memeluk Devon dan mengelus punggung saudara kembarnya itu.
Hati Lewis menghangat. Mereka saling menyayangi satu sama lain.
"Om sana pergi, jangan ganggu istirahat kami!" ketus Devon sebelum kembali terlelap.
Lewis mengangguk, ia tidak menyangka jika dua pria kecil ini tidak takut kepadanya. Irene memang benar, mereka sangat galak jika merasa tidurnya terganggu.
Diego dan Devon sudah lebih baik, mereka sudah tidak demam lagi dan bahkan sudah bisa mengerjai neneknya.
Lewis kembali ke kamar. Karena pingsan semalam, ia tidak jadi menghukum Irene. Ia harus memikirkan cara, bagaimana menjelaskan kepada Diego dan Devon jika ia adalah ayah mereka.
Itu pasti akan terasa sulit.
Ketika membuka pintu kamar, ia melihat Irene yang sudah terbangun dengan wajah pucat pasi dan matanya yang sayu.
Dia terlihat cantik dan menggoda. Namun fokusnya terhenti ketika mendengar bunyi ponsel di atas meja.
Lewis langsung melihatnya dan tersenyum bahagia. Hasil Tes DNA sudah ia terima dengan hasil 98% mereka adalah anak kandungnya.
"Irene, kau tidak bisa mengelak lagi! Hasil tes DNA sudah menunjukkan kebenarannya," ucap Lewis tersenyum sinis.
Irene hanya terdiam dan menatap Lewis dengan lekat. Masih ada rasa takut dalam hatinya, namun ia tidak peduli. Bagaimanapun nanti keputusan laki-laki ini, ia akan tetap membawa kabur anak-anaknya.
"Bersiaplah! Kita akan pergi ke luar hari ini!" titah Lewis.
Irene yang masih merasa lemas, merasa enggan untuk turun dari ranjang.
"Bisakah kita pergi besok, Tuan? Saya merasa tidak enak badan," lirihnya kembali berbaring.
Lewis hanya menatapnya dengan lekat. "Ibu dan anak sama saja!" lirihnya.
Ia memilih untuk bersiap ke kantor, pagi ini ia kedatangan tamu penting yang harus disambut dengan baik.
Sementara itu di kamar si kembar, Devon enggan tertidur kembali setelah wajah Lewis terbayang dalam mimpinya.
Apa dia akan menerima kami sebagai anak? Bahkan sampai sekarang, Ibu masih merahasiakannya dari ayah badjingan itu. batin Devon.
Namun hatinya terasa sedikit menghangat ketika melihat wajah Lewis yang tersenyum. Jarang sekali ia melihat hal itu terjadi.
Devon masih bermenung tanpa bergerak agar tidak membangunkan Diego. Hingga adik kembarnya menggeliat barulah ia membangunkannya.
"Dek, ayo kita lihat Ibu! Ayah badjingan itu sudah pergi bekerja!" ajak Devon.
Diego yang setengah sadar, hanya bisa mengangguk dan mengikuti langkah kaki Devon menuju kamar sang ibu.
"Mau kemana tuan muda?" tanya Pak Man.
"Bapak siapa?" tanya Diego was-was dan melindungi Diego.
"Saya kepala pelayan di rumah ini. Panggil Pak Man saja," ucapnya.
"Bapak orang jahat juga kan?" ketus Diego. "Jangan dekat-dekat, atau kami akan lapor kepada polisi!" sambungnya dengan galak.
Devon menarik tangan Diego agar tidak banyak bicara. Mereka segera melangkah menuju kamar Irene tanpa memedulikan apapun lagi.
Sementara itu Pak Man hanya menatap mereka dengan lekat. Pandangannya terputus setelah memastikan jika mereka masuk ke dalam kamar yang benar.
"Ibu?" panggil Diego ketika melihat Irene masih terlelap.
"Apa ibu sakit?" tanya Devon.
Mereka menaiki kasur dengan sedikit kesulitan. Diego segera memeriksa dahi Irene dan mengecupnya dengan lembut hingga membuat wanita cantik itu terbangun.
"Kalian?" pekiknya terkejut. "Mana Tuan Lewis, Nak?" tanya Irene khawatir.
"Dia sudah pergi, Ibu. Apa Ibu sakit?" tanya Diego cemas.
Di dalam sakunya ia masih menyimpan plaster demam. Dengan telaten ia segera merekatkannya ke dahi Irene dan kembali mengecupnya.
"Cepat sembuh, Ibu! Jangan sakit-sakit," ucap mereka berdua.
Hati Irene langsung menghangat dan memeluk mereka berdua. Ia menghela napas, sudah saatnya ia berbicara dengan jujur siapa ayah mereka sebenarnya.
"Diego, Devon?" panggil Irene dengan begitu lembut.
"Iya, Ibu. Apa Ibu haus?" tanya Mereka.
"Tidak, Nak. Ada yang mau ibu bilang," ucap Irene membuat jantung mereka berdetak kencang.
"Ada apa, Bu?" tanya Devon tidak siap.
Mendengar perdebatan semalam, ia tau jika Lewis akan bergerak lebih cepat.
"Sebenarnya kalian punya ayah," lirih Irene dengan bibir yang bergetar.
Diego dan Devon hanya terdiam. Mereka sudah mengetahuinya. Namun tidak mungkin untuk memberitahu Irene tentang ini.
"Kalau nanti ayah datang terus mau membawa kalian bagaimana?" tanya Irene tercekat.
Devon mengetahui apa yang coba dikatakan oleh Irene. "Bu, kami akan tetap bersama ibu. Biar kami gak punya ayah, asal kami masih punya ibu," ucapnya dengan lembut.
Irene meneteskan air mata. "Ibu takut, Sayang!" keluhannya sambil memeluk mereka dengan erat.
"Apa ayah kami Tuan Lewis?" tanya Diego lirih.
Irene menegang, ia memejamkan mata dan mengangguk. Mau sekarang ataupun nanti mereka akan mengetahuinya.
Devon dan Diego terdiam. Akhirnya kata itu terucap dari mulut wanita cantik itu.
"Ibu, kalau Tuan Lewis jahat. Kita bisa pergi dari sini dan jangan kembali lagi," ucap Diego lirih.
"Iya, Bu! Dia bukan orang baik. Mereka di sini bukan orang baik Bu!" tegas Devon.
Irene hanya tersenyum menatap kedua pria kecilnya. "Mereka orang baik, Sayang. Walaupun terlihat galak, Tuan Lewis itu baik. Jadi, jangan membencinya karena dia ayah kalian," tegas Irene.
Devon menggeleng. "Bu, jangan berbohong! Ibu gak pernah punya bekas luka di leher," tukasnya yang jeli.
Irene gelagapan. "Sayang, kalau tuan Lewis itu jahat, ibu sudah kabur dari lama. Kenapa harus menunggu selama ini untuk pergi?" tanya Irene membuat mereka berdua bungkam.
"Ibu, Bolehkah kami meminta waktu untuk menerimanya?" tanya Diego.
"Tentu, Sayang! Selama apapun, itu hak kalian. Asalkan jangan membencinya!" ucap Irene tersenyum manis.
Dua pria kecil itu hanya mengangguk dan memeluk Irene dengan erat.
*
*
*
"Terima kasih atas kepercayaan anda, Tuan Zhole!" ucap Lewis dengan wajah datar.
"Tentu saja, Tuan Lewis. Ini sudah seharusnya terjadi, mengingat anda pernah menjalin hubungan dengan putri saya. Dalam waktu dekat, dia akan kembali," ucap Tuan Zhole tersenyum.
Wajah Lewis terlihat semakin menggelap. Ia hanya mengangguk karena malas membahas hal ini.
Ia mengantarkan Tuan Zhole keluar. "Kami sudah tidak ada hubungan apapun lagi! Saya sudah menikah, jadi tolong profesional anda atau kita batalkan saja kerja sama ini," tegas Lewis membuat senyum Tuan Zhole memudar.
Ia hanya mengangguk dan bergegas untuk pergi dari sana.
Tepat ketika Lewis kembali masuk ke dalam ruangan, Clara datang bersama dengan Marisa dengan angkuh.
"Lewis," panggil Marisa.
"Aku sudah menikah, Mom! Jangan memaksaku lagi!" tukasnya.
"Kamu masih bisa menjadikan Clara sebagai simpanan!" ucap Marisa dengan enteng.
di tunggu bab selanjutnya ya🥲🥲