Kisah cinta anak SMA terhadap seorang dokter tampan yang baru saja dikenalnya di sebuah pesta ulang tahun temannya. Sonia demikian mabuk kepayang dan jatuh cinta pada dokter Monark, tanpa dia menyadari bahwa dia menjadi target sang dokter. Segala nasehat kakaknya tentang pribadi sang dokter, sama sekali tidak didengarkan. Tapi situasi bisa saja berubah. Bagaimana kelanjutan cinta Sonia dengan dokter Monark?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 : PERMINTAAN MAAF DONI
Esoknya Sonia demam serta batuk. Seharusnya hari itu gilirannya dinas di dapur. Terpaksa digantikan oleh Kirana. Untung sekali kakinya yang terkilir sudah tidak terlalu nyeri. Cuma bengkak sedikit. Monark melarangnya turun dari ranjang. Sonia menurut. Tidak ada rasa terpaksa. Bahkan dia merasa senang karena Monark memperhatikannya. Cuma hatinya masih bertanya tanya tentang pertengkaran kakaknya dengan Monark. Bagaimana cerita yang sebenarnya? Dia benar benar ingin tahu.
Siangnya ada kejutan. Sebuah buket bunga yang amat manis datang, diantarkan kurir. "Untuk nona Sonia. Maaf telah mebuatmu takut. Dari Doni."
Kirana mengerutkan dahi. Jadi Sonia pergi juga ke rumah krem berbalkon bundar itu? Kenapa pembantunya menggeleng? Dan kenapa dia begitu ketakutan? Apa sebenarnya yang terjadi? Semalam tak ada waktu untuk menanyakan apa yang terjadi. Mereka terlalu sibuk mengurusi Sonia. Menyelimuti, memberi botol air panas, membawakan makanan, dan lain lain.
"Mari aku yang bawa buket itu ke atas," kata Kirana lalu naik ke lantai dua. Sonia terbaring, masih demam. Tapi dia sadar. Ketika dilihatnya buket itu, wajahnya bercahaya. Tapi ketika tahu dari siapa, mendadak air mukanya guram.
Kirana meletakkan buket itu di meja, lalu duduk di samping ranjang. "Apa yang terjadi dengan Doni? Kau ke rumahnya, bukan? Kenapa dia bilang bahwa dia telah mebuatmu takut?"
Seperti pembantu tua kemarin, Sonia juga cuma menggeleng, sehingga Kirana hanya bisa menduga duga. "Kau tidak diapa apakan, bukan?" Sonia terus menggeleng. Akhirnya Kirana pergi lagi, karena tugas di dapur menunggu.
Siang hari, sebelum pergi praktek, Monark datang menjenguk. Tapi Sonia sedang tidur. Setelah makan obat, demamnya agak reda. Monark merasa lega. Malamnya, ketika pulang praktek, dia menjenguk lagi. Sonia ternyata sudah tidur.
Mendengar derit pintu kamar adiknya, Kirana yang sudah bersiap mau tidur, ke luar. Ketika dilihatnya Monark, dahinya langsung berkerut.
"Kalau seperti itu, usiamu pasti bertambah lima tahun," kata Monark mengejek. Wajah Kirana makin geram mendengar sindiran itu.
"Tak usah kau urus berapa usiaku! Yang penting, jangan ganggu adikku!"
"Boleh. Tapi kan ada syaratnya?! Siapkah kau memenuhinya?" Matanya yang tajam seperti mata elang merayap di sekujur tubuh Kirana yang hanya ditutupi sehelai gaun tidur tipis. Gemetar Kirana menahan marah. Wajahnya serentak merah padam. Dia merasa ditelanjangi. Monark amat pandai memainkan lakon seperti yang dikehendakinya. Dia bisa membuat gadis segarang apapun tersipu sipu dihadapannya. Apalagi Kirana yang lembut dan pendiam.
Merasa kalah angin, tanpa berkata lebih lanjut, sambil menahan rasa dongkol dan malu, Kirana berbalik dan masuk lagi ke kamarnya.
Malam sudah agak larut, ketika mendadak terdengar suara gitar dari halaman. Sangat jelas sekali. Berarti pemainnya ada di dekat rumah. Atau bahkan di halaman! Tidak ada nyanyian. Hanya denting gitar dengan nada nada yang apik mengalun amat lembut. Seolah mewakili perasaan pemetiknya yang kesepian. Kirana ingin mengusir orang itu, karena takut mengganggu adiknya. Bukankah adiknya perlu istirahat. Tapi dari kamar sebelah terasa sunyi, tidak ada suara orang yang resah tak bisa tidur. Berarti Sonia tidak terganggu dan tetap lelap dalam tidurnya. Mungkin dia bermimpi sedang berdua dengan Monark (semoga jangan) atau.... malah bermimpi melihat kakaknya bertengkar dengan Monark di hadapannya. Ah, Kirana tak mau berandai andai. Semoga saja, bila Sonia benar benar mendengar pertengkarannya dengan Monark, dia bisa menyadari tujuan Monark mendekatinya. Akhirnya, dibiarkannya saja gitar itu. Lambat laun, lagu lagu melankolis itu membuatnya terbuai juga.