Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Maaf, Arumi." Ucap Erlan lirih setelah tahu reaksi Arumi atas apa yang ia lakukan.
Reaksi karena ciuman mereka yang sempat membuat Arumi terbuai.
"Kamu gak papa?" tanya Erlan lagi seraya menyentuh tangan Arumi.
Arumi refleks menepis tangan Erlan dengan kasar.
"Erlan, bisa kamu tinggalin aku!" Ucap Arumi dengan suara gemetar.
Raut wajah Erlan seketika berubah murung setelah mendengar ucapan Arumi. Karena secara tak langsung Arumi sudah mengusirnya dari sina.
Pikiran Arumi kini sangat kalut. Ia tak tahu reaksi seperti apa yang harus ia tunjukkan setelah perbuatan mereka tadi.
"Arumi, kamu marah sama aku?" Tanya Erlan sendu.
"Erlan, tolong tinggalin aku!" teriak Arumi pada Erlan.
Ini pertama kalinya Arumi menunjukkan reaksi yang seperti itu. Reaksi marah yang bukan menjadi kebiasaannya.
Erlan terdiam sejenak. Ia sedikit syok karena melihat Arumi yang terlihat marah padanya.
"Oke. Aku akan pergi, Arumi." Erlan beranjak keluar dari dapur Arumi.
"Maaf ya, Arumi!" Ucap Erlan pelan untuk yang terakhir kali sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Arumi.
***
Seharian itu Arumi mengurung diri di dalam kamar. Ia terus teringat dengan apa yang sudah ia lakukan bersama Erlan. Perasaan berdosa terhadap Ibrahim terus terngiang.
Ya, Arumi sudah berkhianat pada Ibrahim. Arumi bukan lagi seorang istri yang baik.
Tapi di sisi lain, entah kenapa Arumi sangat menyukai apa yang sudah ia lakukan bersama Erlan.
Ciuman Erlan, sudah membuat jantung Arumi berdebar. Perasaan yang sudah lama tak pernah ia rasakan.
Arumi sudah jatuh cinta pada Erlan dan ia tak bisa lagi memungkiri itu.
Tapi, bukankah perasaan itu tak seharusnya ada. Arumi sudah bersuami, Erlan juga sudah beristri.
Hubungan mereka berdua adalah sesuatu yang salah. Hubungan mereka tak akan mungkin memiliki masa depan.
***
Drt... Drt ... Drt
Arumi menerima satu pesan dari Erlan.
Arumi diam-diam membukanya saat Ibrahim tengah sibuk di sampingnya dengan laptopnya.
[Arumi, kamu beneran marah sama aku?] begitu lah isi pesan dari Erlan. Arumi hanya mengabaikan pesan itu begitu saja.
"Arumi, gimana bentuk rumah ini?" tanya Ibrahim yang secara tak langsung membuat Arumi teralihkan dari pemikirannya tentang Erlan.
Arumi menoleh pada Ibrahim lalu memperhatikan gambar desain rumah yang terpampang di laptop Ibrahim.
"Terlalu simpel menurutku, Mas."
Setelah mendengar pendapat Arumi, Ibrahim terlihat berfikir sebentar dan semakin melihat ke layar di depannya.
"Benar juga apa yang kamu bilang." gumam Ibrahim sesaat kemudian.
Drt... Drt ... Drt ...
Lagi-lagi Arumi menerima pesan dari Erlan.
[Aku minta maaf, Arumi. Aku gak tau kalau ternyata kamu akan semarah ini]
Arumi sebenarnya bukan sedang marah pada Erlan. Tapi ia marah pada dirinya sendiri.
Marah karena tak bisa mengendalikan perasaannya pada Erlan.
Arumi masih tak membalas pesan Erlan. Jadi, beberapa menit kemudian pesan dari Erlan kembali muncul.
[Arumi, tolong jangan diemin aku kaya gini. Sungguh, aku benar-benar menyesal Arumi!]
Arumi masih hanya membaca pesan dari Erlan. Sampai akhirnya muncul sebuah panggilan masuk darinya.
Arumi seketika berusaha menyembunyikan getaran ponsel miliknya yang berada dalam genggamnya dari Ibrahim.
Dengan terpaksa Arumi menolak panggilan dari pria yang membuatnya dengan mudah menghianati Suaminya.
"Kamu kenapa, Arumi?" tanya Ibrahim yang sedikit merasa curiga saat melihat gelagat Arumi.
Arumi jadi sangat was-was karena reaksi Ibrahim itu.
"Kenapa gimana, Mas?"
"Kok kamu kelihatan lagi cemas."
"Cemas? Aku gak papa, kok." kilah Arumi.
Ibrahim merangkul tubuh Arumi. Ia tersenyum lembut seraya mendekatkan wajahnya ke arah Arumi.
"Kamu gak lagi sakit, kan?" bisik Ibrahim.
"Enggak, Mas."
"Syukurlah."
Satu kecupan dari Ibrahim mendarat di bibir Arumi. Ibrahim mencium Arumi. Tepat di bibir seperti apa yang dilakukan Erlan siang tadi padanya.
Arumi tak menolak. Tapi ada sesuatu yang tiba-tiba mengganjal perasaannya.
Ciuman Ibrahim pada Arumi tak mampu membuat Arumi merasa sangat bahagia seperti saat ia melakukannya dengan Erlan.
Tak ada debaran sama sekali. Arumi merasa kalau ciuman itu sangat hambar. Bahkan terasa sangat memuakkan.
"Kenapa ini? Kenapa aku gak merasakan lagi hasrat bersama Suamiku kaya dulu?" Batin Arumi sebelum akhirnya ia mendorong tubuh Ibrahim agar ciuman mereka terlepas.
"Aku mau bikin minum dulu, Mas. Aku haus. Mas Ibrahim mau aku bikinin sekalian?" Arumi berusaha membuat alasan atas penolakannya itu.
"Boleh. Aku minta teh aja, ya!"
"Baik, Mas."
Arumi segera turun dari ranjang tidurnya bersama Ibrahim. Arumi segera keluar dari kamar dan segera menuju ke dapur untuk melaksanakan niatnya.
Arumi membuat dua cangkir teh hangat untuknya dan untuk Ibrahim.
Pletakkk!!
Tiba-tiba terdengar lemparan batu kecil di pintu dapur itu saat Arumi tengah mengaduk teh yang baru saja selesai ia buat.
Arumi sedikit ragu membuka pintu dapurnya yang terbuat dari kayu tanpa disertai kaca itu.
"Erlan!" Arumi bergumam pelan.
Terlihat di depan studio foto Erlan berdiri sosok pria itu.
"Arumi!" panggil Erlan dengan suara yang sedikit berbisik namun masih bisa terdengar oleh Arumi.
Arumi tak menjawab, hanya pandangannya saja yang kin tertuju pada Erlan.
"Maafin aku, Arumi. Aku nyesel udah ngelakuin itu sama kamu siang tadi." Ucap Erlan. Sedangkan Arumi masih terdiam membisu.
"Arumi, please, jangan diemin aku kaya gini! Maafin aku!" Kali ini Erlan menyatukan kedua tangannya di didepan dada sebagai tanda permintaan maafnya itu.
Arumi tak hanya mengabaikan Erlan, ia justru tiba-tiba menutup pintu dengan cepat.
Bukan karena Arumi muak pada Erlan, hanya saja Arumi ingin menjaga perasaannya sendiri.
Arumi takut, kalau terus berhadapan dengannya, perasaannya akan terus berkembang dan tak bisa ia kendalikan lagi.
Arumi sungguh tak mau kalau hal itu benar-benar terjadi. Arumi tak mau berkhianat, ia tak mau melukai Ibrahim. Walaupun ia sangat tersiksa karena harus menahan cinta terlarangnya itu.
***
Keesokan harinya....
Arumi sibuk di dapur setelah selesai menyiapkan sarapan untuk Ibrahim.
Walau hari ini Suaminya libur, tapi kebiasaan Arumi selalu bangun pagi untuk melakukan rutinitasnya sebagai Ibu rumah tangga.
Arumi mencuci peralatan masaknya beberapa saat yang lalu dengan pikiran melayang-layang pada hal yang lain.
Erlan, pria itulah yang terus bersemayam di kepala.Arumi. Ia tak bisa pergi begitu saja dari pikirannya.
"Ya, Tuhan, ada apa denganku!" keluh Arumi seraya meletakkan kedua telapak tangannya di atas pinggiran wastafel.
Sesekali menundukan wajahnya, dan sesekali mendongak ke atas karena pikirannya yang kalut.
Sekilas pandangannya tertuju ke arah suasana luar dari pintu dapur.
Arumi seketika tercekat, sama seperti semalam, Arumi lagi-lagi melihat Erlan yang tengah berdiri di depan studionya seraya menatap ke arah Arumi .
Arumi dengan cepat berjalan mendekat ke arah pintu dapur. Arumi berniat untuk menutup pintu itu seperti yang ia lakukan tadi malam.
Tapi tiba-tiba saja getaran di ponselnya menghentikan niat Arumi. Rupanya itu satu pesan dari Erlan.
Dengan ragu, Arumi membaca pesan itu sambil sesekali matanya melirik ke arah Erlan berada.
[Kumohon, Arumi! Jangan tutup pintunya. Aku kali ini tak akan memohon agar kamu mau maafin aku. Karena aku udah gerti, kesalahanku tak bisa termaafkan. Kali ini, aku cuma mau lihat kamu, Arumi. Aku cuma mau mengobati rasa rinduku sama kamu.]
"Rindu?" batin Arumi.
Arumi benar-benar terenyuh membaca pesan yang di kirimkan Erlan. Sampai Arumi tak kuasa untuk melaksanakan niatnya yang sebelumnya.
Niat untuk segera menutup pintu dapurnya demi menghindar dari Erlan.
Tapi beberapa saat kemudian Arumi tersadar. Ia tak boleh selemah itu. Ia tak boleh memberi harapan pada Erlan, atau memberi harapan pada dirinya sendiri.
Arumi ingin hasrat terlarangnya pada Erlan segera menghilang. Arumi ingin memusnahkan dosa yang hampir saja ia perbuat.
************
************