NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 15

Suasana rumah berubah menjadi panik seiring berjalannya waktu karena Marica belum juga pulang. Rahayu berusaha menenangkan suaminya, Adam, yang semakin gelisah.

"Mas, mungkin Caca lagi main sama temennya," ucap Rahayu dengan nada lembut, mencoba meredakan kekhawatiran suaminya.

"Main? Dia enggak bisa dihubungi dan lokasinya juga enggak bisa dilacak," balas Adam dengan nada panik.

Matanya yang penuh kekhawatiran memandang sekeliling ruangan, mencari tanda-tanda yang bisa menenangkan hatinya, namun tidak menemukannya.

"Pa, dia udah gede. Dia bakalan pulang sendiri," ucap Tian dengan nada kesal.

Meskipun Tian tidak mempermasalahkan lagi tentang Marica, tapi tetap saja melihat ayahnya yang semakin overprotective pada Marica membuatnya benar-benar muak. Baginya, Marica sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri.

Adam beralih menatap Yura, yang sedari tadi hanya diam dan tampak gelisah. "Yura, kamu enggak tahu dia di mana?" tanya Adam, berharap Yura memiliki informasi yang bisa meredakan kegelisahannya.

"Aku enggak tahu, Pa. Tapi, aku coba hubungi teman-teman kelasnya. Katanya Caca nolak ajakan mereka main karena ada urusan katanya," jawab Yura dengan nada gugup.

Dia merasa tidak nyaman dengan tekanan yang dirasakannya dari tatapan ayahnya.

"Sial," maki Adam, merasa frustrasi.

Dia tahu bahwa waktu terus berjalan dan setiap detik yang berlalu tanpa kabar dari Marica membuatnya semakin cemas. Dia mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang yang bisa membantunya. Dalam benaknya, Adam tahu dia belum bisa melapor ke polisi karena situasinya masih terlalu tidak jelas dan dia takut itu hanya akan memperburuk keadaan.

Adam berbicara singkat di telepon, memberikan semua detail yang dia miliki tentang Marica. Orang yang dia hubungi adalah seorang detektif swasta yang dia kenal, seseorang yang bisa dia percayai untuk menyelidiki tanpa menarik perhatian yang tidak diinginkan. Setelah menutup telepon, Adam mencoba menenangkan dirinya, meskipun hatinya masih berdebar-debar.

\~\~\~

Kelvin berada di ruang otopsi bersama Emil dan beberapa orang lainnya. Lampu neon putih yang terang memancarkan cahaya dingin di ruangan, menambah suasana tegang di sekitar mereka. Di atas meja otopsi terbaring tubuh tak bernyawa dari orang yang sebelumnya ditugaskan untuk mengawasi Marica.

"Mereka main-main sama kita," ucap Kelvin dengan nada marah, sambil meremas kertas hasil otopsi yang dipegangnya.

Hasil otopsi itu mengungkapkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, menambah frustrasinya.

Kelvin berjalan mendekati tubuh yang terbaring di meja, menatapnya sejenak sebelum memberikan perintah.

"Cabut cip yang ada di lengannya. Dan kuburkan dia dengan layak," katanya dengan nada tegas dan dingin.

Cip di lengan orang tersebut adalah alat pelacak yang digunakan untuk memantau keberadaannya, dan Kelvin tidak ingin ada jejak yang bisa mengarah kembali kepada mereka.

Para teknisi di ruang otopsi segera bergerak untuk menuruti perintah Kelvin. Mereka dengan hati-hati mencabut cip dari lengan mayat tersebut, memastikan tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan tertinggal.

Salah satu dari mereka mulai menyiapkan tubuh itu untuk pemakaman, memastikan bahwa meskipun dia mati dalam tugas, dia akan dimakamkan dengan hormat.

Setelah memberikan instruksi tersebut, Kelvin berbalik dan berjalan keluar dari ruangan, diikuti oleh Emil yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Emil tampak terus-menerus menerima dan mengirim pesan, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan.

"Lo dapet kabar apaan dari ponsel lo itu?" tanya Kelvin tanpa berhenti melangkah, nadanya terdengar kesal karena situasinya semakin rumit.

"Ada beberapa informasi baru yang masuk, tapi kita harus verifikasi dulu," jawab Emil sambil mempercepat langkahnya untuk menyamai Kelvin. "Tapi intinya, ada yang ngebidik kita dan Caca secara bersamaan. Ini bukan kerjaan amatir."

Kelvin mengangguk, menandakan bahwa dia mendengar dan memahami. "Kita harus bergerak cepat. Gue nggak mau ada orang kita lagi yang jadi korban," ucapnya dengan nada penuh tekad. "Kita harus cari tahu siapa yang di balik semua ini dan kenapa mereka mengincar Marica."

\~\~\~

Devano, yang berada di rumah Rendra, merasa tidak nyaman. Meskipun dia sudah terbiasa melihat Rendra dan beberapa temannya minum koktail, namun tetap saja itu mengganggu pikirannya. Dia duduk diam, merapikan buku-bukunya sambil mencoba memusatkan pikirannya.

"Sih Caca ilang. Kayaknya pelakunya si Kelvin," ucap Rendra, suaranya penuh dengan ketidakpedulian, sambil mengangkat gelasnya.

Teman-temannya, Revan, Leo, dan Bimo, mengangguk setuju sambil juga mengangkat gelas mereka.

Devano hanya diam, merenung dalam dirinya sendiri. Mengajari teman-temannya memang membutuhkan ekstra kesabaran, terutama dalam situasi seperti ini.

"Gue denger dari Zerea," lanjut Rendra sambil mengayunkan kepalanya dari kiri ke kanan.

"Kelvin obses sama Caca, dan udah pasti si Caca diculik sama Kelvin," kata Rendra sambil tertawa sinis.

"Tapi dia kelihatan benci sama dia," ucap Leo, mencoba untuk memberikan sudut pandang yang berbeda.

"Kalau benci, pastinya si Caca udah mati. Tapi dia masih hidup sampai sekarang," timpal Rendra dengan nada meremehkan.

"Rendra bener. Si Wawan dan keluarganya hancur cuma gara-gara ngusik Kelvin. Pastinya si Kelvin masih cinta mati sama si Caca," komentar Bimo, menambahkan perspektifnya dalam percakapan tersebut.

Devano menarik napas dalam-dalam, merasa semakin tidak nyaman dengan arah percakapan mereka. Dia merasa tidak enak hati karena merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan asumsi mereka tentang peristiwa yang sedang terjadi.

Tetapi dia juga tahu bahwa menentang mereka tidak akan membawa hasil apa pun. Sebagai gantinya, dia memilih untuk tetap diam, membiarkan mereka melanjutkan percakapan mereka tanpa gangguan.

\~\~\~

Kelvin kembali ke kediamannya dengan perasaan campur aduk. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran karena Marica menghilang, dan keadaan ini membuatnya merasa sangat was-was. Begitu masuk ke rumah, dia disambut oleh Kallian, ayahnya, yang sedang duduk sembari membaca korannya.

"Kelvin, kenapa baru pulang?" tanya Kallian, mengangkat kepalanya dari koran.

"Maaf, Yah," ucap Kelvin, berjalan menghadap ayahnya dengan pandangan yang tertunduk.

"Santai saja. Ayah tidak marah," kata Kallian dengan senyuman lembut.

Dia berdiri dan menghampiri Kelvin. "Kakakmu hari ini pulang ke Indonesia. Dia hanya mampir ke rumah sebentar kemudian dia pergi entah kemana," tambahnya.

"Kakak?" Kelvin merasa bingung.

Tiba-tiba, perasaan cemas Kelvin semakin memuncak. Sebuah kegelapan menyelimuti pikirannya saat dia menyadari bahwa dia mungkin telah menemukan dalang di balik pembunuhan itu, dan dalang itu adalah kakaknya sendiri. Kilatan memori terang benderang menyala di benaknya, membawa kembali momen-momen ketika kakaknya mengancam Marica dengan cara yang di luar nalar.

Flashback membawanya kembali pada suatu malam yang kelam, di mana kakaknya, dengan ekspresi gelap di wajahnya, mengeluarkan ancaman yang mengguncang Marica. Kata-kata keras yang diucapkan dengan suara yang dingin dan tajam masih terngiang di telinga Kelvin, mengingatkan dia akan intensitas ketegangan dan kemarahan yang dipancarkan oleh kakaknya.

Marica, yang saat itu menjadi sasaran dari kemarahan kakaknya, berdiri di depan mereka dengan ekspresi campuran antara ketakutan dan keberanian. Dia mencoba untuk tetap tegar meskipun terlihat goyah di bawah tekanan yang begitu besar dari kakak Kelvin.

Dan sekarang, saat kakaknya kembali ke Indonesia, dan Marica menghilang secara misterius, Kelvin merasa seperti kepingan puzzle yang terpisah akhirnya mulai menyatu. Semua petunjuk dan kejadian terhubung satu sama lain, membentuk gambaran yang menakutkan di pikirannya.

"Yah, aku harus pergi," ucap Kelvin dengan cepat.

Tanpa menunggu reaksi ayahnya, dia langsung berbalik dan berlari menuju bagasi. Pikirannya dipenuhi oleh kebutuhan mendadak untuk menemukan Marica dan menghadapi kakaknya. Kecemasan yang mendalam menggerakkan setiap langkahnya, membuatnya tidak sabar untuk menemukan keberadaan kakaknya dan mengungkap semua rahasia yang tersembunyi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!