Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Selamat pagi," sapa Eva dengan senyum cerianya.
Pagi ini wajahnya sangat berseri, dia lenih bersemangat dari hari-hari biasanya.
"Pagi, sepertinya sedang bahagia?" tanya Pandu dengan menghentikan aktivitasnya. Dia memutar tubuhnya sebentar sehingga berhadapan dengan Eva.
"Iya, lagi senang. Aku bawa sarapan buat kamu," Eva menaruh kotak bekal di atas meja Pandu.
"Terima kasih ya, harusnya kamu tidak perlu repot-repot," ujar Pandu tidak enak merepotkan Eva.
"Tidak repot lah, untuk yang tersayang ini," sahut Jimmy dengan senyum jahil ke arah Eva.
Wajah Eva langsung merah merona, dia malu ketahuan oleh Jimmy.
"Jim, jangan godain Eva. Kita cuma sahabatan lho," kata Pandu. Dia tidak mau membuat rumor di perusahaannya.
Imbasnya sangat tidak baik untuk keduanya, karena Pandu sudah memiliki istri.
"Iya, kalau orang lain tahu kan jadi tidak enak," kata Eva sembari melirik ke kanan dan ke kiri.
"Kalau begitu, kalian sembunyi-sembunyi saja," bisik Jimmy sembari duduk ke kursinya.
Mereka kembali fokus pada pekerjaan masing-masing, Pandu menarik kotak bekal pemberian Eva.
Pandu tersenyum, ada telur ceplok dengan bentuk love di atas nasi goreng. Pandu meliri ke arah gadis yang sedang sibuk. Sesekali dia menyibakkan rambutnya ke belakang telinga.
"Sangat cantik, pasti beruntung yang menjadi suaminya. Pandu mulai terpesona dengan Eva.
Jantungnya berdebar lebih cepat daripada waktu bertemu dengan Nada saat itu. Pesona Eva membuat dia jatuh cinta lagi.
Pandu kaget saat teleponnya berbunyi, membuyarkan lamunannya.
"Halo, ada apa?" tanya Pandu sembari berjalan meninggalkan ruangannya.
Eva penasaran Pandu telepon dengan siapa? Dia berjalan pelan mendekati Pandu untuk mendengarkan pembicaraan mereka.
"Hei," Jimmy memegang pundak Eva.
Eva memegangi dadanya, lalu memukul lengan Jimmy. Jantungnya berdebar cepat karena kaget, untung saja dia tidak teriak sehingga tidak ketahuan Pandu.
Eva menarik Jimmy masuk ke ruangannya, "Kau ini bikin aku kaget, gimana kalau Pandu tahu?" Eva mengerucutkan bibirnya.
Jimmy meringis, "Va, kamu ingin tahu tidak bagaimana tahu perasaan Pandu?" tanya Jimmy.
"Tadi aku dengar istrinya minta Pandu pulang cepat kan?" imbuh Jimmy lagi.
"Iya, kenapa memang?" Eva mengangguk-anggukan kepala.
"Coba kamu aja dia pergi makan atau temani ke mall. Kalau dia mau berarti Pandu lebih memilihmu daripada istrinya," saran Jimmy.
Jimmy mengajari Eva untuk tahu hati Pandu dengan mengajak keluar hari ini. Pandu akan memilih sang istri atau gebetannya.
"Tidak ah, nanti aku malah kecewa kalau dia memilih istrinya," ujarnya sembari kembali ke kursinya.
Eva tidak mau dia menyakiti dirinya sendiri, karena jelas-jelas Pandu akan memilih istrinya daripada dia. Yang statusnya hanya seorang sahabat.
"Coba dulu, siapa tahu Pandu memilihmu," bujuk Jimmy.
...----------------...
Jimmy menyenggol lengan Eva, agar mencoba sarannya. Eva menggelengkan kepala, dia masih takut kecewa.
Namun, Jimmy terus mendesaknya. Jimmy yakin Eva akan berhasil karena dia sedang bosan. Hatinya sedang sepi pasti akan mudah diisi oleh orang lain.
"Pandu, hari ini kamu ada acara tidak?" tanya Eva ragu-ragu.
"Ada apa?" Pandu memindahkan pandanganya dari makan siangnya ke wajah Eva.
"Aku mau ke mall, bisa anterin aku tidak?" kata Eva sembari melirik ke arah Jimmy sebentar.
"Ok, aku tidak sibuk kok," jawabnya cepat kemudian dia meneruskan makannya.
Eva dan Jimmy saling berpandangan, mereka berdua terkejut dengan jawaban Pandu. Mereka mendengar dengan jelas jika istrinya meminta Pandu pulang lebih awal.
"Aku tidak salah dengar kan?" bisik Eva, dia masih tidak percaya dengan jawaban dari Pandu.
Jimmy menggelengkan kepala, "Sepertinya, kamu prioritas utamanya dibandingkan istrinya," jawab Jimmy.
Mendapatkan sambutan hangat dari Pandu membuat Eva semakin dibuat buta oleh cintanya. Dia semakin yakin menyukai lelaki orang.
"Kamu mau beli apa?" tanya Pandu sembari memakai sabuk pengamannya.
"Mau cari kado buat ponakan," ujar Eva mengarang. "Kamu beneran tidak sibuk?" Eva memastikan kembali.
"Tenang, aku free kok," ujarnya sambil menjalankan mobilnya.
Mereka berdua berkeliling mall, Eva yang tidak memiliki tujuan jelas justru mengajak Pandu nonton bioskop.
Sepanjang pemutaran film, Eva memegang erat tangan pandu sesekali dia memeluk Pandu karena ketakutan. Dia sengaja memilih film horor agar bisa modus kepasa Pandu.
Eva tidak sadar sampai keluar bioskop masih menggandeng tangan Pandu. Sampai dia di parkiran dia sadar dan segera melepas tangannya.
"Maaf, tidak sengaja," katanya sembari menyembunyikan tangannya di belakang punggung.
Pandu gemas, dia mengacak-acak rambut hitam pekat Eva. "Sengaja juga boleh kok."
Hati Eva berantakan padahal rambutnya yang diacak-acak. Hatinya dibuat meleleh oleh suami orang.
Jantungnya semakin tidak aman saat Pandu mendekatkan wajahnya. Pandu tersenyum saat mengambil ada remahan pop corn dia ujung bibirnya.
Suhu tubuh Eva langsung tinggi, rasanya panas saat bibirnya tersentuh tangan Pandu.
"Masuk," kata Pandu saat pintu terbuka.
Eva masih terpaku, tubuhnya kaku sudah digerakkan. Pandu menggerak-gerakkan tanganya di depan wajah Eva.
"Va, kamu baik-baik saja?" tanya Pandu.
"Ah, iya, ayo kita pulang," katanya dengan buru-buru naik ke mobil sampai tidak memperhatikan pintu sehingga kepala terbentur.
"Aaa!" pekiknya sembari memegangi kepalanya.
"Kamu hati-hati, sakit ya?" Pandi mengusap kepala Eva yang terbentur.
"Sedikit aja kok," katanya. Eva segera menurunkan tangan Pandu. Jantungnya sudah mau meledak terus diperhatikan oleh Pandu.
Sepanjang perjalanan mereka diam saja, Eva sudah tidak bisa berkata-kata dengan perlakuan manis dari Pandu.
Keheningan itu terpecah dengan suara dering ponsel dari Pandu. Pandu membiarkannya saat tahu jika yang menelpon adalah Nada.
"Pandu, kenapa tidak diangkat?" tanya Eva penasaran.
"Tidak apa-apa, kamu nanti kasih es kepalanya," kata Pandu mengalihkan pembicaraan.
"Iya, nanti aku kasih es" jawabnya.
Eva merasa perhatian cowok beristri memang berbeda dengan yang lajang. Dia lebih perhatian dari mantan-mantan pacarnya.
"Pandu, apa tidak apa-apa kamu mengantarku pulang?" tanya Eva sembari menatapnya.
"Tidak, rumah kita kan juga searah. Kalau kamu mau aku bisa nebeng aku setiap hari," ujar Pandu menawarkan diri antar jemput Eva secara tidak langsung.
"Nanti kamu repot, aku bisa sendiri kok," katanya pura-pura tidak mau. Padahal dalam hatinya berteriak-teriak bersedia.Dengan begitu Eva bisa menghabiskan waktu berdua.
"Tidak, orang searah kok repot." Pandu merasa senang setiap hari ada teman mengobrol sampai kantor sehingga tidak gabut.
Eva tidak menolak kesempatan emas itu, ia mengiyakan tawaran Pandu.
"Sampai ketemu besok pagi, hati-hati di jalan," kata Eva sembari menutup pintunya.
"Buruan gih masuk, ingat kompres itu kepalanya," kata Pandu sedikit lebay karena benturannya tidak keras.
Eva mengangguk sembari bergumam, "Ya Allah, aku menginginkan lelaki ini."