NovelToon NovelToon
The Prisoner

The Prisoner

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:17.4k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Loxodonta

Kembali ke Kota kelahirannya di Hamburg—Jerman menjadi awal penderitaan Lenka Lainovacka. Dia disekap di ruangan bawah tanah oleh Steven Gershon—pria yang sangat membencinya karena mengira ia adalah orang suruhan Piero—musuh bebuyutannya Stevan dan turut terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan kekasih pria itu.


"Kau ingin mati, bukan?" menautkan kedua tangan di bawah dada, Steven bersandar pada dinding ruangan itu. "Tapi aku belum rela, Len—ka," dia menekan nama perempuan itu sampai suara gemeratuk giginya terdengar. "Aku harus menyiksamu setengah mati dulu."

***

Ig : @missloxodonta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Loxodonta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebodohan Steven

Wajah Samantha terlihat panik ketika tidak mendapati Lenka di dalam kamar tempat perempuan itu dirawat. Meninggalkan Lenka seorang diri, tadi dia pergi ke kantin rumah sakit untuk mengupas beberapa buah. Semalam Steven memarahi dia habis-habisan karena keteledoran Samantha yang meninggalkan pisau bekas memotong buah di ruang bawah tanah, itulah mengapa wanita paruh baya itu memilih kantin sebagai tempat dia mengupas buah sekarang—agar dia tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Tapi malang tak dapat ditolak, sekembalinya dari kantin dia justru kehilangan Lenka.

“Kamu kemana, Non? Jangan main kabur-kaburan seperti ini.” Ujar Samantha frustasi.

“Siapa yang kabur?” Tanya seseorang yang membuat Samantha ketakutan.

“Tu—tuan Stev, a—anu. Nona Lenka sepertinya kabur. Tadi aku ke kantin sebentar dan saat kembali, ruangan ini sudah kosong.” Jawab Samantha tergugu, dia meremas kuat jemarinya.

“Shi*t!! Dimana pengawal yang menjaga di luar?!”

“Tadi dia meminta izin ke kamar mandi, tuan.” Menundukkan pandangan, Samantha tidak berani menatap wajah dingin majikannya.

Tangan Steven terkepal, dia segera meninggalkan ruangan itu. Tapi saat masih di depan pintu, dia melihat Lenka tertawa terbahak-bahak bersama seorang perawat pria dari jarak lima meter tempat dia berdiri sekarang. Perawat itu berdiri di belakang kursi roda yang Lenka duduki.

Tak bisa menahan gemuruh di dalam hatinya, Steven menghampiri perempuan itu.

“Darimana saja kau?!” Tanya Steven dengan nada membentak. Perhatiannya tak luput dari boneka kumbang yang dipegang Lenka.

Menatap sekilas Steven, Lenka beralih pada perawat tersebut. Dia sedikit memiringkan badan dan mendongakkan kepala.

“Terimakasih, Joe. Senang mengenalmu, aku akan menjaga boneka kumbangmu dengan baik.” Ujar Lenka tersenyum selebar wajah pada perawat itu.

“Sama-sama, senang mengenalmu juga. Saya permisi dulu,” dia menatap ke arah Steven. ”Saya permisi, pak.” Ujarnya sopan, kemudian berlalu meninggalkan mereka.

Berdiri di hadapan Lenka, Steven menatap tajam perempuan itu. Dia tak menemukan raut kebahagiaan di wajah perempuan itu sekarang, tidak ada manik berbinar dan senyum merekah seperti tadi Lenka menatap perawat bernama Joe itu.

“Tolong berikan aku ruang untuk lewat.” Pinta Lenka tanpa menatap Steven.

“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Dari mana saja kau?!” Rahang Steven mengeras melihat sikap tak acuh Lenka.

“Aku merindukan matahari, Joe menemaniku ke rooftop. Tadi dia bertugas mengantar sarapan ke kamarku.” Jelas Lenka, dia enggan berdebat kali ini.

“Merindukan matahari?” Steven memicingkan mata, “aku juga sangat merindukan matahariku yang meredup karena dirimu, Len—ka. Mungkin aku harus melompat dari rooftop untuk melihat cahayanya.” Kilatan amarah bercampur kesedihan diraut Steven sungguh tidak dimengerti Lenka, termasuk kalimat yang barusan pria itu ucapkan.

Perempuan itu hanya diam, sebab jika membantah ataupun melawan perkataan Steven pasti akan menimbulkan pertengkaran di antara mereka. Lagi, Lenka belum sanggup untuk berbicara banyak karena perutnya masih terasa nyeri.

Steven pun sepertinya enggan meneruskan amarahnya, dia beranjak ke belakang kursi roda Lenka. Baru saja tangannya menyentuh ujung chair handle, sebuah bola melayang ke arah mereka dan terlempar ke perut Lenka.

“Aucchh.” Lenka mengaduh menahan sakit.

“Perutmu berdarah.” Mendengar Lenka meringis, Steven langsung memeriksa perut perempuan itu dan benar saja, darah sudah menembus baju yang Lenka kenakan. Tak membuang waktu, Steven mengangkat tubuh Lenka.

“Bonekaku.” Tak lupa Lenka mengambil boneka kumbang yang diberikan Joe padanya, Steven mendengus kesal melihat tingkah perempuan itu.

Seorang anak bersama sang ibu yang berlari di belakangnya menghampiri mereka.

“Maafkan putra saya, Tuan.” Ujar wanita itu sambil mengatupakan kedua tangan, dia sangat khawatir melihat perempuan yang digendong Steven menjadi terluka karena ulah anaknya.

“Kau harusnya lebih bijak mengawasi anakmu. Ini rumah sakit, bukan lapangan sepakbola.” Sebenarnya dia ingin mengumpat, tapi tertahan karena Lenka kembali meringis kesakitan.

Mengabaikan permintaan maaf wanita itu, Steven mengayunkan langkah panjang menuju IGD. Sepanjang lorong menuju kesana, pria itu tak hentinya berdumel.

“Apa rumah sakit ini tidak punya aturan. Bagaimana bisa seorang anak dibiarkan bermain bola? Pantas saja rumah sakit ini tergolong kelas bawah, mengamankan seorang anak kecil saja tidak mampu.” Meski sambil menggerutu, Steven masih sesekali memperhatikan Lenka. Dia was-was kejadian semalam terulang kembali—perempuan itu pingsan dan membutuhkan donor darah. Jelas dia sudah tidak kuat untuk menyumbang lagi.

Dan tanpa Steven sadari, sudut bibir Lenka tertarik melihat sikap pria itu.

***

Setelah di lakukan pemeriksaan, tidak ada masalah serius di perut Lenka yang berdarah. Perempuan itu kini terbaring di kamar tempat ia semula dirawat.

“Aku tidak akan lari. Pulanglah, biarkan Bibi Samantha yang menjagaku.” Pinta Lenka pada Steven yang sedang sibuk memainkan ponsel di sofa yang terletak di sudut ruangan.

Sekarang adalah hari terakhir perempuan itu di rawat, besok dia sudah diperolehkan pulang dan untuk membersihkan lukanya bisa dilakukan di rumah. Tadi, saat baru keluar dari ruangan IGD, Steven memerintahkan Samantha dan pengawal kembali ke villa. Sudah jelas, pria itu yang akan menjaga Lenka malam nanti.

Mengabaikan Lenka, Steven tetap fokus pada ponselnya.

Karena diabaikan, perempuan itu mengambil boneka kumbang yang terletak di nakas kayu. Menghilangkan kejenuhan, dia menghitung jumlah bintik hitam yang terdapat di badan boneka kumbang itu. Mulut Lenka tampak berkomat-kamit.

“Satu, dua, tiga—“

Memasukkan ponsel ke dalam saku, Steven kini memperhatikan gerakan bibir Lenka.

“Jangan melihatku seperti itu. Jika ada yang ingin kau katakan, bicaralah.” Ujar Lenka, meski dia menghadap ke depan, ujung mata perempuan itu masih dapat menangkap keberadaan Steven yang berada di sebelah kanannya.

“Memangnya seperti apa aku melihatmu?” Berjalan ke arah Lenka, Steven menarik sebuah kursi dan duduk di sisi ranjang.

“Menurutmu? Matamu sampai tidak berkedip tadi.” Pandangan Lenka masih tetap pada boneka kumbang di tangannya.

“Benarkah? Apa kau mulai merasa menarik sekarang?”

Perempuan itu menggeleng, “kupikir kau yang sedang tertarik, bukan.” Ujar Lenka sambil memutar kedua bola matanya.

“Hahahah, aku tidak mungkin tertarik dengan perempuan iblis sepertimu,” tawa Steven pecah. “Tadi aku hanya merenung, mengapa aku begitu bodoh mendonorkan darahku yang berharga padamu semalam?”

Kali ini Lenka yang tertawa, perempuan itu bahkan sampai menepuk-nepukkan tangan. Steven yang melihatnya saja sampai terheran-heran dengan reaksi Lenka meresponi ucapannya barusan.

“Hahahahah, Stev—Stev, akhirnya kau mengakui dirimu keledai berduri. Hewan bodoh yang tidak memiliki bulu. Dan kau tahu kebodohanmu yang lainnya apa? Tadi kau menggendongku ke IGD hanya karena terkena lemparan bola. Kau sangat bodoh, bukan?” Lenka semakin tertawa ketika tatapan Steven berubah dingin padanya.

“Shi*t!!!” Steven mencengkram kuat lengan Lenka.

Membalas tatapan Steven yang dingin, Lenka tidak mau kalah dari pria itu. “Seperti katamu, kau merasa bodoh memberikan darahmu yang berharga padaku. Bukankah aku menjadi berharga setelahnya, hmm? Atau—“ menjeda kalimat yang akan ia ucapkan, perempuan itu menatap lekat manik Steven.

“Aku memang berharga untukmu sehingga kau rela memberikan darahmu, Tuan Steven?”

***

Holaaa temen-temen! Apa kabar? Maaf sebesar-besarnya karena saya lama hiatus tanpa ada kabar yaa 🙏

Selama ramadhan ini, saya super duper sibuk dan tidak ada waktu luang untuk menulis, kiranya temen-temen masih berkenan membaca karya-karya saya. Terimakasih banyak 🥰

1
Ivonovi
suka ceritanya tapi up nya lama
Neno Arya
masih blm ngeh crt nya
Neno Arya
seperti nya bagus
Ivonovi
thor lanjutin dong 🙏🙏
narrehSha
love in strugell gmn kak kok ga ada kelanjutannya
F.T Zira
sudah mampir thor..
salam kenal yaa...
kalo berkenan mampir juga di karyaku Silver Bullet
muna aprilia
lnjut
marrydiana
mampir thor, semangat updatenya🔥
mampir juga di karya aku ya😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!