"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33 : Istri Yang Paling Berhak
..."Apapun bisa terjadi jika hati sudah tersakiti. Jangan heran jika tiba-tiba yang disakiti berubah, karena itu adalah awal dari sebuah pembalasan yang sesungguhnya."...
...~~~...
Dengan langkah pelan, Arumi membawa segelas jus yang Alaska minta untuk pacarnya. Senyumannya kini kembali di bibir wanita cantik berhijab itu.
Sungguh tegarnya Arumi yang dengan tenang membawakan jus untuk pacar dari suaminya. Wanita di luar sana, mana ada yang berani seperti itu, mungkin banyak yang akan marah jika diperlakukan sedemikian itu. Namun, lain dengan Arumi yang begitu santai dan tidak memperdulikannya, apa yang dilakukan suami dan juga pacarnya di ruang tamu.
Sesampainya Arumi di depan Alaska dan Safa yang sedang duduk mesra di sofa. Nampak seulas senyum terpancar di wajah Arumi yang cantik dan manis itu.
"Ini Nona Safa jusnya. Cepatlah diminum, nanti keburu tidak segar," ucap Arumi masih tersenyum dihadapan Alaska dan Safa.
"Oh, iya. Sana pergi! Kehadiranmu menganggu momen romantis kita kan, sayang?" ujar Safa penuh percaya diri menyandarkan kepalanya di tubuh Alaska, seakan ia adalah nyonya rumah di dalam rumah mewah itu. Padahal rumah itu adalah rumah milik Arumi.
"Hem ... di mana-mana seorang istri tidak pernah menganggu waktu suaminya dengan wanita lain. Bukannya sekarang wanita lain yang menggangu suamiku?" tanya Arumi dengan tersenyum sinis menatap Safa.
"Beraninya kamu! Kamu hanya istri yang tidak dianggap, nanti akulah yang menjadi nyonya di rumah ini, ingat itu baik-baik!" ucap Safa begitu percaya diri dengan kedudukannya yang hanya sebagai seorang pacar dari Alaska.
"Diminum dulu Nona Safa jusnya agar tidak darah tinggi, atau mau aku bawa lagi ke dapur?" kata Arumi membuat Safa kesal saja.
"Sayang, lihat itu istrimu bersiap begitu terus kepadaku." Safa mengadukan apa yang dilakukan Arumi terhadapnya kepada Alaska.
"Sudah, kata Arumi bener. Kamu katanya haus. Cepet minum jusnya!" balas Alaska malah menyetujui saran dari Arumi.
Safa yang kesal hanya menurut dan mengambil segelas jus yang baru saja Arumi bawa.
"Minumlah sampai habis! Setelah itu, kamu tidak akan bisa lagi menganggu suamiku." gumam Arumi di dalam hatinya, ternyata sedang menjalankan misinya.
"Gimana? Sudah enggak harus lagi kan, sayang?" tanya Alaska sembari memeluk pinggang Safa, sehingga membuat keduanya semakin deket. Namun, matanya sesekali melirik Arumi yang masih berdiri di hadapannya.
"Iya sayang. Aduh, ini perutku kayaknya sedikit bermasalah deh," kata Safa sembari memegang perutnya, dan itu membuat Alaska khawatir.
"Loh ada apa sayang? Bilang saja mau apa?" tanya Alaska begitu khawatir, walupun itu hanya formalitas saja karena ia tidak begitu mencintai Safa. Sekarang tujuannya adalah membuat pelajaran untuk Arumi.
"Aku ingin ke kamar mandi sayang. Di mana kamar mandinya? Aduh, udah gak kuat ini," jawab Safa yang sudah merasakan tidak nyaman untuk tetap duduk, ternyata perutnya merasakan mules.
"Hah? Ada apa dengan kamu sayang?" Bukannya memberitahu kamar mandi di mana, Alaska malah terus bertanya akan keadaan pacarnya itu.
"Jangan banyak bicara sayang, aku mules. Cepet katakan kamar mandinya di mana?" titah Safa yang sudah tidak tahan lagi.
Arumi menahan tawanya melihat interaksi di antara dua orang di depannya itu. Namun, karena tidak tega, ia pun mulai berkata, "Itu kamar mandinya di dekat dapur, sebelah kiri. Jalan saja, nanti kamu menemukannya di pojok sana."
"Huh! Bukannya dari tadi kek bilangnya," ketus Safa kesal karena sudah tidak tahan lagi. Alaska pun malah diam saja tidak membelanya.
"Masih untung dikasih tahu, malah nyalahin orang. Toh kamu enggak bertanya kepadaku," ujar Arumi langsung dipelototi oleh Safa.
"Minggir! Aku tidak ingin mendengarmu mengoceh lagi," kata Safa menubruk tubuh Arumi sehingga membuatnya tersungkur ke belakang, tapi untungnya ada sofa. Jadi, Arumi tidak sampai terjatuh ke lantai.
"Aduh! Kasar sekali ya pacar Mas itu? Mas Alaska mau-maunya pacaran sama wanita seperti itu," ucap Arumi sedikit menyindir suaminya.
"Apa kamu bilang? Jangan sembarangan berkata! Bagaimanapun, dia wanita modern tidak seperti kamu yang kuno," balas Alaska ikut mengatai Arumi.
"Haha ... ada-ada saja kamu Mas. Di mana-mana juga yang dibela itu istri bukan pacar. Lagian malu-maluin juga ya pacarmu itu? Siapa tadi namanya?" tanya Arumi yang kerap memikirkan sesuatu.
"Oh iya, Safa Syifana. Nama yang bagus, tapi sayang di hari pertama malah kebelet ke kamar mandi. Niat untuk memanas-manasiku, tapi sayangnya malah dia yang terkena sakit perut dan membuatnya tidak punya banyak waktu untuk bersama dengan Mas Alaska," lanjut Arumi begitu menohok.
Deg.
Alaska dibuat terkejut dengan apa yang Arumi katakan. Bagaimana mungkin istrinya yang lembut dan lemah menjadi seberani ini? Dan anehnya, Arumi kayak sudah mengetahui rencananya.
"Apa yang kamu maksud? Safa itu lebih baik darimu. Lihat saja nanti kamu akan bertekuk lutut, karena mengatainya! Dan kamu bakalan nangis-nangis melihat kemesraan kita berdua. Sebentar lagi Safa akan kembali," ujar Alaska begitu percaya diri kalau pacarnya itu akan segera kembali.
Arumi terseyum sinis, lalu menatap Alaska lekat. "Percaya sekali kamu Mas. Aku tidak akan menangis karena melihat kemesraan kalian, malah kamu yang akan malu sendiri," ucap Arumi sontak membuat Alaska tidak percaya.
"Itu tidak mungkin! Tuh lihat, Safa sudah kembali," ucap Alaska melirik Safa yang sudah kembali, cukup membaik dari sebelumnya.
Arumi hanya tersenyum, melihat Safa yang berjalan berlengggak lenggok menampakkan tubuh seksinya. Semakin dekat dan kini berada di depan Arumi dan Alaska.
"Sayang, ayo kita masuk kamar aku. Di sini ada pengganggu," ucap Alaska merangkul kembali pinggang Safa dan sekilas melirik Arumi.
"Ayo sayang. Eh tunggu! Aduh, perutku sakit lagi. Tunggu sebentar lagi sayang," kata Safa sedikit berlari untuk ke kamar mandi, karena kesusahan berjalan dengan sepatu hak tinggi.
"Eh sayang, kok kamu meninggalkan aku lagi?" teriak Alaska yang hanya ditanggapi acuh oleh Safa, karena sakit perutnya tidak bisa lagi untuk ditahan.
Kini Alaska dan Arumi kembali berhadapan hanya berdua saja. Lantas keduanya saling melirik. Arumi menampakkan senyum manisnya yang membuat Alaska sebal.
"Apa yang aku katakan benar kan? Pacarmu itu tidak akan pernah nyaman berada di sampingmu, Mas. Kamu suamiku dan selamanya akan menjadi milikku!" teges Arumi dengan senyum yang semakin mempercantik wajahnya.
"Hih! Jangan berharap lebih kamu! Aku mencintai Safa dan tidak akan menjadi milikmu, karena dalam waktu satu bulan ini akan aku pastikan kamu menyesal nanti!" ucap Alaska membuat Arumi tertegun. Namun, tetap bersikap santai.
"Hah? Iya kah, suamiku? Aaaa! Aku sangat terkejut. Sayangnya itu sesaat dan seterusnya aku akan membuat Mas mencintaiku tanpa ampun," ucap Arumi begitu yakin sekali dengan ucapannya itu.