The Prisoner

The Prisoner

Insiden

Seorang pria berpostur tinggi, tampak berjalan dengan santai di sebuah bandara yang berada di Los Angeles. Tubuh atletis yang dibalut kaos hitam polos menambah ketampanan pria yang memiliki rahang tegas itu.

Dia adalah Steven Gershon, pria berusia 27 tahun yang sukses besar dalam memimpin Gershon group—perusahaan yang memiliki banyak cabang dan bergerak di berbagai bidang industri, pertambangan, pariwisata, perhotelan dan masih banyak lagi.

Steven terkenal sebagai sosok yang dingin dan irit bicara, tapi jangan tanya jika ia sedang berhadapan dengan kekasihnya. Pria itu berubah 180 derajat.

“Sayang, seminggu di Malibu, aku akan segera menemuimu.” Ujar Steven pada sang kekasih melalui sambungan telepon sambil memandangi cincin berlian yang sedang ia genggam, senyum pria itu mengembang.

Cincin yang ia pesan khusus dari seorang desain ternama di Texas—kota yang baru saja ia sambangi, dibandrol dengan harga 5 Milayar menurutnya sangat sebanding dengan bahan dan makna dari cincin itu sendiri. Dibuat dari berlian utuh yang melambangkan keabadian, mata cincin yang berbentuk round cut mempertegas cinta adalah segalanya bagi Steven dan sang kekasih.

Dia berencana, sekembalinya dari Malibu akan segera malamar sang kekasih yang hampir dua bulan ini tidak ia temui karena perjalanan bisnisnya di Negeri Paman Sam.

“Aku akan menunggu kedatanganmu, segeralah kembali. Aku mencintaimu dan sangat merindukanmu, Steve.” Sahutan dari sang kekasih benar-benar membuat pria itu melayang.

“Oh Sayang, aku semakin tidak sabar untuk pulang.” Hampir Steven berteriak. Sadar jika ini sedang di bandara, pria itu menahan suaranya.

“Hahahah,” tawa renyah sang kekasih memenuhi indra pendengaran Steven. “Artinya kau harus cepat menyelesaikan pekerjaanmu Tuan Gershon.”

“Tidak lama lagi, percayalah.” Steven meyakinkan, sebab sudah tiga kali ia membatalkan kepulangannya karena proyek yang sedang berjalan di Malibu cukup banyak melibatkan dirinya.

“Aku percaya, Steve.”

“Thank you, Sayang. Kututup teleponnya dulu, Kendry sudah datang menjemputku.” Ujar Steven saat melihat asisten pribadinya tiba di bandara untuk menjemput pria itu.

“Baik, Sayang. Kabari aku jika kalian sudah tiba di Malibu.”

“Oke Honey.” Ujar Steven sambil menutup sambungan telepon mereka.

Senyum pria itu tak kunjung surut, sekalipun percakapan dirinya dan sang kekasih sudah berakhir.

“Tuan.” Sang asisten sedikit menunduk memberi hormat kepada Steven sembari mengambil alih koper kecil milik sang majikan yang berada di sisi kanan pria itu. Dia adalah Kendry—anak seorang pelayan—yang single parent di kediaman Gershon, dia diasuh oleh orangtua Steven setelah sang ibu meninggal akibat serangan jantung. Usianya terpaut satu tahun lebih tua dari Steven.

“Kendry, aku sudah tidak sabar ingin menyematkan cincin ini di jari manis kekasihku,” masih tetap memandangi cincin tersebut, Steven mengecup benda itu. “Aku akan menikahinya dan membahagiakannya hingga nanti, aku bersum—“

Brukkk!!!

Kalimat pria itu terjeda, maniknya membola. Sebab cincin yang ia tautkan di bibirnya tadi kini hilang entah kemana akibat seorang perempuan yang tanpa sengaja menabrak tubuhnya.

“Ma—maafkan aku Tuan, aku tidak sengaja.” Sambil mengatupkan kedua tangannya, perempuan itu hendak segera pergi.

Melihat pergerakan perempuan itu yang akan berlalu begitu saja, Steven tak tinggal diam. Dia mencengkram kuat pergelangan tangan perempuan yang kini menyulut emosinya.

“Auhh—“ Rasa sakit dari cengkraman tangan Steven membuat perempuan itu meringis.

“Tuan, tolong lepaskan aku. Aku sedang buru-buru.” Pinta perempuan itu.

“Buru-buru katamu?! Buru-buru sampai kau tidak bisa menggunakan matamu untuk melihat,” rahang Steven mengeras, menatap tajam penuh amarah pada perempuan itu. “Akibat kecerobohanmu, aku kehilangan cincin yang akan kuberikan untuk melamar kekasihku.” Ujar Steven penuh penekanan di setiap kata yang ia ucapkan.

Tubuh mereka yang berbenturan cukup keras, membuat cincin tersebut terlepas dari genggaman tangan Steven.

“Tuan, maafkan aku.” Terdengar lirih, perempuan itu memelas pengampunan. Dia merasa bersalah telah membuat kekacauan yang tidak seharusnya pria itu dapatkan.

“Aku akan membiarkanmu pergi setelah kau berhasil menemukan cincin itu. Kendry, bantu dia mencarinya.” Setelah memberi perintah pada dua sosok di hadapannya, Steven berniat menunggu di dalam mobil sampai cincin itu di temukan. Ia hendak mengayunkan langkah, namun tertahan oleh tubuh perempuan itu yang berlutut di bawah kakinya.

“Maafkan aku. Maafkan aku, Tuan. Ibuku sedang sekarat di rumah sakit, aku harus segera menemuinya di Hamburg. Pesawat akan terbang sebentar lagi. Jika kondisinya tidak mendesak, aku akan menyisiri setiap sudut bandara ini, sampai aku menemukan cincin milikmu. Tolong biarkan aku pergi, Tuan.” Ujar perempuan itu bersama air mata yang sudah menganak sungai membasahi pipinya, bahkan cairan bening itu tampak menetes mengenai sepatu mahal—mengkilat milik Steven.

Deg

Steven terkejut mendengar penuturan perempuan itu, ada perasaan bersalah karena sudah menahannya. Sambil menunduk, secara reflek dia menangkup lengan perempuan yang sedang menangis itu.

“Berdirilah,” kali ini nada bicara Steven terdengar lebih bersahabat.

“Semoga ibumu cepat membaik. Pergilah, beliau juga pasti sedang menunggumu.” Ujar pria itu.

“Tu—Tuan terimakasih banyak.” Manik yang tampak sendu tadi kini sedikit berbinar.

Merogoh bolpoint dari tas sandang yang ia pakai, perempuan itu meraih telapak tangan Stevan dan menuliskan sesuatu di sana.

“Tuan, aku tidak memiliki kertas. Maaf, sudah mengotori telapak tanganmu. Itu nama dan nomor ponselku. Aku khawatir, jika cincinmu tidak ditemukan, pasti sulit meminta pertanggung jawaban dariku yang keberadaannya tidak Tuan ketahui. Aku akan menebus kesalahanku, bagaimanapun caranya. Aku permisi, Tuan.” Ujarnya sembari menunduk.

Dengan langkah panjang, dia pergi meninggalkan Stevan yang mematung menatap ke arahnya.

“Lenka Lainovacka.” Sampai siluet tubuh perempuan itu menghilang, pandangan Steven kini beralih ke tulisan di telapak tangannya. Dia membaca nama perempuan itu namun mengabaikan deretan angka yang ada disana.

“Kendry, melihat orang yang kita sayangi kesakitan sungguh menyakitkan. Tapi akan lebih sangat menyakitkan ketika kita tidak berada di sisi mereka,” sekelabat bayangan masa lalu menghampiri memori Steven.

“Aku berdosa karena sudah menahannya tadi, pasti dia khawatir setengah mati sampai tidak memperhatikan jalannya. Kau tahu, bahkan lengannya yang di balut baju terasa dingin saat aku menyentuhnya. Dia sangat ketakutan Kendry, dia ketakutan memikirkan hal buruk terjadi pada ibunya. A—aku, aku—“ Steven tak sanggup melanjutkan kalimatnya, tubuh pria itu tampak bergetar hebat dan hampir ambruk.

“Tuan, kau baik-baik saja?” Dengan sigap Kendry menahan tubuh sang majikan, membawa pria itu duduk di deretan kursi yang ada disana.

Kendry tahu dan sangat tahu mengapa Tuannya melemah tiba-tiba.

Sepuluh tahun silam, sepulang mengantarkan Steven ke bandara, mobil yang orangtua pria itu tumpangi mengalami kecelakaan. Steven yang saat itu baru tiba di Finlandia tempat ia mengenyam pendidikan mendapat kabar buruk jika orangtuanya sedang koma akibat kecelakaan.

Hendak segera pergi melihat kondisi orangtuanya, penerbangan pria itu tertunda akibat badai besar dan suhu ekstrim. Keesokan harinya, di malam hari bersama gerimis yang membasahi bumi, penerbangan kembali dibuka. Stevan tiba di bandara. Selangkah mengayunkan kaki, ponsel pria itu berdering.

“Tuan, Nyonya besar dan Tuan besar sudah pergi meninggalkan kita.” Kalimat Kendry malam itu sungguh membuat seluruh tubuh Steven tak berdaya, ia kehilangan tumpuan dan terjatuh.

Kenangan pahit yang tidak bisa ia lupakan itu sungguh membuatnya merasa sedih setiap kali terlintas dalam pikirannya.

“Kendry.”

“Ya, Tuan.”

“Tolong hapus tulisan yang ada di tanganku, tidak ada yang harus perempuan itu pertanggungjawabkan dariku.” Ujar Steven.

***

Selamat datang di novel kedua Miss. Oh ya, novel ini tidak ada kaitannya dengan yang sebelumnya ya.

Miss berharap kalian suka dan selalu mendukung karya-karya Miss. Jangan lupa like dan siraman bunganya ya temen-temen. Terimakasih 🤗🤗🤗

Terpopuler

Comments

Neno Arya

Neno Arya

seperti nya bagus

2024-07-15

0

F.T Zira

F.T Zira

sudah mampir thor..
salam kenal yaa...
kalo berkenan mampir juga di karyaku Silver Bullet

2024-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!